Ranggawarsita menciptakan tiga era ini sebagai pengingat bahwa nilai-nilai moral memiliki peran penting dalam menjaga tatanan sosial yang baik. Dalam konteks korupsi di Indonesia, tiga era ini relevan untuk memahami bagaimana masyarakat mengalami kemerosotan moral yang mendalam dan menjadi lahan subur bagi perilaku koruptif.
Korupsi tidak hanya berdampak pada ekonomi dan pembangunan, tetapi juga mengikis nilai-nilai luhur bangsa, seperti gotong-royong dan kepercayaan. Korupsi sering dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik dan merupakan cerminan dari krisis moral yang digambarkan oleh Ranggawarsita dalam Kalabendhu. Sebagai negara yang memiliki landasan Pancasila dengan nilai-nilai seperti keadilan dan kemanusiaan, fenomena korupsi di Indonesia menjadi ancaman besar terhadap cita-cita bangsa.
Mempelajari tiga era ini penting untuk memahami bahwa setiap kemerosotan moral dapat dimulai dari krisis ketidakpastian, yang kemudian mengarah pada krisis besar jika tidak segera diatasi. Ranggawarsita menulis karya ini bukan hanya sebagai bentuk protes, tetapi juga sebagai peringatan dan panduan untuk memperkuat nilai-nilai luhur masyarakat dalam menghadapi tantangan zaman. Hal ini sangat penting bagi Indonesia saat ini, di mana upaya pemberantasan korupsi belum berhasil mengatasi akar masalah dari perilaku koruptif yang sudah mengakar
Apa hubungannya fenomena korupsi di Indonesia dengan Ranggawarsita Tiga era ini?
Hubungan antara fenomena korupsi di Indonesia dengan pemikiran Tiga Era Ranggawarsita (Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu) terletak pada pandangannya mengenai kondisi sosial-moral yang berperan dalam membentuk kualitas kehidupan masyarakat. Melalui Tiga Era, Ranggawarsita memberikan gambaran perubahan moral dan integritas yang dialami masyarakat seiring waktu, di mana penurunan nilai-nilai luhur menyebabkan krisis keadilan dan kemerosotan sosial. Fenomena korupsi di Indonesia dapat dilihat sebagai refleksi dari kondisi yang Ranggawarsita gambarkan, khususnya dalam masa Katatidha dan Kalabendhu.
Berikut adalah hubungan antara pemikiran Ranggawarsita dan fenomena korupsi di Indonesia:
1. Kalasuba: Era Tanpa Korupsi dan Kepemimpinan yang Ideal
Kalasuba adalah simbol era keemasan, masa di mana kepemimpinan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur seperti keadilan, kejujuran, dan kebijaksanaan. Dalam konteks ini, Kalasuba menggambarkan kondisi ideal yang diharapkan ada di Indonesia, di mana pemimpin berintegritas tinggi dan kepentingan rakyat diutamakan.
Pada masa seperti ini, korupsi hampir tidak mungkin terjadi karena struktur sosial dan kepemimpinan yang kuat dan beretika. Namun, Indonesia saat ini masih jauh dari kondisi ideal Kalasuba, karena korupsi masih banyak ditemukan di berbagai sektor.
2. Katatidha: Krisis Moral dan Awal Munculnya Korupsi
Katatidha mencerminkan masa ketidakpastian dan mulai terkikisnya nilai-nilai luhur. Pada masa ini, kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin mulai goyah, dan kerap kali kepentingan pribadi mulai mengambil alih keadilan. Era Katatidha adalah fase peralihan di mana korupsi mulai muncul karena adanya krisis nilai dan moralitas.