"Silakan diminum dulu, Yati."
"Terima kasih, Mas." Kebetulan sekali tenggorokanku sedang butuh asupan air minum.
"Sebenarnya, aku ...."
"Ada apa, Mas?"
Mas Tresno menatapku tajam. Bagaikan harimau yang hendak menerkam mangsanya. Dia pun beringsut mendekatiku. Aku takut dan menjauh darinya. Namun, Mas Tresno justru menarik lenganku. Tangannya hendak mencopot kancing bajuku.
"Mas, jangan, Mas," ucapku setengah menjerit.
"Dari awal aku menyukaimu, Yati. Tolong terima cintaku." Napasnya jelas sekali di telingaku tak beraturan.
"Tapi, ini tak baik, Mas." Aku hendak melarikan diri, tetapi dia berhasil meraih tanganku yang akhirnya tubuhku jatuh di pelukannya.
"Jangan, Mas. Tolong! Tolong!" Aku memberontak sekuat tenaga. Tak berhasil, sedangkan dia sudah mulai mencopoti kancing bajuku satu persatu. Akhirnya kugigit tangannya, lalu lari keluar dari rumah itu. Lari sekuat tenaga. Tiba-tiba ada mobil lewat yang hampir menabrakku.
"Yati." Dari kaca mobil itu kepala Pak Tohir menyembul.
"Pak, boleh saya menumpang, Pak. Tolong saya, Pak. Cepat."