"Belum, Mak!"
"Lah kamu sendirian?"
"Iya. Mak temani aku, ya? Mak bebas tonton apa saja!"
Tangan perempuan itu ditarik ke dalam rumah. Ternyata, televisi sudah menyala. Mak Isah memilih tonton berita. Sambil mengambil posisi duduk di atas bantal tipis miliknya. Matanya segera menyimak tayangan berita. Anak tetangganya sibuk bermain ponsel di sampingnya.
Azan isya sudah terdengar sejak tadi. Namun belum ada tanda-tanda pemilik rumah kembali. Mak Isah tentu saja tak akan membiarkan anak kecil itu tinggal sendiri. Hampir empat jam, mata tua itu menatap layar televisi. Isinya nyaris sama. Berita banjir.
"Gusti. Aku tahu, banjir adalah musibah. Tapi, kau tahu musibah milikku, kan?"
Bibir Mak Isah bergetar dan berbisik pelan. Matanya tetap menatap layar televisi yang menayangkan genangan banjir.
Tiba-tiba perempuan tua itu merasakan perutnya sakit. Ususnya seperti melilit dengan dengan sangat kuat. Mak Isah tahu, itu pertanda musibahnya akan segera berakhir. Kali ini, hatinya yang berbisik.
"Gusti. Tolong tunda dulu! Banjir mungkin membawa aroma busuk. Tapi, kentutku pasti lebih bau!"
Curup, 22.02.2021