Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tapak Tilas Kenangan

1 Februari 2020   14:49 Diperbarui: 1 Februari 2020   17:07 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pxfuel.com

Suara bergetar dan pelan terdengar dari belakang punggungku. Sambil melepaskan kalender, aku berbalik badan menatap Rumi yang menundukkan kepala. Pelan, kuusap kepalanya. Tak ada lagi gunanya bicara. Kurengkuh tubuh adikku.

"Menangislah!"

"Mas..."

Kurasakan getaran tubuh Rumi, dengan tangisan yang tak lagi mampu ditahan. Dari kalender itu, aku tahu. Pagi ini, hari ke sembilanpuluh tujuh kepergian Amin. Suami Rumi. Juga teman satu ruangan denganku di kantor.

"Menangislah. Jangan ditahan!"

Telingaku menangkap nada janggal yang terlontar dari mulutku sendiri. Ruang tamu dikuasai sunyi dan airmata.

***

"Kita ke Danau Dendam Tak Sudah, Mas?"

"Ini mau zuhur! Masih..."

Kalimatku terhenti saat memandang wajah Rumi. Segera kuanggukkan kepala, ketika melihat perubahan di wajah adikku. Sekilas senyum hadir di wajah Rumi. Dan kembali menunduk. Tangan kanan Rumi perlahan menyentuh papan di hadap duduknya. Mengusap deret aksara yang tertulis nama mendiang suaminya.

Aku tak ingin merusak suasana hati juga sisa hari. Tak kubiarkan mataku kembali menyaksikan airmata Rumi. Pelan, kutarik tangan Rumi, mengajak pergi meninggalkan area pemakaman umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun