Sketsa I.
Malammu berakhir pahit?
Biarkan hati menyembuhkan luka-lukanya dengan perlahan. Merangkai bisikan-bisikan senja yang tak usai menawarkan kerinduan.
Menepi, melalui perenungan panjang dan lelah. Dan, tak perlu khawatir terlihat lemah!
Sketsa II.
Kau baik-baik saja?
Sebaiknya, kau telan kembali pertanyaan itu. Aku akan pergi menelusuri ruang-ruang sepi. Agar mampu menyembunyikan jeri.
Tak perlu kau tahu yang kurasakan saat itu berlaku. Sesungguhnya, pertanyaanmu adalah kegagalan untukku.
Sketsa III
Kau terluka?
Kau tak tahu? Luka hanya jeda di antara pertempuran ingin dan angan. Seperti perebutan kekuasaan antara iblis dan malaikat di sekujur badan.
Iblis mengajak hati menciptakan percakapan sunyi. Betapa kau dan aku tak memiliki arti.
Namun malaikat berbisik tentang perlakuan diri, terkadang menggunakan mulut orang lain. Menyampaikan pesan-pesan suci.
Sketsa IV
Apa yang harus kulakukan?
Biarkan aku menelusuri kegelapan malam yang menjanjikan sunyi. Bersiap meracik rindu pada pagi, usai membasuh jejak-jejak mimpi.
Cukup kau simpan pertanyaan itu di benakmu! Agar aku kembali berdiri dihadapmu. Berteriak lantang ke segala penjuru.
"Aku mataharimu!"
Curup, 25.01.2020
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H