"Kalau Nunik diam. Artinya ikut!""
Amak dan Abak tertawa. Wajahmu memerah. Jika tak ada Amak dan Abak, pukulan atau cubitmu pasti sudah hadir sejak tadi. Aku segera berbalik. Berjalan cepat. Keluar halaman masjid.
"Hei! Kemana?"
"Cari bis! Biar jemput ke sini!"
Jarak dari masjid ke halte, lumayan jauh. Pada hari biasa. Sesudah ashar. Akan sulit mencari bis. Kecuali hari itu. Acara gladi resik. Hadirkan ribuan calon wisudawan. Menjadi trayek tambahan, bagi sopir bis kampus.
Kukira, keberuntungan berpihak padaku. Kembali, Kulihat bis temanku. Sedang menuju ke arahku. Dari jauh klakson terdengar riuh. Wajah sumringah pengemudi, terpancar jelas. Tak lagi hiraukan calon penumpang lain.
Aku tertawa, saat bis melewatiku dengan klakson panjang. Kemudian berhenti. Persis di depan masjid. Aku balik kanan berlari. Sopir segera turun. Memasuki halaman masjid. Menjemput Amak dan Abak.
Aku garuk kepala. Menunggu di pintu bus. Amak dan Abak tertawa. Kau tersenyum menatapku. Kupukul bahu temanku.
"Tumben, bisa sopan?"
"Kan, penumpang istimewa!"
"Halah! Biar dianggap anak, kan?"