Riuh teriakan dari arah lapangan volly. Saat kau dan aku, beranjak dari rumah. Kuangkat tangan kanan, kepalkan tinjuku. Bukannya berkurang, riuh semakin ramai. Aku tertawa. Kau tertunduk. Langkahkan kakimu di sisi kiriku.
"Nik cari duit?"
"Hah?"
"Matanya ke bawah?"
"Haha..."
Sudah lewati pukul lima. Gumpalan awan berwarna kelabu. Kau dan aku berhenti. Menunggu angkot. Tak lagi bertanya. Kuhentikan angkot merah jurusan Kelawi-Pasar Raya. Kau dan aku segera naik. Duduk bersisian. Aku menatapmu.
"Nik bawa payung?"
"Gak hujan, kan?"
"Belum!"
"Nik lupa!"
"Ciri-ciri kalau sudah, aduuuh..."
Kalimatku terhenti. Dua jarimu, telah lakukan aksi mengecil di pinggangku. Tak lama, kau alihkan wajahmu ke jendela. Kau malu. Beberapa penumpang, melihat ulahmu. Angkot tak lalui Muarapalam. Tapi bergerak lurus. Lalui Telkom, menuju Blok A Pasar Raya. Dan berhenti di depan Bioskop Karya.
Kau juga aku segera turun. Kau tarik pelan lenganku menelusuri jalan Permindo. Kuikuti langkahmu. Kurasakan, arus waktu bergerak lamban. Ikuti langkah perlahanmu.
"Nik, mau kemana?"
"Sari Anggrek! Mau kan?"
"Mas kira ke KUA?"
"Haha..."
"Jalannya pelan! Udah mirip pengantin sunat!"
"Haha..."
"Disuruh cari buku lagi?"
"Kalau ada!"
Tiba di TB Sari Anggrek. Kau juga aku segera ke lantai dua. Kau tuju rak buku pendidikan. Aku berhenti di rak kumpulan komik. Mataku mencari edisi terbaru komik jepang. Serial Kungfu Boy "Chinmi Dari Kuil Dairin". Tak kutemukan. Aku berjalan ke arahmu. Kau sudah memegang satu buku.
"Ada?"
"Gak! Ini beda judul dengan yang diminta Pembimbing."
"Jadi?"
"Di buku ini, ada teori skripsi Nunik!"
"Mau beli?"
"Tapi cuma sedikit! Tak sampai setengah halaman..."
"Coba lihat!"
Kau buka buku di tanganmu. Kau ajukan padaku. Jarak beberapa meter, pramuniaga memperhatikan. Kau tunjukkan padaku. Kuanggukkan kepala.
"Bawa pena, kan?"
"Eh?"
"Kertas juga! Jangan buku tulis!"
Kau terkejut. Tapi ikuti ucapanku. Kau serahkan pena dan kertas. Kucatat judul buku, penulis, penerbit dan tahun terbit. Juga halaman yang kau tunjuk. Kau menahan tawa. Mengerti maksudku. Kulipat kertas. Kumasukkan saku belakang celanaku.
"Teorinya enam baris ini, kan?"
"Iya!"
"Nik hafalkan tiga baris. Sisanya Mas!"
"Hah?"
"Jangan tanya. Lakukan aja!"
Suaraku pelan. Nyaris berbisik. Pramuniaga, bergerak pelan ke arahmu. Kau kutinggal. Aku berjalan ke rak buku politik dan hukum. Pramuniaga tak lagi ikuti langkahku, tapi segera pergi mengawasi pengunjung lain. Agak lama, aku kembali berdiri di sampingmu. Kuanggukkan kepala. Kau tersenyum. Serahkan buku di tanganmu padaku.
"Masih cari buku lain?"
"Gak!"
"Sudah hafal tiga baris?"
"Iya!"
"Tunggu Mas di bawah!"
Tak bersuara. Sambil gelengkan kepala. Kau balikkan tubuhmu, menuju lantai satu. Secepat mampuku. Kuhafalkan tiga barisku. Berpacu dengan langkah pramuniaga, kukira mulai tak nyaman. Pramuniaga sudah di sisiku. Saat kuletakkan buku ke susunan rak. Kulempar senyum, kutinggalkan pramuniaga, yang sisakan senyum terpaksa.
Aku bergegas ke lantai satu. Kau menungguku di depan toko. Lagi menulis sesuatu. Tak bicara, kuraih pena dan kertas di tanganmu. Terburu menulis hafalanku. Kau tertawa.
"Main rebut aja!"
"Sebentar! Jangan ganggu. Nanti Mas lupa!"
"Haha..."
"Udah!"
"Mas ngajarin curang,ya?"
"Itu cara hemat!"
"Alasan, kan?"
"Iya!"
"Iiih..."
#Nik
#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustaintEnough #BorntoFight #ThereisaWay #SpeakYourMind #UnforgettableMoment
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H