Mohon tunggu...
Zainur Rofieq
Zainur Rofieq Mohon Tunggu... Jurnalis - Zainurrofieq

Ust. Zainurrofieq, Lahir di Bandung, 17 Juli 1974 setelah lulus dari SMA Pesantren Cintawana pada tahun 1993, beliau sempat mondok di Bantargedang Islamic College (BIC) Kersanagara, Tasikmalaya. Kemudian tahun 1995 beliau melanjutkan pendidikannya ke Ma’had I’dadi dan Tsanawi Al Azhar Buuts Abbasiyyah di Kairo, Mesir. Tahun 1997 beliau mulai masuk Fakultas Syariah Universitas Al Azhar Cairo. Semasa kuliah di Cairo, selain menjadi guide untuk wisataan asing yang datang ke kota seribu menara ini, beliau juga menjadi koresponden Majalah Nasional FORUM Keadilan untuk wilayah Liputan Timur Tengah dan Afrika. Selain pernah menjadi Pemred TEROBOSAN, media mahasiswa Indonesia di Mesir, Beliau juga pernah menjabat sebagai Presiden Mahasiswa Indonesia di Mesir dan juga Sekjen Badan Kerjasama Pelajar se Timur Tengah (BKPPI-Timteng) Hasil konferensi Mahasiswa se-Timur Tengah pada tahun 2000 di Cairo. Sepulang dari Mesir tahun 2004, beliau aktif di berbagai kajian dan majelis taklim di wilayah Jakarta, Tasikmalaya dan Bandung. Beliau pernah menjabat sebagai Sekjen JIHAAR (Jaringan Alumni Al Azhar) di Bandung. Selain sering membimbing jemaah untuk Ibadah Haji dan Umrah, beliau juga aktif di Forum Komunitas Jalan Lurus (KJL) di Jakarta. Beliau juga membina Baitul Maal Wa Tamwii (BMT) Al Akhyar di Bandung. Beliau pernah juga menjabat sebagai Sekjen Paguyuban Alumni Al Azhar Mesir (PAAM), dan sekarang beliau menjadi ketua DPD SAPUHI JABAR. Pada tahun 2019 kemarin Alhamdulillah beliau dianugrahi TOKOH INSPIRASI RADAR TV 2019 dengan karyanya THE POWER OF KABAH DAN MANASIK QOLBU. Buku yang pernah ia tulis adalah Zionis Yahudi Mencaplok Irak (Mujahid Press, 2002), The Power of Ka’bah (Spirit Media Press), The Power of Syukur (Spirit Media Press), Tegar Hati dengan Dikir Al-Ma’tsurat, Ruqyah Syar’iyyah wa Asmaul Husna (Spirit Media Press). Kesibukannya saat ini adalah membuka Training Spiritual Journey melalui Al Bina Training Center dan mempunyai Travel Umroh Haji yang bernama PT. SPIDEST INTERNASIONAL dan PT. GETWAY TOUR AND TRAVEL. Saat ini beliau berdomisili di Komplek Pesantren Cintawana Singaparna, Tasikmalaya Jawa Barat bersama istri, Iva Navisah, dan ketiga anaknya, Nabil Mu’tasim Zain, Galbi Munawar Zain dan Alicia Fatma Zen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyiarkan Agama (Islam) yang Toleran dan Moderat (Wasathiyyah) Melalui Media

25 Mei 2023   19:22 Diperbarui: 25 Mei 2023   19:24 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyiarkan Agama (Islam) yang Toleran dan Moderat (Wasathiyyah) Melalui Media

Oleh : Zainurrofieq, M.Hum

Bahasan

Peran agama Islam dalam mengokohkan NKRI memang telah diakui menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah bangsa. Sebagai model lembaga pendidikan Islam yang khas, pesantren bukan sekedar tempat menuntut ilmu, melainkan menjadi basis perjuangan dalam menentang penjajahan di bumi pertiwi.

Maka akhirnya, harus diakui kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan sang proklamator, Ir. Soekarno adalah buah perjuangan mengangkat senjata yang dilakukan oleh semua agama, salah satunya kaum santri yang notabene berasal dari kalangan pesantren.

Perjalanan bangsa Indonesia pasca merdeka yang secara historis telah terbagi menjadi 3 era, yakni 1. Orde Lama 2. Orde Baru 3. Orde Reformasi.

Menyoal pola dan konsep apa yang dipakai dalam mencapai tujuan tersebut, aspek pendidikan adalah lokomotif penting yang menyetir perihal akan dibawa kemana arah pendidikan di negeri ini.

Takdapat dipungkiri bahwa sebagai negara yang menjunjung tinggi norma agama berdasarkan Pancasila secara tersurat maupun tersirat meniscayakan bahwa NKRI adalah negara dengan penganut keyakinan beragama, memastikan perbedaan keyakinan beragama serta merawat kerukunan antar umat beragama.

Maka dapat dipahami bahwa arah pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan hanya dibangun badannya, melainkan dengan jiwanya sebagai satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

Momentum Harsiarda 2023 yang digagas KPID Jawa Barat sesungguhnya adalah merefleksikan kembali bagaimana semangat mensyiarkan agama, khususnya Islam sebagai salah satu agama di Indonesia harus terus didengungkan diberbagai media. Ia tidak hanya dapat dilakukan dari ceramah ke ceramah, tidak hanya dari sorogan ke sorogan seperti di dunia pesantren. Tetapi, melalui pesatnya teknologi dan informasi, syiar keagamaan mesti fleksibel, dinamis dan inklusif terhadap kemajuan zaman dengan memanfaatkannya sebagai media dakwah yang efektif, salah satunya dengan melalui penyiaran seperti di radio dan semacamnya.

Pertanyaannya adalah syiar keagamaan seperti apa yang mesti dilakukan?.

1. Syiar Keagamaan Yang Toleran

Tidak dapat dipungkiri, terlepas dari kata toleran yang ditempatkan sebagai tesa atau anti tesa dalam dinamika kehidupan beragama di negeri ini, wajar saja jika toleran menjadi jargon serta ghiroh pemerintah Republik Indonesia yang melihat keberagaman di Negeri ini tengah mendapatkan tantangan yang berupaya menghancurkan sendi-sendi Bangsa.

Ideologi yang berupaya mengubah Pancasila memang begitu nyata. Ia didakwahkan melalui media, ceramah dari rumah ke rumah hingga secara terbuka melalui pengajian-pengajian khusus yang didalamnya mengkaji tentang sistem negara yang me jadi pembenaran kelompoknya.

Maka jika ia adalah tantangan, jawaban atas duduk perkara itu adalah dengan menggencarkan syiar keagamaan yang toleran, memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa agama (Islam) hadir dalam rangka mengentaskan setiap permasalah sosial yang hadir di negeri ini. Menawarkan keyakinan yang melihat perbedaan bukan sebagai masalah, tetapi menjadi kekuatan yang jika bersama-sama akan tercipta negeri yang disampaikan Rasulullah Saw, yakni negeri Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur.

2. Syiar Keagamaan yang Moderat

Sedari dulu, kalangan pesantren di Nusantara, khususnya kalangan Nahdliyin khatam betul dengan semangat Washatiyyah, yakni berpikir dan bertindak moderat.

Hal ini bukan tanpa dasar. Seperti yang diungkap sebagaimana kalangan NU, al-muhafadzah 'alal qodimis sholih, wal akhdzu bil jadidil ashlah adalah hikmah kalam yang disadari atau tidak merupakan satu hal yang merawat keutuhan negeri ini.

Bangsa Indonesia begitu besar, kaya dengan perbedaan suku, agama dan bahasa yang terhanpar dari Sabang sampai Merauke. Maka cara mengelolanyapun harus dengan hati dan pikiran besar, yakni dewasa menerima kepastian bahwa NKRI lahir atas rahmat Allah Swt yang terangkai dalam segala bentuk perbedaan sebagai kekuatan dan modal sosial didalam menentukan arah dan cita-cita bersama di masa depan. Bahkan, sebagai Pondok Pesantren yang memiliki riwayat panjang dalam mengarungi perjalanan sejarah Bangsa, Dawuh Abah Cipulus adalah menjaga negeri ini adalah kewajiban setiap masyarakat yang hidup dan mencari nafkah di negeri ini.

Untuk itulah, dengan semakin banyaknya tantangan keberagamaan di negeri ini, media, seperti penyiaran  adalah wasilah efektif untuk mensyiarkan agama yang penuh kasih, penuh rahmat dan penuh keberkahan bagi umat Islam di Indonesia khususnya, umumnya bagi umat Islam di dunia. Penyiaran bisa jadi sarana efektif untuk masyarakat agar dapat membedakan mana hoax atau bukan. Mana informasi yang relevan dan berkualitas ataupun yang bukan. Dan mana informasi yang mencerdaskan ataupun yang hanya memprovokasi saja.

Tentu syiar keagamaan (Islam) yang toleran dan moderat diyakini akan mampu diterima bukan hanya umat Islam, melainkan penganut agama lainnya di Indonesia maupun dunia.

Maka sekiranya peran moderasi beragama sangat diperlukan dalam mewujudkan syiar tersebut. Moderasi beragama merupakan upaya kreatif untuk mengembangkan sikap keagamaan di tengah berbagai kendala, seperti antara klaim kebenaran mutlak dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan arogan terhadap ajaran agama, serta antara radikalisme dan sekularisme.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "moderasi" berarti menghindari kekerasan atau menghindari yang ekstrem. Kata ini merupakan serapan dari kata "moderat", yang berarti sikap selalu menghindari perilaku atau keterbukaan yang ekstrim, dan kecenderungan ke jalan tengah. Sedangkan kata "moderator" berarti orang yang bertindak sebagai perantara (hakim, arbiter, dll), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang mengarahkan diskusi atau pembahasan masalah, alat mesin yang mengendalikan arus bahan bakar atau sumber tenaga.

Maka ketika kata "moderasi" disandingkan dengan kata "religius", menjadi "religious moderation", maka istilah tersebut merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari sikap ekstrem dalam praktik keagamaan. Gabungan kedua kata tersebut mengacu pada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrim (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang memadukan semua elemen dalam kehidupan masyarakat, menyatukan dan menyatukan. negara. dan bangsa Indonesia..

Diantara pengalaman moderasi beragama terkhusus didalam agama islam diantaranya adalah sebagai berikut ;

  1. Kedudukan Islam diantara keragaman dan keberagamaan Nusantara

Indonesia merupakan negara dengan keragaman suku, suku, budaya, bahasa dan agama yang hampir tiada tandingannya di dunia. Selain enam agama yang paling dianut masyarakat, terdapat ratusan bahkan ribuan suku bangsa, bahasa dan aksara daerah, serta kepercayaan lokal yang ada di Indonesia.

Dengan realitas kemajemukan masyarakat Indonesia, dapat dibayangkan betapa beragamnya pendapat, pandangan, keyakinan dan kepentingan setiap warga negara, termasuk dalam beragama. Untungnya, kita memiliki satu kesatuan bahasa, bahasa Indonesia, sehingga perbedaan keyakinan ini tetap dapat dikomunikasikan, dan ini memungkinkan orang untuk saling memahami. Namun dari waktu ke waktu gesekan tetap ada karena kesalahan penanganan keragaman.

Dari sudut pandang agama, keragaman adalah anugerah dan kehendak Tuhan; Allah pun tidak sulit untuk membuat hamba-hamba-Nya berseragam dan tidak seragam. Tetapi adalah kehendak Tuhan bahwa umat manusia beragam, etnis dan nasional, dengan tujuan membuat hidup menjadi dinamis, saling belajar dan saling mengenal.

Maka dengan adanya agama Islam sebgai agama mayoritas di Nusantara menjadikan upaya toleransi lebih bertumpu pada agama Islam karena statusnya sebagai mayoritas. Maka kehidupan bernegara dan beragama seungguhnya tidaklah bertentangan. Di dalam bernegara kita dituntut agar selalu menjaga harkat martabat Negara dan sesame penduduknya, begitupun dalam beragama di dalam Islam juga dianjurkan pula hal tersebut. Maka islam di Nusantara mempunyai peran yang penting di dalam agenda moderasi beragama di Nusantara.

  1. Moderasi agama dalam konteks lokal

Dalam konteks moderasi beragama, tradisi lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam tidak boleh digunakan. Namun tradisi lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat digunakan, namun al-aadah muhakkamah (adat yang dapat dijadikan acuan hukum fikih) memodifikasi lokalitas budaya dan kepribumian Islam. Ada istilah fiqih lokal.

Mengingat strategi dakwah walisongo dilakukan secara damai, bukan dengan paksaan. Strategi dakwah Walisongo dijalankan dengan pendekatan budaya.

  1. Moderasi agama dalam konteks nasional

Pada saat ideologi bangsa disusun, ada kompromi yang luar biasa antara nasionalisme dan Islamisme. Maka diambil jalan tengah yaitu ideologi Pancasila yang bukan negara agama atau negara sekuler, tetapi semua pemeluk agama bebas menjalankan ajarannya masing-masing. Pancasila dianggap hasil kompromi, darul Mitsaq meminjam istilah NU atau darul 'ahdi wasy syahadah meminjam istilah Muhammadiyah atau tauhid nasionalisme meminjam istilah dari Sukarno. Ada juga 4 pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan negara kesatuan Republik Indonesia. Agama berfungsi sebagai sumber nilai, sumber moral yang pada hakekatnya secara integral mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara, bernegara secara bersama-sama. Pada dasarnya semua agama mengajarkan nilai-nilai kerukunan, menolak kefanatikan. Begitu juga dengan karakter budaya masyarakat Indonesia yang ramah, suka bekerja sama.

Saat ini, dengan sifat demokrasi, kebebasan berekspresi, akses arus transnasional, keterbukaan informasi, misalnya media sosial. Semua orang seolah-olah bebas berbicara di ruang publik, seolah-olah orang bebas untuk berbagi (public share), sehingga menimbulkan "perang" informasi yang berupa opini publik dan bahkan postingan kebenaran.Pada dasarnya setiap sekte dan kelompok sudah memiliki website sendiri, termasuk kelompok moderat, namun keadaan menjadi tidak seimbang ketika ada hoax yang membuat orang saling bermusuhan, fitnah, provokasi, ujaran kebencian, dan mudahnya orang kafir/menyesatkan. Untuk kembali seimbang perlu dicek dan dicek lagi, kritik sumber dan konten, filter dulu sebelum di share. Dimungkinkan juga untuk menambahkan lebih banyak aspek konten moderat.

  1. Moderasi agama dalam konteks peradaban kemanusiaan global

Wajar jika seorang manusia dibenci karena suku, agama, jenis kelamin, dan faktor lainnya. Yang sering dilupakan adalah bahwa sisi seseorang sebagai manusia yang harus saling menghargai seringkali dilupakan, dihalangi oleh pakaian etnik, agama, gender dan lain-lain.

Dengan moderasi beragama yang diasosiasikan dengan globalisasi, kita bisa menerima yang sejalan dengan agama dan budaya bangsa dan dengan bijak menolak atau menyaring cara pandang, sistem nilai yang tidak sejalan dengan agama dan budaya bangsa, sambil berdakwah.

Di sisi lain ada juga beberapa poin berkaitan dengan wasathiyyah Islam atau Islam Moderat yang dihasilkan dari pertemuan ulam-ulam dunia yang berlangsung di Bogor yang dikenal dengan sebutan   'Pesan Bogor ' yaitu sebuah komitmen umat untuk menjunjung tinggi wasathiyyah Islam. Pertemuan ini pun dihadiri oleh sekitar 100 tokoh terkemuka Islam di seluruh dunia, dan salah satu diantaranya adalah Grand Syeikh Al-Azhar, Ahmed Muhammad Ahmed Al-Thayyeb.

Bukti dari komitmen para cendekiawan Muslim dunia dalam menjunjung tinggi wasathiyyah Islam guna mengatasi berbagai macam realitas peradaban modern telah menghasilkan beberapa poin penting dalam Pesan Bogor, dalam pesan tersebut para ulama sepakat mengaktifkan kembali paradigma wasathiyah Islam sebagai ajaran Islam pusat dan menjunjung tinggi nilai-nilainya budaya hidup dan kolektif

Ada tujuh nilai utama wasathiyah Islam yang termaktub dalam Pesan Bogor yaitu:

1. Tawassut, posisi di jalur tengah dan lurus.

2. I'tidal, berperilaku proporsional dan adil dengan tanggung jawab.

3. Tasamuh, mengakui dan menghormati perbedaan dalam semua aspek kehidupan.

4. Syura, bersandar pada konsultasi dan menyelesaikan masalah melalui musyawarah untuk mencapai konsensus.

5. Islah, terlibat dalam tindakan yang reformatif dan konstruktif untuk kebaikan bersama.

6. Qudwah, merintis inisiatif mulia dan memimpin untuk kesejahteraan manusia.

7. Muwatonah, mengakui negara bangsa dan menghormati kewarganegaraan.

Melalui Pesan Bogor ini, para ulama juga mendorong negara-negara Muslim dan komunitas untuk mengambil inisiatif untuk mempromosikan paradigma wasathiyah lslam, melalui World Fulcrum of Wasatiyyat Islam, "dalam rangka membangun Ummatan Wasatan, sebuah masyarakat yang adil, makmur, damai, inklusif, harmonis, berdasarkan pada ajaran Islam dan moralitas."

Peran media dalam Syiar Keagamaan Islam yang Toleran

Media sosial adalah teknologi canggih terkomputerisasi untuk memudahkan pertukaran ide, pemikiran dan informasi, melalui jaringan dan komunitas virtual.

Internet dan media sosial sekarang sudah ada digunakan sebagai sumber informasi banyak digunakan, terutama untuk pemantauan berita. Informasi ringan serius dan penting, termasuk informasi yang berhubungan dengan agama. Meningkatnya penggunaan media sosial untuk berkomunikasi Agama juga mempengaruhi cara beragama.

Maka dari permasalahan yang sebenarnya adalah penggaungan terkait moderasi beragama atau Islam yang toleran ramai sekali digaungkan di ranah akademik, bahkan di berbagai universitas dari berbagai fakultas sudah ada mata kuliah yang berkaitan dengan moderasi beragama. Namun pada kenyataannya permasalahan yang begitu nyata dan dekat di kehidupan sehari-hari adalah penyebaran hal-hal yang bertolak belakang dengan nilai Islam toleran  itu banyak tersebar di ranah media. Hal itu menjadikan bukti bahwa peran media sangat berpengaruh besar di dalam penyebaran pemahaman serta sebuah pemikiran.

Oleh karena itu peran media di dalam syiar keagamaan Islam yang toleran sangat berperan penting. Tentunya guna untuk menahan serta memproteksi masayarakat terkhusus muslim agar tidar terperdaya ke dalam pemikiran yang merugikan diri sendiri dan juga masayarakat.  

Sikap moderasi sangat penting bergema untuk menciptakan hubungan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Pentingnya moderasi difokuskan terbiasa menjalankan ajaran Islam moderat, yaitu sikap umat Islam terhadap sesamanya menghargai perbedaan dan mengakui perbedaan sebagai sebuah keniscayaan. Karena sebenarnya, moderasi beragama adalah formula menanggapi secara efektif dinamika Abad Pertengahan penyebaran intoleransi, ekstremisme dan intoleransi yang terlalu mengada-ada dapat merusak perdamaian antara satu sama lain rakyat.

Hal penting seperti ini sekiranya bisa terlaksana melalui syiar moderasi. Namun tentunya jikalau dilihat sosialisasi moderasi beragama tidak seaktif penyebaran dari gejolak intoleransi, ekstrimisme, dan fanatisme. Walaupun syiar keagamaan Islam yang moderat hanyalah sebagian kecil dari solusi di tengah keberagaman ini.

Dengan adanya media, penyampaian pesan penting guna meng-counter pemahaman yang tidak baik akan menjadi lebih efektif serta mudah dan cepat. Bahkan sebuah penelitian terdahulu menyebut bahwa saat ini, fenomena cyberreligion (mengaji agama di internet) gencar dilakukan seiring dengan berkembangnya dakwah melalui media online.

Urgensi moderasi beragama ini semestinya digaungkan dengan memanfaatkan media sosial sebagai wadah untuk menyebarkan syiar-syiar positif. Setidaknya ada beberapa alasan tentang pentingnya konten bernuansa moderat di social media di antaranya adalah :

Pertama, Menampilkan Islam Sebagai Agama Humanis 

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi asas humanisme yang didalamnya teranut nilai etis dan sosial yang banyak. Pentingnya berlaku baik terhadap sesama manusia, termasuk memiliki sikap toleran sejatinya merupakan sikap yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini terbukti dari dakwah beliau dalam menyebarkan agama Islam yang sangat toleran. Di antara kisah yang banyak diketahui adalah ketika Rasulullah melakukan perjalanan hijrah ke Kota Madinah selepas pihak kaum kafir Quraisy melakukan pemboikotan kepada umat Islam yang berada di kota Mekkah. Kemudian Rasulullah menjadikan suku Aus dan Khazraj saling damai, mengingat sebelum Rasulullah hijrah, keduanya tidak pernah akur dan damai. Tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah tentu saja menanamkan sikap toleran kepada kedua pihak tersebut sehingga dapat saling menerima satu sama lain.

Sikap toleran ini sejatinya juga senada dengan prinsip humanisme, bahwa nilai yang berlaku umum tidak hanya datang dari wahyu, melainkan percaya bahwa manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan daripada yang lain yakni akal dan budi. Maka berdasarkan prinsip humanisme bahwa saat seseorang hanya patuh kepada dogmatisasi agama belaka tanpa berpikir dengan mendalam mengenai esensi yang hadir dalam pikirannya tersebut antara kebenaran ataupun kesalahan, sehingga dalam persepsi paham ini manusia sudah membuat pengingkaran terhadap kemampuan lebih yang dipunyai. Artinya adalah setiap orang dituntut untuk memfilter berbagai informasi atau pemikiran yang diterimanya termasuk berhati-hati ketika menyikapi pahampaham yang menyulutkan ekstrimisme dan radikalisme.

Hadirnya konten moderasi setidaknya dapat menurunkan tendensi ketegangan intolerensi dan menampilkan potret Islam yang humanis. Syiarsyiar yang ditampilkan dapat menyejukkan dengan seruan untuk saling menghargai perbedaan satu sama lain. Pada akhirnya, melalui konten-konten positif ini akan terjalin interaksi di media sosial untuk terus menambah spirit menggaungkan sikap moderasi. Selain itu, konten moderasi yang ditampilkan setidaknya dapat menyaingi kontenkonten konservatif yang marak tersebar di berbagai platform media social.

Kedua, Mengubah Paradigma dari Qabilah Menuju Ummah 

Fanatisme terhadap kelompok masingmasing dapat menjadi bibit intoleransi yang begitu banyak menjamur. Terlebih bagi mereka yang menganut pemahaman eksklusif, fanatisme adalah sesuatu yang mutlak. Mereka akan menolak berbagai pandangan yang menurut mereka berbeda dari paham yang dianut. Sikap fanatisme ini muncul terkadang diakibatkan oleh manhaj-manhaj yang saling bersikukuh dengan pemahamannya masingmasing, namun tidak diimbangi dengan sikap yang netral. Akibatnya akan menganggap pemahaman yang berbeda adalah salah dan semakin besar menimbulkan perpecahan.

Memandang kausalitas tersebut, maka sepatutnya konten moderasi ini amat penting dalam mengubah paradigma fanatisme yang sejatinya hanya berkutat pada qabilah (kelompok sendiri) menuju ummah (kelompok secara umum). Hal ini bertujuan untuk memberi edukasi tentang memahami perbedaan yang harus dilihat secara komprehensif. Selain itu, justifkasi-justifikasi berlebihan yang memunculkan stigma negatif juga dapat hilang ketika konten moderasi yang menyejukkan terus disebar di media sosial. Esensi dari konten moderasi akan meluruskan dan memperluas persepsi melalui klarifikasi serta pendalaman substansi. Maksudnya adalah melihat fenomena yang ada lebih mendalam dengan mempertimbangkan berbagai factor.

Ketiga, Revitalisasi Islam Kaffah 

Fenomena yang tidak terelakkan dewasa ini adalah ketika banyak generasi muda yang berbondong-bondong mengkaji agama secara instan melalui internet. Fenomena ini lebih dikenal dengan istilah cyberreligion (Hatta, 2018). Namun terkadang susbtansi yang didapat justru masih bersifat setengah-setengah. Mereka mengambil yang disuka, tetapi meninggalkan dan mengacuhkan yang dirasa berat. Akibatnya adalah mereka akan terpapar pemahaman yang cenderung aneh dan terlihat kaku. Sebab pada dasarnya ajaran Islam harus dipahami secara komprehensif bukan secara parsial.

Berpijak dari fenomena tersebut, konten moderasi berperan dalam mengkampanyekan Islam yang holistis dan menyeluruh. Sebab sejatinya, sikap moderat mencoba untuk memahami Islam dari berbagai sisi, tidak condong kepada salah satu bagiannya saja. Selain itu, dalam memahami esensi Islam yang sesungguhnya, konten moderasi menyajikan berbagai perspektif yang seimbang agar sebuah fenomena dapat disikapi secara wajar. Sejatinya, memahami agama secara menyeluruh juga merupakan bagian dari ikhtiar untuk mewujudkan sikap beragama yang moderat.

Maka dengan adanya wasilah penyiaran yang berbasis penyebaran pemahaman agama ini tentunya sangat diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat serta mampu menjadi wasilah di dalam menjaga keharmonisan di ranah berbangsa dan bernegara serta beragama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun