2. Hadits Nabi SAW
Hadits Nabi SAW merupakan penjelasan dan pelengkap Al-Qur'an. Nabi ditugaskan oleh Allah untuk menafsirkan wahyu yang diterimanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ جَآءُوكَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ ٱللَّهَ وَٱسْتَغْفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُوا۟ ٱللَّهَ تَوَّابًۭا رَّحِيمًۭا
> “Dan Kami tidak mengutus seorangpun rasul, kecuali dengan izin-Mu. Dan jika mereka, setelah berbuat zalim, datang kepada-Mu dan memohon ampun kepada Allah, dan Rasulullah juga meminta ampun kepada-Mu, maka niscaya mereka akan mendapati Allah yang maha bertaubat dan maha penyayang. »
(QS. An-Nisa: 64)
Nabi menjelaskan ayat-ayat umum dan memberikan rincian hukum-hukum khusus. Misalnya perintah salat dalam Al-Quran (QS. Al-Baqarah: 110) yang menjelaskan cara menunaikannya melalui hadis.
3. Ijmaâ dan Ijtihad Para Sahabat
Para sahabat yang merupakan generasi pertama umat Islam mempunyai ilmu Al-Quran yang mendalam karena mereka tinggal bersama Nabi. Konsensus mereka menjadi rujukan penting, terutama untuk memahami ayat-ayat yang memerlukan penafsiran lebih dalam. Contohnya adalah tafsir Abdullah bin Abbas terhadap ayat:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَا
> “Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menghalangi penyebutan nama Allah di masjid-masjid-Nya dan berusaha menghancurkannya?”
(QS. Al-Baqarah: 114)