"Kok, lama ke kamar mandinya?" tanya Mas Walid dengan nada datar.
"Iya tadi antre di kamar mandi wanita."
"Antre apa antre?" Mas Walid menolehku, lalu matanya tajam memindai ke seluruh badanku.
"Maksudnya?"
"Kamu ngapain tadi ngobrol dengan pelayan restoran itu? Kalian sepertinya akrab." Kedua alis Mas Walid bergerak ke atas.
"Anu ... itu ...."
"Itu?" tanyanya lagi dengan mendekatkan wajahnya kepadaku.
"Itu mantan suamiku, Mas ...."
Belum sempat aku melanjutkan pembicaraan, Mas Walid sudah menyela, "Oh, mantan. Kirain siapa."
"Kalian ngobrol apa?" lanjutnya lagi. Sepertinya dia makin penasaran. Akan tetapi, wajahnya sudah kembali di posisi semula.
"Kami mengobrolkan anak kami yang masih terbaring di rumah sakit. Sudahlah Mas menyerah saja. Aku, kan, sudah bilang aku janda punya anak satu." Aku menekankan kembali soal posisiku. Mana tahu Mas Walid lupa, kan. Aku tak mau membuatnya menyesal di kemudian hari.