Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Lampu di Kampung Ibu

28 November 2022   13:33 Diperbarui: 29 November 2022   19:46 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anak Petani dan Lampu| sumber gambar: pixabay.com

"Itu lampu buatanmu?"

Ibu tertawa, sambil menata hidangan di lantai papan. Usai maghrib, adalah waktunya santap malam. Kulihat tangan Ayah meraih lampu minyak dari tanganku.

"Selain membawa bibit sayuran, Anakmu sengaja membeli kemasan ikan sarden yang besar. Kalengnya langsung dijadikan lampu!"
"Kita disuruh hemat, Bu!"
"Hemat? Sekarang, harga minyak tanah semakin mahal! Selain itu, sukar didapat, Yah!"
"Kukira, cukup untuk menemani gelap malam para pensiunan, kan?"

Jawaban ayah yang lugas, memicu tawa Ibu semakin keras. Di antara temaram lampu, bergantian kutatap wajah ayah dan ibu.

"Bilang orang, pensiunan itu tinggal menikmati masa tua, serta jatah hidup yang tersisa! Ayah malah...."

Kalimat ibu terhenti saat menatapku. Ayah memilih membisu. Tangannya tampak sibuk menata ulang lampu minyak buatanku. Sesaat rumah dikuasai sunyi.

"Allahumma bariklanaa. Fii maa razaktanaa...."

Ayah tersenyum mendengar mulutku memecah keheningan dengan membaca doa mau makan. Sambil menahan tawa, cubitan dua jari dari tangan kiri ibu, singgah di paha kananku.

"Hayuk makan!"

Tanganku mengambil piring, dan menyerahkan pada ibu. Tangan ibu cekatan menyendok nasi, kemudian menyerahkan pada Ayah. Tangan kanan Ayah menyambut sepiring nasi dari ibu, tangan kirinya menyerahkan gelas berisi air ke tanganku.

Kukira, gelap malam yang mengintip dari jendela merasa gerah. Dipaksa menjadi saksi harmoni seisi rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun