Mohon tunggu...
Zahra Amalia S
Zahra Amalia S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkawinan dalam Islam dan PPN

27 Maret 2023   19:34 Diperbarui: 27 Maret 2023   19:44 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Cara mengatasinya yaitu PPN melakukan lebih banyak sosialisasi kepada para calon mempelai bahwa pencatatan nikah merupakan hal yang sangat penting, karena dengan dicatatkannya pernikahan tersebut dapat melindungi hak-hak kedua belah pihak jika suatu hari muncul hal yang tidak diinginkan. 

Dalam penyeleksian data diri, PPN juga harus jeli dalam melihat keaslian data pada calon mempelai agar tidak ada kekeliruan dalam proses perkawinan yang mengakibatkan kerugian pada salah satu pihak.  Misalnya A dan B akan menikah, B merupakan perantau yang sudah memiliki istri di daerah asalnya, akan tatapi ia ingin menikah lagi dengan A di tempat tinggal perantauan tersebut.

 Ia mengaku kepada A bahwa ia belum menikah. Tanpa sengaja ppn juga lalai sehingga si B dapat menikah lagi dengan si A menggunakan status / data diri palsu. Hal itu merupakan suatu kerugian yang dialami oleh pihak A dan pihak B(istri) juga tertipu meskipun ia belum mengetahui bahwa suaminya menikah lagi.

4. Mengapa pencatatan nikah harus dilakukan dan apa hikmahnya? 

Pencatatan perkawinan menurut Islam yaitu tuntutan perkembangan dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan yang bertujuan mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Pencatatan perkawinan diatur dalam undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 2 ayat (2) yang merumuskan bahwa "tiap-tiap perkawinan dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". 

Jadi pencatatan perkawinan merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan karena dengan mencatatkan perkawinan kita mendapatkan kepastian hukum atas suatu perkawinan yang telah dilakukan dan menjadi bukti atas suatu kelahiran yang menyatakan bahwa anak itu sah di mata hukum, serta menjadikan kita manusia yang taat hukum. 

Perkawinan yang tidak dicatatkan juga sangat merugikan seorang perempuan karena perempuan tidak dianggap sebagai istri yang sah, istri tidak berhak atas nafkah dan warisan apabila suaminya meninggal dunia, istri tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perceraian, karena perkawinan tersebut secara hukum tidak sah. 

Hikmah dari pencatatan perkawinan yaitu dengan pencatatan perkawinan menjadikan kita seseorang yang taat hukum, mendapatkan hak-hak serta memberikan perlindungan terhadap status pernikahan. 

5. Pendapat para ulama dan KHI tentang pernikahan wanita hamil 

Kawin hamil adalah kawin dengan seorang perempuan dengan keadaan hamil dikawinkan dengan laki-laki yang menjadi penyebab kehamilan tersebut, maupun dengan laki-laki yang bukan menjadi penyebab kehamilan.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak diatur mengenai persoalan perkawinan wanita hamil diluar pernikahan.Artinya bahwa apabila dalam suatu pernikahan sudah terpenuhi rukun dan syarat dalam hukum agama, maka perkawinan tersebut dianggap sah. Pendapat ulama tentang perkawinan wanita hamil yaitu haram dikarenakan atau sama saja wanita itu zina. Imam Ahmad bin hambal juga menyatakan bahwa tidak boleh melangsungkan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki sampai ia melahirkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun