Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Logika dan Imajinasi dalam Ungkapan "Gua Anak IPA, Lu IPS, Ya?"

9 Juli 2021   15:44 Diperbarui: 14 Juli 2021   11:30 1261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Laman Akun Felix Tani (sumber gambar: Tangkapan layar akun Felix Tani/Kompasiana))

Saat menulis kajian serius semisal penelitian atau pertanian, Prof Felix bisa begitu cekatan "menghajar" para praktisi.

Tetiba, bisa saja "menghantam" dengan tajam melalui puisi, atau ketika mengkritisi. Namun, terampil meracik fenomena aktual secara "halus" dalam kemasan humor.

Ada banyak penulis di dunia yang mampu menulis kritikan. Namun, hanya sedikit yang memiliki racikan formula ajaib bernama humor. Alih-alih bertujuan menulis kritikan, malah berujung makian. Hiks!

Kemampuan mengukur dan mengatur putaran turbin dalam pikiran, yang berujung sajian tulisan yang aman dan lembut itu, tak akan hadir tanpa keseimbangan logika dan imajinasi. Iya, kan?

Ilustrasi TTS Angka (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi TTS Angka (sumber gambar: pixabay.com)
Mungkinkah Logika dan Imajinasi Seimbang?

"SMA kemarin, jurusan apa?"
"IPA!"
"Sekarang kuliah ambil jurusan apa?"
"Pendidikan Jasmani!"
"Lah! Bakal jadi guru penjas?"
"Bilang ayahku, guru penjas langka! Peluangnya lebih besar!"

Pernah alami atau mendengar percakapan seperti ini, walau tak persis sama? Begitulah! Berkaitan dengan pendidikan. Anak dan orangtua, acapkali melakukan "banting setir"!

Apapun jenis dan jenjang pendidikan yang dilalui, beragam pengetahuan yang dijejaki, belum bisa menghindari "tabrakan" antara logika yang diukur dengan kebutuhan, terkadang tak sejalan dengan imajinasi yang mengiringi keinginan.

Terkadang, kebutuhan takluk oleh keinginan. Di waktu yang lain, keinginan mesti menyerah pasrah dari kebutuhan. Di luar itu? Berujung keraguan!

Saat masuk SMA, Ragu memilih sekolah dan jurusan sesuai minat dan bakat. Saat kuliah, bergeser! Memilih program studi sesuai ruang dan peluang yang diamati. Pilunya, setelah kuliah, malah riweh mencari lowongan. Sebab, yang dibutuhkan adalah pengalaman!

Suatu saat nanti, kembali akan menemukan "benturan". Ada pekerjaan, tak sesuai pendapatan. Ada pendapatan, tak mencukupi kebutuhan. Ada pemenuhan kebutuhan, tak sesuai keinginan. Begitu, tah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun