Aku malu kalau terus terang. Lebih tepatnya gengsi dan jaga harga diri.
"Iya, saya ingat. Saya menyelipkan kertas yang berisi nomor saya. Berarti Mbak Yati menyimpan nomor saya di HP Mbak, ya. Terima kasih, Mbak." Dari ujung telepon terdengar suara tertawa di tahan.
Aku tak menjawab. Hanya senyum sedikit. Entah terdengar atau tidak oleh Mas Tresno. Beberapa detik tak ada yang bersuara di antara kami. Aku memutuskan untuk mengakhiri percakapan di telepon.
"Tunggu dulu, Mbak."
"Ada apa, Mas?" Sebenarnya aku agak sungkan jika harus berlama-lama bercakap dengan Mas Tresno. Namun, rasa penasaran mampu mengikis rasa itu. Mana tahu dapat voucer makan nasi goreng gratis, kan, lumayan. Eh, dasar pikiranku ini.
"Anu ...."
Lama tak ada lanjutan suara Mas Tresno.
"Kenapa, Mas?" Kali ini rasa penasaranku semakin tinggi.
"Enggak. Malam ini ada menu baru nasi goreng spesial, loh di warung saya. Mbak mau pesan? Nanti biar saya antar ke kos Mbk Yati. Kan, dekat."
Aku mendesah. Aku pikir ada semacam bonus gratis makan. Ternyata dia lagi promo menu barunya. Belum sampai aku menjawab pertanyaan Mas Tresno, tiba-tiba pintu kamarku ada yang gedor. Nah, kesempatan ini untuk mengakhiri percakapan dengan Mas Tresno.
"Oke. Boleh kapan-kapan aku telepon lagi, Mbak?" tanyanya setelah aku ingin mengakhiri percakapan.