"Kita harus kuat, Yati. Demi kebahagiaan Aisyah di sana." Mas Tejo mendekatiku, lalu memapaku untuk duduk kembali di kursi.
***
"Kamu wanita kuat, Cantik. Aku yakin itu. Ikhlaskan Aisyah, ya. " Mas Walid menatapku penuh makna. Dia rela kembali dari luar kota demi menghadiri pemakaman Aisyah dan tentunya untuk menghiburku.
"Terima kasih, Mas. Kerjaanmu bagaimana?" Aku menatap wajah Mas Walid.
"Sudah enggak usah dipikirkan Kerjaanku banyak yang menghendel. Yang penting calon istriku ini ceria kembali," ucapnya sembari hendak mencolek hidungku. Namun, tidak kena karena aku menghindar lebih dulu. Padahal hidungnya lebih menggemaskan. Mancung. Daripada hidungku, pesek.
Setelah semua pelayat pulang, tinggal aku, Mas Walid dan Mas Tejo.
Baca juga:Â Wanita Malam dari Desa (Bab 10)
"Yati, aku rela kamu menikah lagi. Yang penting kamu bahagia. Maafkan aku selama ini yang tak bisa membahagiakanmu," ucap Mas Tejo.
"Jaga dia, ya, Bro," sambungnya seraya menepuk pelan pundak Mas Walid, lantas berlalu menyisakanku dan Mas Walid.
"Siap, Mas. Jangan khawatir." Nada Mas Walid sedikit tinggi supaya Mas Tejo yang sudah jalan lebih dahulu mendengarnya.
Aisyah kami pulang dulu. Ibu doakan kamu bahagia di sana. Semoga kelak kita bertemu di surga. Aamiin.