Maka sekiranya peran moderasi beragama sangat diperlukan dalam mewujudkan syiar tersebut. Moderasi beragama merupakan upaya kreatif untuk mengembangkan sikap keagamaan di tengah berbagai kendala, seperti antara klaim kebenaran mutlak dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan arogan terhadap ajaran agama, serta antara radikalisme dan sekularisme.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "moderasi" berarti menghindari kekerasan atau menghindari yang ekstrem. Kata ini merupakan serapan dari kata "moderat", yang berarti sikap selalu menghindari perilaku atau keterbukaan yang ekstrim, dan kecenderungan ke jalan tengah. Sedangkan kata "moderator" berarti orang yang bertindak sebagai perantara (hakim, arbiter, dll), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang mengarahkan diskusi atau pembahasan masalah, alat mesin yang mengendalikan arus bahan bakar atau sumber tenaga.
Maka ketika kata "moderasi" disandingkan dengan kata "religius", menjadi "religious moderation", maka istilah tersebut merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari sikap ekstrem dalam praktik keagamaan. Gabungan kedua kata tersebut mengacu pada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrim (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang memadukan semua elemen dalam kehidupan masyarakat, menyatukan dan menyatukan. negara. dan bangsa Indonesia..
Diantara pengalaman moderasi beragama terkhusus didalam agama islam diantaranya adalah sebagai berikut ;
- Kedudukan Islam diantara keragaman dan keberagamaan Nusantara
Indonesia merupakan negara dengan keragaman suku, suku, budaya, bahasa dan agama yang hampir tiada tandingannya di dunia. Selain enam agama yang paling dianut masyarakat, terdapat ratusan bahkan ribuan suku bangsa, bahasa dan aksara daerah, serta kepercayaan lokal yang ada di Indonesia.
Dengan realitas kemajemukan masyarakat Indonesia, dapat dibayangkan betapa beragamnya pendapat, pandangan, keyakinan dan kepentingan setiap warga negara, termasuk dalam beragama. Untungnya, kita memiliki satu kesatuan bahasa, bahasa Indonesia, sehingga perbedaan keyakinan ini tetap dapat dikomunikasikan, dan ini memungkinkan orang untuk saling memahami. Namun dari waktu ke waktu gesekan tetap ada karena kesalahan penanganan keragaman.
Dari sudut pandang agama, keragaman adalah anugerah dan kehendak Tuhan; Allah pun tidak sulit untuk membuat hamba-hamba-Nya berseragam dan tidak seragam. Tetapi adalah kehendak Tuhan bahwa umat manusia beragam, etnis dan nasional, dengan tujuan membuat hidup menjadi dinamis, saling belajar dan saling mengenal.
Maka dengan adanya agama Islam sebgai agama mayoritas di Nusantara menjadikan upaya toleransi lebih bertumpu pada agama Islam karena statusnya sebagai mayoritas. Maka kehidupan bernegara dan beragama seungguhnya tidaklah bertentangan. Di dalam bernegara kita dituntut agar selalu menjaga harkat martabat Negara dan sesame penduduknya, begitupun dalam beragama di dalam Islam juga dianjurkan pula hal tersebut. Maka islam di Nusantara mempunyai peran yang penting di dalam agenda moderasi beragama di Nusantara.
- Moderasi agama dalam konteks lokal
Dalam konteks moderasi beragama, tradisi lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam tidak boleh digunakan. Namun tradisi lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat digunakan, namun al-aadah muhakkamah (adat yang dapat dijadikan acuan hukum fikih) memodifikasi lokalitas budaya dan kepribumian Islam. Ada istilah fiqih lokal.
Mengingat strategi dakwah walisongo dilakukan secara damai, bukan dengan paksaan. Strategi dakwah Walisongo dijalankan dengan pendekatan budaya.
- Moderasi agama dalam konteks nasional
Pada saat ideologi bangsa disusun, ada kompromi yang luar biasa antara nasionalisme dan Islamisme. Maka diambil jalan tengah yaitu ideologi Pancasila yang bukan negara agama atau negara sekuler, tetapi semua pemeluk agama bebas menjalankan ajarannya masing-masing. Pancasila dianggap hasil kompromi, darul Mitsaq meminjam istilah NU atau darul 'ahdi wasy syahadah meminjam istilah Muhammadiyah atau tauhid nasionalisme meminjam istilah dari Sukarno. Ada juga 4 pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan negara kesatuan Republik Indonesia. Agama berfungsi sebagai sumber nilai, sumber moral yang pada hakekatnya secara integral mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara, bernegara secara bersama-sama. Pada dasarnya semua agama mengajarkan nilai-nilai kerukunan, menolak kefanatikan. Begitu juga dengan karakter budaya masyarakat Indonesia yang ramah, suka bekerja sama.