2. Belum Efektif dalam Melakukan Manajemen Risiko
LJK tidak dapat menilai risiko dan sinyal terkait status operasional bisnis UMKM secara tepat waktu dan akurat apabila menggunakan metode analisis data tradisional, seperti pelemahan ekonomi berdampak buruk terhadap kemampuan bayar UMKM.
3. Proses dan Infrastruktur di LJK yang Kurang Efektif
Beberapa LJK masih menggunakan metode tradisional seperti melakukan due diligence konsumen atau UMKM sehingga, dibutuhkan waktu dan usaha LJK yang lebih banyak dan besar.
4. Skala UMKM Masih Kecil dan Tidak Memiliki Histori Kredit
UMKM yang masih merintis usaha tidak memiliki aset dan belum pernah mengajukan kredit atau pembiayaan ke LJK lebih sulit mendapatkan pendanaan dan LJK. Â
Meskipun subsidi dan kredit yang didukung oleh APBN menawarkan potensi besar dalam memperkuat UMKM, tantangan dalam implementasi tetap ada. Salah satu tantangan utama adalah masalah distribusi yang tidak merata, di mana pelaku UMKM di daerah terpencil atau di luar pulau Jawa sering kali tidak mendapatkan akses yang setara. Hal ini disebabkan oleh infrastruktur yang kurang memadai, kurangnya informasi, serta keterbatasan sumber daya manusia di tingkat lokal.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu membangun sinergi yang lebih kuat antara pusat dan daerah, serta antara berbagai kementerian dan lembaga terkait. Penguatan infrastruktur digital juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa program subsidi dan kredit dapat diakses oleh UMKM di seluruh Indonesia, termasuk yang berada di wilayah terpencil. Selain itu, perlunya evaluasi yang berkelanjutan terhadap program subsidi dan kredit sangat penting untuk memastikan efektivitasnya. Evaluasi ini harus dilakukan dengan melibatkan pelaku UMKM secara langsung, agar pemerintah dapat memperoleh masukan yang akurat terkait kendala dan kebutuhan nyata yang dihadapi oleh pelaku usaha di lapangan.
Dukungan subsidi dan kredit yang disalurkan melalui APBN merupakan instrumen penting dalam memperkuat UMKM di Indonesia. Namun, agar program-program ini memberikan dampak yang maksimal, perlu dilakukan optimalisasi melalui penyaluran yang tepat sasaran, peningkatan aksesibilitas, serta penyederhanaan prosedur. Dengan demikian, UMKM dapat tumbuh lebih kuat, berdaya saing, dan berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemerintah harus terus berkomitmen untuk memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi dan kredit agar benar-benar menjangkau UMKM yang membutuhkan, terutama di wilayah-wilayah yang selama ini kurang mendapatkan perhatian. Jika hal ini tercapai, UMKM akan semakin kuat dan mampu menjadi tulang punggung perekonomian yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Kesimpulan :
Terdapat beberapa permasalahan struktural UMKM yang perlu diselesaikan sehingga UMKM dapat berperan lebih dalam perekonomian nasional. Permasalahan tersebut antara lain kualitas dan kontinuitas produksi, akses pemasaran, packaging product, kualitas SDM/pelaku UMKM di bidang manajerial, keuangan dan produksi.
Kunci utama penyelesaian permasalahan tersebut berada pada pemerintah daerah (Kabupaten dan Kota). Pemerintah daerah yang mempunyai wilayah, mengetahui kondisi dan kebutuhan UMKM, serta mempunyai akses langsung dengan UMKM. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga terkait, pemerintah provinsi, perguruan tinggi, Bank Indonesia dan lembaga lainnya. Jika pemerintah daerah mau, UMKM akan maju. Dengan demikian akan tercipta fundamental perekonomian nasional yang kuat untuk Indonesia Maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H