Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keputusanmu

3 Oktober 2021   19:22 Diperbarui: 3 Oktober 2021   19:24 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lama-lama aku sering uring-uringan dengan sikapmu kepada anakmu. Kamu begitu memanjakannya. Apapun seperti ingin kamu penuhi. Padahal kamu dan aku hanya orang yang biasa-biasa saja. Untuk biaya makan saja masih kesulitan. Sementara gajiku juga untuk membantu ibu, bapak dan saudara-saudaraku.

Dan apalagi aku yang dibiasakan selalu rekasa atau prihatin terlebih dahulu, tentu tak setuju dengan sikapmu. Kamu selalu membiarkan anakmu sesuai keinginannya. Jarang belajar. Bahkan kamu seperti membela anakmu yang lebih sering memegang handphone daripada belajar. 

Oh iya, kami tinggal di rumah orangtuaku karena kamu juga tidak punya rumah untuk tinggal bersama. Dan tidak mungkin menyewakan rumah untuk tinggal bersama. Karena sebenarnya menyediakan tempat tinggal itu adalah kewajibanmu, bukan kewajibanku.

"Aku hanya ingin sekali-kali pergi bersama kamu, mas.. Kalau tidak bisa ya sekali-kali berangkat kerja barengan, aku mbonceng kamu..", pintaku saat itu.

Tetapi lagi-lagi tanggapanmu di luar dugaanku. Karena menurutmu ada anak yang harus diajak berangkat dan pulangnya. Itu benar. Tapi tak seharusnya selalu seperti itu kan? Aku kecewa tentu saja.

***

Hingga akhirnya kamu selalu ingin dimengerti. Kamu dan anakmu tepatnya. Sementara aku hanya harus mengerti kalian. Bahagia hanya untuk kamu berdua saja.

"Aku ingin Neno besok bisa menjadi seperti kakeknya, dik..".

Harapanmu begitu besar kepada anakmu untuk seperti kakeknya yang seorang tentara. Dan selalu itu yang kamu bahas ketika duduk bersamaku. Stres aku memikirkan jalan pikiranmu. Mengapa yang kamu pikirkan sudah terlalu jauh untuk anakmu, sementara yang untukku seperti tak ada.

Keinginanku untuk mendapatkan keturunanpun seperti kau abaikan. Karena ku lihat kamu lebih fokus kepada anakmu. Aku tak ingin menyalahkan anakmu. Tetapi hanya menginginkan pengertianmu. Pernikahan ini bukan hanya sekedar masa depanmu dan anakmu. Tetapi juga masa depanku denganmu.

Hatiku sedih tak karuan. Seharusnya awal pernikahan ku rasakan bahagia. Seperti pernikahan orang lain. Selalu bersama kemanapun pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun