Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Those Three Words" [5]

23 Agustus 2019   08:15 Diperbarui: 23 Agustus 2019   08:18 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Gladiresik selesai, saat adzan ashar. Tak langsung bubar. Agak lama, kusimak beberapa pengumuman. Saat semua usai. Aku bergegas keluar dari Auditorium. Berlari lintasi lapangan bola. Menuju Dekanat Hukum. Sudah sepi.

Tiga pasang mata menatapku. Saat masuki halaman masjid. Tak lagi bicara. Kuselesaikan ashar. Amak tersenyum di sebelahmu. Aku duduk di sebelah Abak.

"Selesai?"

"Iya! Mau jalan-jalan?"

"Gak! Amak dan Abak pulang. Mau istirahat!"

"Atau besok? Tapi sore!"

"Selesai wisuda. Langsung ke kampung!"

"Hah? Kenapa..."

"Di kampung hanya nginap semalam!"

"Oh..."

"Senin ke Padang Panjang! Selasa pulang ke Curup!"


Aku terdiam. Rencana sudah disusun dari Curup. Sesaat, kau memandangku dalam diam. Kemudian tertunduk. Tak ada yang bisa kuujarkan. Aku harus bersyukur. Amak dan Abak bisa hadir saat wisuda. Kuanggukkan kepala.


"Amak mau ajak Nunik ke kampung!"

"Hah?"

"Bilang Nunik. Tanya padamu dulu..."


Aku menatapmu. Juga Amak dan Abak. Kau masih tundukkan wajahmu. Saat itu, aku ingin tahu benakmu. Aku mengerti kecamuk amuk rasamu. Kau tetap diam.

"Nik mau?"


Tak ada jawabmu. Perlahan, kau angkat wajahmu menatapku. Aku mengenal tatapan itu. Wajahku menghadap Amak.

"Nik ikut, Mak!"

"Lah? Nunik belum jawab, kan?"

"Sudah!"

"Belum!"

"Kalau Nunik diam. Artinya ikut!""


Amak dan Abak tertawa. Wajahmu memerah. Jika tak ada Amak dan Abak, pukulan atau cubitmu pasti sudah hadir sejak tadi. Aku segera berbalik. Berjalan cepat. Keluar halaman masjid.


"Hei! Kemana?"

"Cari bis! Biar jemput ke sini!"


Jarak dari masjid ke halte, lumayan jauh. Pada hari biasa. Sesudah ashar. Akan sulit mencari bis. Kecuali hari itu. Acara gladi resik. Hadirkan ribuan calon wisudawan. Menjadi trayek tambahan, bagi sopir bis kampus.

Kukira, keberuntungan berpihak padaku. Kembali, Kulihat bis temanku. Sedang menuju ke arahku. Dari jauh klakson terdengar riuh. Wajah sumringah pengemudi, terpancar jelas. Tak lagi hiraukan calon penumpang lain.

Aku tertawa, saat bis melewatiku dengan klakson panjang. Kemudian berhenti. Persis di depan masjid. Aku balik kanan berlari. Sopir segera turun. Memasuki halaman masjid. Menjemput Amak dan Abak.

Aku garuk kepala. Menunggu di pintu bus. Amak dan Abak tertawa. Kau tersenyum menatapku. Kupukul bahu temanku.

"Tumben, bisa sopan?"

"Kan, penumpang istimewa!"

"Halah! Biar dianggap anak, kan?"

"Haha..."

"Kok tahu. Amak dan Abak di masjid?"

"Ciri-ciri orang baik. Kalau waktu sholat. Ke masjid! Tidak seperti..."

"Diam!"

"Haha..."


Mulai kumat! Sambil tertawa. Kudorong temanku, kembali ke ruang kemudi. Agar tak keluar kerutan di kening Amak dan Abak.

Tetiba Amak menatapku. Kupegang tangan Amak. Mengajak naik. Diikuti Abak. Kau mendahuluiku. Tak ada musik. Bis bergerak menuju halte. Naikkan penumpang. Kemudian bergerak pelan tinggalkan kampus.

Amak dan Abak duduk berdua. Kau dan aku duduk di deretan belakang. Saat bus berhenti di simpang bypass. Amak menoleh ke belakang.

"Kau langsung antar Nunik, kan?"

"Antar Amak dan Abak dulu. Baru nanti antar..."

"Ga usah!"

"Tapi..."

"Biar turun di gang! Amak sudah tahu!"

"Iya!"

"Sekalian pamitkan Nunik untuk ke kampung!"


Kuanggukkan kepala. Bis bergerak lagi. Lewati Simpang Anduring. Tak perlu isyarat, bis sudah berhenti. Persis di depan gang masjid. Kau berdiri salami Amak dan Abak. Sambil ucapkan terima kasih pada sopir, Amak dan Abak segera turun.

Satu klakson bernada pelan berbunyi. Tanda bis berlalu. Sayup hadir suara musik kemudian berubah keras. Housemusic kembali penuhi seisi bis. Dari kaca spion, sopir menatapku tertawa. Aku gelengkan kepala.


Sejak dari kampus. Kau hanya diam. Sore itu cerah. Sinar mentari menembus kaca jendela. menyentuh wajahmu. Tak kau palingkan dari jendela. Kuacak kepalamu. Pelan, kau berbalik. Menatapku.


"Makasih, ya?"


Tak ada jawaban. Kau bersandar di jendela. Tubuhmu menghadapku. Wajahmu kau tundukkan. Dua tanganmu, memainkan ujung jilbabmu. Aku sangat tahu tanda itu. Kuusap kepalamu.


"Jangan disini! Tunda sampai di rumah, ya?"

zaldychan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun