"Kenapa, Yati?" Mas Walid tiba-tiba menyembul dari balik pintu kamar ruang tempat aku dirawat.
"Eh, Mas Walid sudah kembali. Tidak pa-pa. Hanya sedikit pusing kepala." Aku menggaruk kepala yang tak gatal.
"Obatnya sudah diminum?" tanya Mas Walid. Wajahnya penuh kekhawatiran.
"Sudah, Mas."
"Ini saya belikan baju. Tolong dipakai." Dia menyodorkan tas kertas berwarna cokelat.
Aku raih tas itu. Kemudian, aku mengintip isinya.
"Kenapa harus repot-repot, Mas. Saya enggak pa-pa, kok."
"Sudah pakai saja sebagai menebus rasa bersalahku."
Sebelum kucoba ke kamar mandi yang berada di dalam ruangan ini. Kuberi tahu terlebih dahulu kepada Mas Walid. Kalau tadi ponselnya berdering terus.
"Dari siapa?"
"Tadi tertulis di sana nama 'Umi'."