Mohon tunggu...
Zara Fauziah Disyafa
Zara Fauziah Disyafa Mohon Tunggu... -

yang bermodalkan impian untuk maju menata masa depan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sejumput Romantisme di Ufuk Angan

26 Agustus 2010   10:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:41 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa terasa malam sudah larut. Satu jam lagi pergantian hari. Aku berusaha untuk tidak tertidur. Aku ingin menjadi orang pertama yang memberikan ucapan selamat hari lahir pada Mas Arif.

Kupandang lekat wajah suamiku yang tengah terlelap. Hatiku yang menyimpan seonggok kesal pada sikapnya luluh jua. Rasanya tak adil bila menuntutnya seperti yang kumau. Ia tetaplah pribadi yang begini adanya, cuek. Sepertinya cinta meredam emosi yang bergejolak di dadaku.

Tepat pukul 23.58 WIB, kubangunkan Mas Arif. “Ehhhh…..!” hanya suara itu yang kudapatkan dari mulutnya. Aku berusaha membangunkannya lagi. Sampai akhirnya ia pun terbangun, walau dengan mata yang tak sempurna terbuka.

“Selamat hari lahir Masku sayang!” aku tersenyum dengan sebungkus kado.

Ia tersenyum, “Makasih de…!” jawabnya seraya mengambil kado yang kusodorkan.

Aku berharap dia akan membuka kado yang kuberikan. Namun yang terjadi jauh dari bayanganku. Tidak ada kecupan di kening. Bahkan parahnya dia kembali tidur. Sementara kado yang kuberikan ia letakkan di meja lampu yang terletak di pinggir ranjang.

“Buka kadonya besok aja ya. Ngantuk banget nieh!” ucapnya tanpa memberikan kesempatan padaku untuk mengucapkan doa yang telah kupersiapkan.

“Semoga umur Mas berkah, karir Mas menanjak, impian-impian Mas menjadi nyata!” ucapku dalam hati.

Akhirnya air mataku tak dapat dibendung. Hatiku terasa perih. Ingin rasanya menjerit mengungkapkan kesal yang menyesakkan dada. Tapi aku tak mungkin melakukan itu, kasihan juga bila harus membuat suamiku tak tidur. Perjalanan Jakarta-Tangerang sekedar untuk menjemput rezeki memang cukup melelahkan. Biarlah perih ini hanya aku yang merasakan. Tidurku pun berurai ai mata meski tanpa isak tangis.

***

Usai shalat subuh kusiapkan sarapan ala kadarnya. Nasi goreng ikan teri kusajikan di meja. Setelah itu, aku kembali tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun