Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Those Three Words" [12]

3 September 2019   08:15 Diperbarui: 3 September 2019   08:16 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usai makan. Mengalir kisahmu. Sejak wisuda hari sabtu, waktu di kampung, hingga pulang lagi ke Padang. Kusimak ceritamu, sambil nikmati rokok. Kuperhatikan rautmu berubah-ubah. Sesuai alur kisah dan rasamu.

"Mas..."

"Apa?"

"Kenapa diam?"

"Kan, dengar Nunik?"

"Tak ada komentar?"

"Ada!"

"Apa?"

"Udah mau maghrib!"


Kau tertawa. Habiskan isi cangkirmu, segera berdiri menuju kasir. Kuikuti langkahmu.. Hingga berjalan pelan tinggalkan warung bakso. Tanpa komando, dua pasang kaki bergerak. Menuju Masjid Taqwa.


"Makasih, Nik!"

"Kenapa?"

"Udah traktir!"

"Nunik juga ditraktir, kok!"

"Hah?"

"Catatannya ada. Tapi Nik lupa! Kan, Mas gak pernah lagi..."

Kuajukan jari telunjuk ke mulutku. Memintamu berhenti. Kau tersenyum. Gelengkan kepala. Kuraih tanganmu. Kau terkejut, ingin melepas. Namun segera mengerti. Lalulintas jelang maghrib itu ramai.


Kau ikuti langkahku seberangi jalan. Kulepaskan tanganmu, saat memasuki halaman masjid. Adzan maghrib berkumandang. Penuhi udara. Iringi senja.


Usai maghrib. Keluar dari masjid, kuhentikan angkot putih jurusan Labor. Kau dan aku segera naik. Angkot penuh sesak. Sepanjang jalan. Penumpang silih berganti. Naik dan turun. Tak ada ruang untuk bicara. Kau dan aku hanya duduk dalam diam.

Cuaca kota Padang cerah malam minggu itu. Juga di beranda rumah kostmu. Sejak tadi, aku duduk sendiri. Terdengar riuh ketika kau masuki pintu rumah. Agak lama aku menunggu. Akhirnya kau hadir dari balik pintu. Sudah berganti baju. Duduk di sebelahku.


"Maaf, Mas! Lama, ya?"

"Lumayan! Setengah batang rokok!"

"Haha..."

"Nik, pakai parfum?"

"Gak! Mas gak suka, kan?"

"Kenapa wangi?"

"Mas bohong lagi?"

"Iya!"


Tanpa aba-aba. Kau berdiri. Segera masuk ke rumah. Tak seperti tadi. Keluar dari pintu, kau berjalan pelan ke arahku. Di tanganmu ada segelas kopi. Tak lagi butuh penjelasan. Kepulan asap tipis di bibir gelas. Kau ajukan gelas berkopi ke hadapku.

"Nik masak segelas!"

"Haha..."

"Jangan diminum dulu! Masih..."

"Iya! Mas belum belajar ilmu kebal!"

"Haha..."

"Cuma punya ilmu bebal!"

"Memang!"


Kau tertawa. Aku tersenyum. Juga lega. Tadi aku sempat khawatir. Saat kau terburu ingin pulang. Kukira sesuatu terjadi padamu. Dari ceritamu di warung bakso. Hingga duduk di beranda. Khawatirku tak beralasan.


"Kenapa Mas beda, di kampung Amak kemaren!"

"Hah?"

"Iya!"

"Beda Apa?"

"Menjauh dari Nunik. Juga banyak diam! Padahal..."

Akhirnya! Tak perlu kutanya. Terkadang, lebih baik memilih menunggu. Aku tersenyum menatapmu. Nyalakan lagi sebatang rokok. Kau balas tatapku sambil bersandar di bahu bangku.

"Mas..."

"Padahal apa?"

"Nik butuh Mas! Nik mau..."

"Apa?"

"Gak tahu! Nik takut salah!"

Sambil tersenyum. Kuacak kepalamu. Sejak pertama kali kuajak ke kampung Amak. Kau mengerti. Gerak lakumu akan diperhatikan. Hingga kau fahami. Ke kampung Amak, seperti ujian bagimu. Apatah lagi, kau datang bersama Amak.

"Mas?"

"Gak usah dipikir!"

"Tapi. Nik Khawatir kalau.."

"Aman! Malah Nunik yang jadi anak Amak!"

"Maaas..."

zaldychan

getmarried | amanoftheworld | justforyou | thosethreewords

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun