Tetangganya mulai penasaran. Dalam dua hari ini, setiap kali menonton televisi, kedua bantal itu kosong tanpa penghuni. Tak seorang pun mau menggunakan kedua bantal itu. Semua anggota keluarga tahu, itu milik Mak Isah.
"Mak Isah, pasti menangis jika menonton berita banjir ini!"
Namun rasa penasaran itu hilang dan sedikit tenang, saat anaknya mengatakan Mak Isah terlihat baik-baik saja. Saat mengambil lidah buaya, Mak Isah masih terlihat dan tersenyum dari balik jendela.
***
Sudah dua hari, dirinya tak lagi mengeluarkan kentut. Mak Isah gelisah. Matanya menatap langit-langit kamar. Biasanya, dalam satu hari, kentut itu bisa belasan kali menemani. Terkadang berbunyi, sesekali berbau. Namun sering kali tak berbunyi dan tanpa bau.
Mak Isah menahan diri untuk tidak menonton televisi. Mesti menyimpan rasa penasaran terhadap jalan cerita sinetron favoritnya. Sinetron Ikatan Cinta. Sinetron yang mampu menggugah rasa dan kenangan semasa muda. Dulu.
Tapi, Mak Isah tak khawatir terlewatkan dua hari tayangan sinetron itu. Sejak dulu, sudah terlatih merelakan. Namun, lebih khawatir tak mampu menyembunyikan kentut yang sudah dua hari tak keluar. Dan merasa yakin, baunya pasti sangit juga angit.
Mak Isah menyesal, terlanjur percaya jika rebusan ubi jalar bisa digunakan sebagai umpan memancing kentut. Hanya kekenyangan juga kegagalan yang dialami usai menghabiskan dua piring rebusan ubi jalar.
***
Usai waktu asar tadi, mendung sudah menawarkan rintik hujan. Mak Isah bergegas datang ke rumah tetangga. Bukan untuk menonton televisi, tapi menanyakan bagaimana caranya bisa kentut. Namun, penghuni rumah hanya ada anak kecil. Pemilik rambut panjang dan hitam.
"Ayah dan ibu belum pulang?"