Mak Isah senang menonton televisi. Perempuan tua itu membuat dan menetapkan jadwal menonton sendiri. Dari sesudah asar hingga menjelang magrib. Dan merasa beruntung, tetangganya selalu memberi izin untuk kesenangan itu.
Pernah Mak Isah melihat berita di televisi. Seorang nenek yang menghidupi diri sendiri, sebagai pemulung di Bantar Gebang. Nenek itu, bahagia menjalani masa tua dikelilingi sesama pemulung yang sudah dianggap keluarga.
Usai menonton berita itu, Mak Isah kerap kali bersyukur. Selain memiliki tetangga yang baik, saat menjalani masa tua, dirinya tak perlu menjadi pemulung. Sebab memiliki keterampilan membuat berbagai peralatan dapur dari anyaman bambu.
Nenek tua pemulung dalam tayangan itu, menjadi sosok pemacu semangat Mak Isah. Dia akan sanggup hidup sendiri, dan menghabiskan masa tua dengan bahagia. Selagi rumpun bambu di sekitar rumah masih banyak, Dia pasti mampu bertahan.
***
Mak Isah masih mengingat sebuah tayangan singkat cara bercocok tanam dari sisa bahan dapur. Dengan memanfaatkan kaleng, botol atau bekas kemasan detergen. Sejak itu, Mak Isah hobi menanam. Di depan rumah Mak Isah, dipenuhi berbagai tanaman.
Lima pot kaleng bekas, ditumbuhi batang cabai rawit yang mulai berbunga dan berbuah. Mak Isah bangga, sebab bibit cabai itu berasal dari cabai rawit sisa, dari bungkusan gorengan yang diambilnya dari rumah tetangga usai menonton.
Beberapa botol bekas dan kemasan detergen ditanami wortel, seledri, bawang daun, tersusun dan terawat rapi. Ada juga bunga kumis kucing yang acapkali dimintai orang sebagai obat. Tentu saja Mak Isah dengan senang hati memberikan.
"Rambutmu bagus, Cah Ayu!"
"Kan, pakai lidah buaya punya Mak Isah?"
Mak Isah bahagia mendengar jawaban itu, sambil membelai rambut anak kecil anak tetangga yang selalu leyeh-leyeh di pahanya saat menumpang menonton. Mak Isah menganggap lidah buaya yang sering diminta anak tetangga itu, sebagai pengganti boleh menonton televisi.