Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data :
Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yakni mengacu kepad ahasil atau datya yang dimiliki unit pelayanan teknis pemasyarakatan. Data yang digunakan merupakan hasil penarikan di lapangan yang dilakukan oleh baik itu institusi ataupun peneiti di waktu sebelumnya. Penelitian juga mengandalkan literatur yang ada, dokumen hukum, dan kebijakan yang terkait dengan implementasi pemasyarakatan dan hak asasi manusia.
Hasil Penelitian dan Pembahasan : Penelitian menemukan bahwa perlakuan terhadap narapidana di bawah kebijakan Revitalisasi Pelaksanaan Pemasyarakatan sejalan dengan perspektif hak asasi manusia. Kebijakan ini menekankan sikap dan perubahan perilaku narapidana melalui tes penempatan dan optimalisasi proses di dalam lembaga pemasyarakatan..Dalam penelitian ini pembatasan permasalahan yang akan di bahas terkait penerpan Hak Asasi Narapidanan dalam Revitalisasi Pemasyarakatan. Revitaliasasi Penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan menerapakan metode pembinaan. Apabila memperhatikan secara keseluruhan proses yang ada di dalam Revitalisasi penyelenggaraan tersebut telah memenuhi aspek-aspek Ham yang di amanatkan di dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sebagaimana konsep Pemasyarakatan tentang pemulihan kesatuan hidup, kehidupan, dan penghidupan narapidana guna mengembalikan narapidana ke masyarakat tetap menjadi tujuan Revitalisasi. Hal ini menunjukkan walapun adanya ide atau gagasan revitalisasi terhadap Pemasyarakatan, konsep pemidaan yang dilakukan kepada narapidana tetap sama yakni tidak memfokuskan pada balas dendam tetapi mengupayakan untuk menginsafkan narapidana untuk tidak mengulang perbuatan yang salah yang merugikan dirinya dan orang lain serta mendorong narapidana taat pada norma sosial masyarakat, agama, dan hukum yang berlaku. Serta tetap memandang narapidana tidak hanya sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek yang sama dengan manusia lainnya yang harus di hormati hak asasinya. Lapas Minimum Security merupakan Lapas dengan perlakuan yang menitik beratkan pemberian reintegrasi dan output pembinaan yang mengarahkan pada hasil produksi barang atau jasa berskala industri. Oleh karena itu narapidana diberikan kelonggaran dalam pengamanan dan diberikan kepercayaan serta tanggung jawab akibat perubahan sikap dan perilaku. Hal ini dilakukan untuk memotivasi narapidana meningkatkan kemandirian dan produktivitas narapidana. Perwujudan Lapas Minimum Security ialah Lapas terbuka. Dimana dalam konsep yang diterapkan Lapas terbuka dengan Community Based Corrections yakni metode pembinaan dengan melibatkan unsur masyarakat serta dengan memberikan pengamanan yang lebih minimum bahkan tanpa jeruji besi layaknya Lapas yang seperti pada umumya yang bertujuan reintegration (penyatuan kembali) dengan masyarakat.(Hamja, 2015) Sehinga dengan konsep yang ada Lapas terbuka memiliki tujuan melakuykan treatment berjenjang terhadap upaya perubahan perilaku narapidana.
Dalam hal segi keamanan, tentunya ada pembedaan pembatasan gerak narapidana yang ditempatkan di lapas super maksimum dan di lapas minimum. Dalam hal pembatasan narapidana yang berada dalam tahap ini tidak diberikan hak reintegrasi seperti remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat. Pembatasan pada klasifikasi narapidana yang ditempatkan pada Lapas Super Maximum Security di tinjau dalam persepektif Ham, pada dasarnya pemenjaran merupakan pembatasan gerak bagi individu untuk secara leluasa bergerak bebas di masyarakat sebagaimana dalam konsepsi Pemasyarakatan. Di dalam tahap tersebut terdapat pembatasan-pembatasan gerak one men one cell hingga mengarah pada proses reintegrasi sosial narapidana. Apabila menganalisis kebijakan tersebut di dalam konsep Ham pembatasan yang dilakukan untuk tujuan tertentu di perbolehkan. Hal ini mengacu pada Ham yang terogolong non-derogable right (Ham yang tidak bisa dikurangi pemenuhannya) dan derogable rights (Hak yang bisa di kurangi pemenuhannya) (Matompo, 2014). Dalam konteks perlakuan terhadap narapidana pada tahap Super Maximum Security hal tersebut merupakan derogable rights (Hak-hak yang dapat di kurangi pemenuhannya) dimana narapidana yang di klasifikasikan merupakan narapidana yang memiliki resiko tinggi dimana syarat narapidana yang masuk merupakan narapidana membahayakan keamanan negara dan atau membahayakan keselamatan masyarakat. Hal tersebut berimplikasi pada keadaan kondusifitas suatu negara, apabila narapidana tersebut tidak di tangani secara serius maka di khawatirkan akan mengganggu ketertiban di masyarakat yang menimbulkan keresahan dan menganggu kedaulatan negara. Pembatasan tersebut di perkuat dengan Pasal 28J ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan setiap orang harus tunduk dan patuh terhadap pembatasan yang di tetapkan sebagai bentuk pengakuan dan menjamin hak orang lain dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat sebgaimana yang di amanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945. Dalam pembatasan hak yang tidak di perbolehkan adalah yang bertentangan dengan nonderogable right, sebagaimana di nyatakan dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yaitu hak hidup, hak tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak tidak diperbudak, hak diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Selain pembatasan hak tersebut narapidana tetap diberikan hak-haknya sesuai dengan hak narapidana dan tidak mengabaikan sistem pembinaan sebagai nilai-nilai Ham. Diharapkan dengan strategi yang ada pada revitalisasi juga dapat memotivasi masyarakat untuk dapat memahami tujuan dan filosofi Pemasyarakatan dan berperan dalam upaya pemulihan narapidana kembali ke lingkungannya. Karena di dalam revitalisasi juga menekankan keterlibatan masyarakat pada proses perbaikan narapidana.
Kelebihan dan Kekurangan serta Saran :
Penelitian memberikan pendekatan yang sistematis dan terstruktur untuk mengumpulkan dan menganalisis data, memungkinkan untuk menghasilkan temuan yang andal dan valid. Ini berkontribusi pada perluasan pengetahuan dan pemahaman di berbagai bidang, membantu mengatasi kesenjangan dalam literatur dan teori yang ada. Penelitian dapat mengarah pada aplikasi dan solusi praktis, menginformasikan pengambilan kebijakan, pengambilan keputusan, dan meningkatkan praktik di berbagai domain. Penelitian dapat memakan waktu dan sumber daya intensif, membutuhkan investasi yang signifikan dalam hal waktu, pendanaan, dan keahlian. Ada potensi bias dan subjektivitas dalam desain penelitian, pengumpulan data, dan interpretasi, yang dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas temuan. Pertimbangan etis dan potensi bahaya bagi peserta perlu ditangani dan dikurangi dengan hati-hati dalam studi penelitian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H