Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hari Puisi Nasional, Biarkan Tubuh-tubuh Puisi Tetap Sunyi

28 April 2020   21:54 Diperbarui: 29 April 2020   01:02 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagiku, pemuisi ketika melahirkan puisi-puisinya. Bukan seperti ibu yang melahirkan anaknya. Menyusui dan menyapih, mengasuh dan membesarkan hingga anak-anak mereka menjadi dewasa.

illustrated by pixabay.com
illustrated by pixabay.com
Menyigi Kelahiran Puisi

Usai membidani kelahiran sebuah karya, Pemuisi akan membiarkan barisan kata-kata itu mengembara. Menemui kebesarannya sendiri, atau menemui kematian dini.

Seperti seorang ilmuan atau seorang ahli yang menciptakan definisi. Kukira, proses kreatif sebuah puisi juga melalui tahapan kelahiran sebuah definisi.

Pertama. Tujuan.

Kalimat "tak ada makan siang gratis", menjadi ungkapan yang tepat untuk tahapan ini. Sebuah definisi tak mungkin diciptakan tanpa tujuan. Begitu juga dengan puisi. Hanya misteri yang tersimpan adalah, tak semua orang mengetahui tujuan untuk apa atau mengapa puisi itu dibuat.

Kedua. Situasi dan Kondisi.

Sebagaimana di zaman dulu, impian pergi ke bulan adalah sesuatu yang mustahil. Namun tidak pada saat ini, kan? Sebuah definisi begitu juga puisi, lahir berdasarkan kesesuaian situasi dan kondisi yang dialami (internal atau eksternal) penciptanya.

Ketiga. Pengetahuan.

Bagiku, pengetahuan adalah batasan dari sebuah imajinasi. Definisi lahir berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh penciptanya. Maka, tak tertutup kemungkinan, jika puisi pun terlahir dengan koridor itu.

Ketika tujuan, situasi dan kondisi, serta pengetahuan seorang pemuisi berubah. Jika ketiga hal di atas bertambah atau berkurang, maka cara memaknai puisi yang terlahir pun akan berubah arah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun