"Rasa pertama karena ia rindu kepadamu dan saat ini kau pulang. Ia ingin mencurahkan rindunya padamu. Tapi kau bukan anak kecil lagi Dang. Tidak mungkin kau dicium lagi layaknya kau anak belasan tahun. Rasa kedua, ia bangga padamu nak akan keteguhan hatimu untuk agamamu. Kecerdasan akalmu untuk ilmu pesantrenmu. Ketulusanmu untuk membantu sesama muslim. Keberanianmu untuk pergi ke negeri yang jauh. Ia bangga atas keputusan hebat mu nak."
Aku tersadar. Ibu bukanlah ibu yang lemah. Ia sangat mencintai anaknya, tapi cinta atas kebaikan akan melebihi segalanya. Ia mencintai anak sulungnya, tapi mencintai Tuhan dan perintahnya adalah segalanya. Ia terlihat tak sekuat ayahku, tapi kekuatan ayahku adalah investasi ibu. Ia senantiasa menjadi bahan bakar ayah untuk mencapai segala kesuksesannya. {}
Menulis ini adalah senjata yang kuangkat untuk membela Muslim rohingya.
Bumisyafikri, 06/09/17
kunjungi: www.zakimu.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H