Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Logika dan Imajinasi dalam Ungkapan "Gua Anak IPA, Lu IPS, Ya?"

9 Juli 2021   15:44 Diperbarui: 14 Juli 2021   11:30 1261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Laman Akun Felix Tani (sumber gambar: Tangkapan layar akun Felix Tani/Kompasiana))

Parameternya? Kelas pekerja membutuhkan dominasi logika. Sedangkan Pemikir sebaliknya, butuh daya imajinasi.

Jika meminjam rumus Einstein di atas. Maka, pendidikan di Indonesia, mengalami "ketidakseimbangan" jika kata "ketidakadilan" tak pantas diujarkan atau digunakan.

Ukurannya? Tiga Mata Pelajaran yang di-UN-kan. Pelajaran Matematika dan IPA dianggap mewakili Kutub Logika, dan hanya Bahasa Indonesia yang menjadi wakil dari Kutub Imajinasi.

Hematku, gegara ketidakseimbangan ini, maka anakku menjadi ragu memilih jurusan. Karena jika membaca potensi diri, secara logika merasa berat masuk IPA. Namun, asupan gizi di bangku sekolah tak tersedia melatih berimajinasi.

Saat di TK dan SD. Masih ada tugas menghapal lagu wajib nasional, notasi lagu daerah, memainkan alat musik, membaca atau mencipta puisi, hingga menggambar dan mewarnai. Itu pun terkadang masuk kurikulum ekstra, bukan intra kurikuler. Pada jenjang SMP ragam pembelajaran di atas sudah jauh berkurang.

Sependektahuku, pihak sekolah hingga perguruan tinggi, acapkali melakukan Tes Potensi Akademik bagi siswa atau mahasiswa. Walau terkadang dilakukan secara seremonial, kukira akan mengeluarkan hasil yang beragam.

Namun, hasil Tes Potensi Akademik belum menjadi pijakan oleh Pengambil keputusan saat menentukan kebijakan tentang penggunaan kurikulum. Wong, kurikulum yang digunakan selalu seragam, tah?

Ini menjadi aneh! Seumpama petani yang menyemai beragam benih tanaman, namun memberikan perlakuan serta perawatan pada tanaman dengan pola seragam! Akibatnya? Hasil belajar tak bisa menjadi ukuran.

Ilustrasi Laman Akun Felix Tani (sumber gambar: Tangkapan layar akun Felix Tani/Kompasiana))
Ilustrasi Laman Akun Felix Tani (sumber gambar: Tangkapan layar akun Felix Tani/Kompasiana))
Belajar Keseimbangan Logika dan Imajinasi

Aku ingin mengajak pembaca bertamasya pada artikel-artikel yang telah ditulis oleh Tuanku eFTe.

Tak bermaksud membalas artikel yang diunggah oleh Prof Felix Tani. Biar gampang, kuambil contoh artikel tentangku (Kompasiana, 8/7/2021). Artikel itu hampir membuatku berpikir ulang, haruskah menyesal terlanjur mengaku sebagai murid?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun