Mohon tunggu...
Zahra Amalia S
Zahra Amalia S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkawinan dalam Islam dan PPN

27 Maret 2023   19:34 Diperbarui: 27 Maret 2023   19:44 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia

Hukum perdata di Indonesia tentu tidak hadir begitu saja, ini merupakan bentuk adopsi dari kitab hukum yang berasal dari Perancis. Dulunya para warga asing menggunakan kitab undang-undang hukum perdata hukum yang berlaku bagi warga pribumi memiliki karakteristik yaitu sifatnya lokal yang setiap daerah pasti memiliki badan baku yang telah menjadi hukum sosial dan tidak terkecuali hukum yang menyangkut perikatan. Penduduk di Indonesia terdapat perbedaan kepercayaan dan keyakinan dalam hukum jika dilihat dari agama yang dianut. 

Dengan ini maka perlu diketahui bahwasanya Indonesia menjadikan agama sebagai hukum positif dan tidak pula memisahkan antara agama dengan negara. Misalnya hukum perdata Islam di Indonesia. 

Hukum perdata Islam di Indonesia merupakan suatu peraturan atau hukum yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban perseorangan di lingkup kewarganegaraan Indonesia. Atau bisa juga diartikan sebagai suatu hukum atau peraturan adat yang resmi dan mengikat, yang di kukuhkan oleh pemerintahan, serta bertujuan mengatur hak dan hubungan antara orang dengan orang dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. 

Contoh secara umum yaitu hukum yang berhubungan dengan pernikahan, perceraian, kewarisan, atau pun mengatur masalah kebendaan. Sedangkan contoh secara khusus yaitu berkaitan dengan hukum jual beli, utang piutang, sewa menyewa,upah dll. 

2. Prinsip perkawinan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI

Prinsip perkawinan sesuai dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa suatu perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu artinya dalam UU ini tidak memperboleh kan adanya perkawinan beda agama. Sebuah hubungan perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan dengan menggunakan cara yang benar baik menurut hukum agama, hukum adat, dan hukum peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Prinsip perkawinan dalam UU no. 1 Tahun 1974 adalah: 

a.Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

b. Sahnya perkawinan itu sangat sah tunduk pada ketentuan setiap hukum agama dan kepercayaan

c. Prinsip monogami

d. Calon pasangan harus matang secara mental dan fisik

e. Mempersulit terjadinya perceraian

f. Hak dan status pasangan adalah seimbang

  Syarat-syarat perkawinan merupakan suatu komponen yang harus ada dan yang menentukan sah atau tidaknya suatu perbuatan. Jadi syarat perkawinan yang harus ada meliputi :

- Harus berdasarkan persetujuan kedua mempelai.

- Mendapatkan izin dari orang tua.

- Usia kedua mempelai telah terpenuhi atau sesuai dengan aturan yang berlaku.

- Kedua mempelai tidak ada hubungan darah.

- Tidak terikat pernikahan dengan orang lain. 

3. Analisis tentang mengapa pernikahan yang dilakukan tidak dicatatkan atau tidak dilakukan pencatatan di depan PPN? Serta bagaimana solusi untuk mengatasi masalah pencatatan perkawinan.

Yang melatarbelakangi suatu pernikahan tidak dicatatkan langsung di depan PPN yaitu di karenakan tidak terpenuhinya syarat dan atau rukun perkawinan ( salah satu mempunyai istri atau suami, kedua mempelai berbeda agama, menikah secara kontrak ).

Cara mengatasinya yaitu PPN melakukan lebih banyak sosialisasi kepada para calon mempelai bahwa pencatatan nikah merupakan hal yang sangat penting, karena dengan dicatatkannya pernikahan tersebut dapat melindungi hak-hak kedua belah pihak jika suatu hari muncul hal yang tidak diinginkan. 

Dalam penyeleksian data diri, PPN juga harus jeli dalam melihat keaslian data pada calon mempelai agar tidak ada kekeliruan dalam proses perkawinan yang mengakibatkan kerugian pada salah satu pihak.  Misalnya A dan B akan menikah, B merupakan perantau yang sudah memiliki istri di daerah asalnya, akan tatapi ia ingin menikah lagi dengan A di tempat tinggal perantauan tersebut.

 Ia mengaku kepada A bahwa ia belum menikah. Tanpa sengaja ppn juga lalai sehingga si B dapat menikah lagi dengan si A menggunakan status / data diri palsu. Hal itu merupakan suatu kerugian yang dialami oleh pihak A dan pihak B(istri) juga tertipu meskipun ia belum mengetahui bahwa suaminya menikah lagi.

4. Mengapa pencatatan nikah harus dilakukan dan apa hikmahnya? 

Pencatatan perkawinan menurut Islam yaitu tuntutan perkembangan dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan yang bertujuan mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Pencatatan perkawinan diatur dalam undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 2 ayat (2) yang merumuskan bahwa "tiap-tiap perkawinan dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". 

Jadi pencatatan perkawinan merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan karena dengan mencatatkan perkawinan kita mendapatkan kepastian hukum atas suatu perkawinan yang telah dilakukan dan menjadi bukti atas suatu kelahiran yang menyatakan bahwa anak itu sah di mata hukum, serta menjadikan kita manusia yang taat hukum. 

Perkawinan yang tidak dicatatkan juga sangat merugikan seorang perempuan karena perempuan tidak dianggap sebagai istri yang sah, istri tidak berhak atas nafkah dan warisan apabila suaminya meninggal dunia, istri tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perceraian, karena perkawinan tersebut secara hukum tidak sah. 

Hikmah dari pencatatan perkawinan yaitu dengan pencatatan perkawinan menjadikan kita seseorang yang taat hukum, mendapatkan hak-hak serta memberikan perlindungan terhadap status pernikahan. 

5. Pendapat para ulama dan KHI tentang pernikahan wanita hamil 

Kawin hamil adalah kawin dengan seorang perempuan dengan keadaan hamil dikawinkan dengan laki-laki yang menjadi penyebab kehamilan tersebut, maupun dengan laki-laki yang bukan menjadi penyebab kehamilan.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak diatur mengenai persoalan perkawinan wanita hamil diluar pernikahan.Artinya bahwa apabila dalam suatu pernikahan sudah terpenuhi rukun dan syarat dalam hukum agama, maka perkawinan tersebut dianggap sah. Pendapat ulama tentang perkawinan wanita hamil yaitu haram dikarenakan atau sama saja wanita itu zina. Imam Ahmad bin hambal juga menyatakan bahwa tidak boleh melangsungkan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki sampai ia melahirkan. 

Para ulama' sepakat bahwa pernikahan wanita hamil di luar nikah dengan laki-laki yang menghamilinya adalah sah. Ulama' mazhab yang empat (Hantarafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali) berpendapat bahwa pernikahan keduanya sah dan boleh bercampur sebagai suami istri, dengan ketentuan bila si pria itu menghamilinya dan kemudian baru ia mengawininya. 

Menurut KHI dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak mengatur mengenai persoalan pernikahan wanita hamil diluar nikah artinya jika dalam suatu pernikahan telah terpenuhi rukun dan syarat maka diperbolehkan, jadi pernikahan wanita hamil tersebut dianggap sah. 

6. Perceraian merupakan perbuatan yang halal namun dibenci oleh Allah SWT, apa saja yang dilakukan untuk menghindari perceraian ?

Hal yang dapat dilakukan untuk menghindari atau terhindar dari suatu perceraian yaitu :

* Dengan menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan

* Menghindari sifat egois 

* Menghargai dan memperlakukan pasangan dengan baik 

* Menghindari tindakan kekerasan 

* Berdoa kepada Allah agar memiliki keluarga sakinah mawadah warohmah. 

7. Jelaskan judul buku nama peranan pengarang dan kesimpulan tentang buku yang telah direview serta inspirasi yang didapat setelah membaca buku !

Buku hukum waris Islam di Indonesia perbandingan kompilasi hukum Islam dan fiqih Sunni) merupakan karya yang ditulis oleh Dr.H sukris samardi S. Ag. M.H yang diterbitkan Aswaja pressindo bertujuan menguraikan tentang hukum waris Islam di Indonesia dilihat dari kompilasi hukum Islam dan fiqih Sunni. Di dalamnya membahas tentang hukum kewarisan yang dijelaskan secara terperinci. Tujuan dari adanya hukum waris yaitu agar keberadaan mengenai harta peninggalan tersebut dapat dibagi sesuai dengan hak nya masing-masing. Inspirasi yang dapat saya ambil dari buku ini yaitu saya menjadi lebih memahami tentang kewarisan secara hukum KHI dan hukum menurut pendapat lain ( fiqh sunni ) . 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun