Sambil mengabaikan ucapan ibu. Aku segera melangkah menuju rak piring. Kemudian ke ruang makan untuk mengambil beberapa sendok nasi, dan kembali ke dapur.
Lima tahun di perantauan. Tumis pedas sayur genjer dan sambal jengkol ikan teri masakan ibu tak tergantikan. Ibu menahan tawa sambil geleng kepala.
"Kau benar-benar mirip ayahmu!"
Kalimat ibu, mengingatkan aku kisah dulu. Berkali kulihat. jika pulang ke rumah, ayah langsung ke dapur mencari ibu.
***
Bagi ibu. Dapur adalah tempat bermeditasi. Peralatan dan gerakan saat memasak, harus berpadu dengan pikiran yang butuh konsentrasi tingkat tinggi. Jika terganggu atau keliru bumbu, maka hasilnya akan menjadi aib bagi seorang ibu.
Bagi ayah. Dapur ibu, bukan hanya tempat singgah dan tempat istirahat usai bekerja. Tapi juga muara dari rasa yang acapkali tak terucap dengan kata-kata.
"Kau lupa dapur itu kerajaan ibumu? Lain kali, jadikan ibumu sebagai ratu. Agar bahagia hidupmu."
Tangan kanan ayah mengusap kepalaku. Saat itu, aku baru saja menerima omelan ibu yang pulang mengajar. Setelah tahu, akibat ulahku yang mengotori lantai dapur ibu. Dulu.
"Nanti, jadikan menantuku seperti ratu di dapur rumahmu!"
Aku mengingat pesan ibu, dan terbata mengeja masa depanku. Ibu tak pernah bertanya padaku. Namun, dari cerita teman satu pengajian ibu. Aku tahu keinginan ibu.