Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rohingya, Saya Datang

6 September 2017   07:24 Diperbarui: 6 September 2017   08:13 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*****

"Bagaimana, sudah kau tunaikan perintahku Dang?" pertanyaan permulaan yang meluncur dari bibir kyai karismatik itu.

"Sudah kyai. Saya baru tiba dan langsung menemui pa kyai. Takut saya lupa tidak laporan." Jawabku singkat. Seperti biasa, tatapanku ke lantai kuning serambi rumah Kyai Faqih. Aku tak berani menatapnya. Ini hal yang berbeda ketika aku mampu menatap kakek tua tadi malam.

"Ya wish.. sekarang kau sudah selesai dihukum. Ilmuku sudah kau serap, tinggal kau putuskan sendiri kelanjutannya." Lanjut Kyai Faqih yang membuatku bingung.

"Maksudnya kyai?" tanyaku terperangah.

Kyai Faqih berdiri dan menatap aku begitu tajam. Batinku merasakan itu. Ia pergi ke kamarnya dan hening sekali aku menunggu di rumahnya. Suara ribut dipondok perempuan lantai dua atas rumah kyai tak aku hiraukan. Aku menunggu penjelaasan kyai Faqih tentang nasibku selanjutnya. Aku merasa bahwa Kyai Faqih telah menyuruhku untuk pergi. Entahlah, apakah ini pengusiran jilid kedua atau aku dianggap provokator jenis baru. Entahlah, mungkin itu salah.

Beberapa lama, sekitar lima belas menit aku menunggu, Kyai Faqih baru keluar dari kamarnya. Ia menenteng sebuah kitab kecil agak sedikit tebal. Lalu dengan terbata, ia berkata:

"Dang, kau sudah lulus dari pesantren ini. Bukan Akang mengusirmu, pesantren ini rumah kedua mu. Tapi kau sudah lulus. Apa rencanamu setelah ini?"

"Maksud pa kyai? Apakah saya harus pulang secepat ini pa kyai?" tanya ku tambah penasaran.

"Iya, kau harus pergi sesuai dengan pengalaman dan janjimu kemarin dan tadi malam. Apa kau lupa dengan kata-katamu sendiri?" jawabnya. Kalimat itu memukul telak posisiku yang dalam dua hari ini selalu ingin berangkat ke Rohingya. Tapi, kata-katanya tidak jelas dan membuatku meraba-raba makananya.

Aku terdiam. Mulutku kelu untuk menjawab pertanyaan menusuk Kyai Faqih. Tidak pantas rasanya bila aku menjawab setiap pertanyaan. Biarlah aku diam dan menerima petunjuk kyai Faqih selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun