Mohon tunggu...
Achmad Zaky
Achmad Zaky Mohon Tunggu... Wiraswasta - Business Development at WBA Indonesia

Experiential Longlife.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Supremasi Konstitusi dan Keadilan di Indonesia

23 Juli 2023   19:29 Diperbarui: 23 Juli 2023   19:47 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sidang perdana yang digelar, dua penggugat meminta Mahkamah Konstitusi untuk mempertegas aturan mengenai larangan kampanye di tempat ibadah agar tidak menimbulkan kontradiksi dan memastikan hak-hak konstitusional mereka terjamin. Mereka mengungkapkan kekhawatiran bahwa penjelasan pasal tersebut dapat menghambat hak mereka untuk mendapatkan keadilan dalam memilih.

Salah satu anggota kuasa hukum pemohon, juga menyoroti aturan kampanye di fasilitas pemerintah yang khawatir akan ketidaknetralan pemerintah dalam memberikan fasilitas kampanye dapat merugikan peserta pemilu yang bukan pengusung atau pendukung pemerintah. Selain itu, penggunaan fasilitas umum sebagai tempat kampanye dapat menyebabkan persepsi negatif terhadap proses politik dan mengurangi partisipasi masyarakat.

Terhadap tempat pendidikan sebagai area kampanye, para penggugat dan kuasa hukumnya menilai aturan tersebut berpotensi mengakibatkan ketidaknetralan para pendidik. Pendidikan memiliki tugas untuk mencerdaskan bangsa, sehingga para pendidik seharusnya netral dan tidak berpihak pada kekuasaan politik tertentu. Kampanye di tempat pendidikan berpotensi membagi institusi pendidikan ke dalam berbagai aliran politik.

Dalam petitumnya, para pemohon juga meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf f UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

Dalam upaya untuk menjaga demokrasi yang sehat dan berkeadilan, masyarakat berharap Mahkamah Konstitusi dapat mempertimbangkan pentingnya pembatasan kampanye di tempat ibadah dan fasilitas pemerintah agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak-hak konstitusional.

Masyarakat melalui individu-individu yang menggugat, menyoroti urgensi untuk menjaga netralitas pemerintah dan institusi pendidikan dalam proses pemilu, semua ingin agar kampanye pemilu dilaksanakan di tempat-tempat netral dan non-religius, sehingga partisipasi masyarakat dapat lebih maksimal dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu.

Selain itu, pengajuan gugatan tersebut juga menekankan perlunya penegasan dari Mahkamah Konstitusi mengenai aturan larangan kampanye di tempat ibadah agar tidak ada penafsiran ganda dan kontradiksi dalam implementasinya, di mana setiap aturan yang berkaitan dengan proses pemilu sesuai dengan prinsip konstitusionalisme dan tidak merugikan hak-hak konstitusional warga negara.

Gugatan dan Tuntutan untuk Penerbitan SIM oleh Kementerian Terkait.

Seorang warga Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Leon Maulana Mirza Pasha, mengajukan gugatan terhadap Pasal 87 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan ini diajukan dengan harapan agar MK menghapus pasal tersebut dan memberikan kewenangan penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) kepada menteri terkait.

Pada Pasal 87 Ayat 2 UU LLAJ, saat ini disebutkan bahwa SIM diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun, Leon berpendapat bahwa proses penerbitan SIM seharusnya dilakukan oleh menteri terkait, sebagaimana yang umumnya berlaku di berbagai negara lain.

Dalam gugatannya, Leon mengutip beberapa negara sebagai contoh, di mana penerbitan SIM dilakukan oleh badan atau departemen atau kementerian di bidang transportasi, perhubungan, infrastruktur, atau secara khusus kendaraan bermotor. Negara-negara yang dijadikan contoh antara lain: Amerika Serikat, Australia, Malaysia, dan Jepang, di mana kewenangan penerbitan SIM diberikan kepada pihak atau kementerian terkait.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun