"Iya. Mas sisakan sepiring!"
"Haha..."
Aku tersenyum. Tanganku terlambat. Kau lebih cepat. Memegang erat. Kertas dan pulpen itu. Segera berdiri. Berjalan menuju kasir. Dan kembali. Duduk dikursimu. Disisiku. Kau tertawa. Aku garuk kepala.
"Haha! Nik sudah tahu!"
"Apa?"
"Senyum Mas! Nik curiga..."
"Eh...?"
"Pesanan itu. bakalan Mas ubah, kan?"
Aku tertawa. Siang itu, taktikku terbaca. Tiga tahun, nyaris usai. Kau jadi tahu usilku. Apatah lagi, tentang makan minum. Beberapa kali berhasil. Tapi setahun terakhir, lebih banyak gagal. Aku harus mencari cara baru. Siang itu, harimu. Kau rayakan gagalku dengan tawa. Tapi aku suka.
Meja sudah kembali bersih. Ada dua gelas, bersisa setengah. Berisi teh manis dan jus alpokat. Tasmu dan rokok serta korekku. Piring sudah diambil pelayan. Kantin sudah mulai sepi. Kau lirik jam di tangan kirimu. Kau ajukan ke hadapku, aku tersenyum. Kau menatapku.
"Sudah jam satu. Gak jadi kuliah?"