"Kenapa diam? Eh! Jangan..."
Aku telat! Cuaca panas Kota Padang, jadi berbeda di ruang tamu. Aku tak tahu. Berapa lama kau menahan itu. Kau sandarkan tubuhmu di kursi. Kulihat mata air matamu. Takkan kutanya sebab. Kunikmati asap rokokku. Kubiarkan tangismu dalam diamku.
Laju waktu berlalu. Sejak tadi berhenti tangismu. Masih senyap di ruang tamu. Kuraih rokok kedua untuk kunyalakan. Tetiba kau rebut rokok dari mulutku. Aku terkejut menatapmu. Kau gelengkan kepala.
"Kenapa?"
"Sejak pagi. Udah banyak!"
"Daripada diam? Nungguin Nunik nangis gak jelas?"
Kau masukkan rokok ke dalam kotak. Kau simpan dalam tas kecilmu. Kau menatapku. Nyaris berbisik, kudengar ucapanmu.
"Nik juga ucapkan selamat dan terimakasih, Mas!"
"Untuk?"
"Semuanya..."
Aku mengerti arah ucapanmu. Harus kuhentikan. Agar tangismu tak kembali hadir. Hari itu milikku tapi untukmu. Kau menatapku. Awan hitam masih berkumpul di kelopak matamu. Aku tersenyum. Kuusap pelan kepalamu.