Tepat pukul 03.00 WIB, aku berniat mengirim sms untuk ungkapkan rasa kesalku, “Bkin BT z!!! Sesibuk apa sieh smpe g punya wkt buat bls sms?”. Belum sempat kukirim sms itu, sebuah sms masuk ke inbox handphone-ku, “Ayam asam manis z. Y, td mkn siang. Thnks!”. Aku menghela nafas panjang, ternyata harus selama ini menunggu balasan sms dari suami yang sangat kucintai. Kuurungkan niat mengirimkan sms yang baru saja kuketik.
Sebelum pulang kusempatkan mampir ke supermarket, sekedar untuk membeli ayam. Aku sangat berharap makan malam kali ini terasa berbeda. Setidaknya ada kecupan mesra ucapan terima kasih. Namun kutepis pikiran itu, karena nyatanya suamiku bukan Farel dalam Cinta Fitri, terlebih seperti Rasulullah yang mesra pada Aisyah r.a, ia hanya Arif yang seorang cuek dan tak terlalu pandai merayu.
Tepat pukul 17.00 WIB, aku sampai di rumah. Alhamdulillah shalat ashar telah kutunaikan, jadi bisa langsung bertempur di dapur, seusai mengganti baju kerja. Sebenarnya hari ini aku cukup lelah, ingin sekali merebahkan badan dan tidur. Terlebih sudah dua malam ini aku begadang untuk menyeleksi usulan konsep dari teman-teman tim redaksi. Tapi kali ini aku harus berjuang untuk membuat suamiku merasa dimanjakan.
Saat memasak rasa ngantuk menyerangku. Berkali-kali aku menguap. Namun aku berusaha untuk tidak tidur. Bisa-bisa ayam yang tengah kurebus gosong jika lengah. Tiba-tiba aku teringat Hae --teman satu kelas saat kuliah dulu-- kebiasaannya mengoleskan minyak kayu putih ke daerah sekitar mata kala terserang kantuk memberikan inspirasi.
Segera kucari minyak kayu putih dan kuoleskan ke daerah sekitar mata. Namun rupanya aku ceroboh, tangan yang penuh baluran cairan minyak kayu putih tak sengaja terkena mata bagian dalam. Jelas saja mataku perih dan panas. Mataku basah berurai air mata.
Dengan menahan perih kulanjutkan perjuangan menyajikan menu yang diminta Mas Arif. Ayam Asam Manis Spesial Aroma Cinta Khas Niken pun akhirnya tersaji jua. Dengan senyum bangga kupandangi hidangan yang tersaji di meja. Sedikitnya harapan untuk mendapatkan pujian dari Mas Arif pun memekar dalam hatiku.
Hatiku mulai gelisah menanti kedatangan Mas Arif. Biasanya pukul 18.00 WIB dia sudah ada di rumah. Tapi kini dia belum jua tiba, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 19.45 WIB.
Aku berusaha untuk positif thinking. Aku coba menerka-nerka. Mungkin Mas Arif terjebak macet, atau bisa jadi pekerjaannya banyak hingga harus lembur.
“Assalamu’alikum…!” terdengar suara Mas Arif mengucapkan salam.
“Wa’alikumussalam!” kujawab salam seraya berlari menuju pintu depan rumah.
“Maaf telat. Tadi lembur….!” ucapnya singkat memberi penjelasan walaupun tak kuminta.