JURNAL 1
Reviewer : Zacky Syahpurnama
Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.
Judul : Analisis Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kota Klaten
Penulis : Vincent Beriandis Salempang Utomo, Padmono Wibowo
Jurnal : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Volume & Tahun : Vol 8 No 1 - Juni 2021
Link Artikel Jurnal : http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/2163/1354
Pendahuluan / Latar Belakang :
Jurnal yang berjudul "ANALISIS BANGUNAN PEMASYARAKATAN KELAS IIB KOTA KLATEN" ini memberikan bukaan permasalahan yang didahului oleh kondisi overcrowded di Lapas. Hal itu menggiring arah tujuan penelitian tentang pentingnya bangunan dalam lapas dalam keberhasilan proses pembinaan narapidana.
Makalah penelitian berfokus pada analisis struktur bangunan dan fasilitas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Klaten, dengan tujuan mencari solusi untuk meningkatkan program rehabilitasi narapidana. Studi ini menyoroti pentingnya menyeimbangkan aspek material dan spiritual dalam proses rehabilitasi dan menekankan peran infrastruktur Lembaga Pemasyarakatan dalam mendukung upaya ini. Penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang tantangan yang dihadapi dalam sistem Lembaga Pemasyarakatan dan mengusulkan rekomendasi untuk perbaikan. Penulis berpendapat bahwa penelitan lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi fasilitas dan infrastruktur minimal di Lembaga Pemasyarakatan, yang menghambat efektivitas program rehabilitasi. Selanjutnya juga dijelaskan bahwasanya Negara Indonesia membuat suatu sistem yang diberi nama "Sistem Peradilan Pidana (SPP)" yang bertujuan untuk menegakan keadilan serta menegakkan keadilan hak asasi di warga Negara Indonesia. SPP ini terdiri dari 4 lembaga yang berwenang antara lain kepolisian, kejaksaan, kehakiman, pemasyarakatan.. Pemasyarakatan merupakan lembaga hukum dalam SPP yang kedudukannya paling terakhir, dengan tujuan utama nya yaitu mengembalikan faktor Hidup, faktor Kehidupan, serta faktor Penghidupan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan dasar hukum Pemasyarakatan yaitu Undang Undang No 12 Tahun 1995. Dengan Trend meningkatnya jumlah penghuni Lapas sudah dimulai sejak era 90-an, seiring berkembangnya peredaran narkoba di Indonesia. Hingga kini, hampir seperempat abad lamanya persoalan Overcrowded di Lapas masih menjadi persoalan panjang bagi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Kemanusiaan (Kemenkumham) khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS). Berbagai cara untuk penganggulangan masih saja ada di beberapa Lapas warga binaan yang tidur berjubel, seperti belum ada sentuhan penyelesaian. Alih-alih mengurangi tetapi jumlahnya semakin melesat memenuhi lapas dan Rutan di Indonesia.
Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian :
Konsep dan teori permasalahan dalam penelitian ini tidak secara ekslpisit di jelaskan dalam isi artikel. Namun dari hasil yang dipahami, penelitian ini berfokus pada analisis fasilitas di lapas dalam keberhasilan proses rehabilitasi sosial. Makalah penelitian ini berfokus pada analisis struktur bangunan dan fasilitas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Klaten dan pelaksanaan program rehabilitasi bagi narapidana. Ini menekankan pentingnya menyeimbangkan aspek material dan spiritual dalam proses rehabilitasi dan menyoroti perlunya perbaikan infrastruktur lembaga pemasyarakatan. Studi ini mengadopsi pendekatan penelitian deskriptif untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang tantangan yang dihadapi dalam sistem lembaga pemasyarakatan dan untuk mengusulkan rekomendasi untuk perbaikan.
Metode Penelitian :
Metode yang digunakan dalam penelitrtian ini ialah pendekatan kualitatif deskriptif. Hal itu bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang tantangan yang dihadapi dalam sistem lembaga pemasyarakatan dan untuk mengusulkan rekomendasi untuk perbaikan. Dalam hal untuk mengumpulkan dan memanfaatkan informasi yang berkaitan dengan masalah utama, untuk mendapatkan gambaran data faktual. Kebanyakan data yang digunakan merupakan hasil penelitian terdahulu.
Obyek Penelitian :
Objek penelitian dalam sumber-sumber yang disediakan adalah analisis struktur bangunan dan fasilitas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Klaten, sebuah fasilitas lapas di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keterbatasan dan kekurangan infrastruktur lapas yang menghambat implementasi efektif program rehabilitasi bagi narapidana. Fokusnya adalah menemukan solusi untuk meningkatkan aspek material dan spiritual dari proses rehabilitasi dalam sumber daya dan fasilitas terbatas yang tersedia di lembaga pemasyarakatan.
Pendekatan Penelitian :
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam sumber yang disediakan adalah kombinasi dari penelitian deskriptif dan penelitian terapan. Studi ini mengadopsi desain penelitian deskriptif untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang tantangan yang dihadapi dalam sistem lembaga pemasyarakatan dan untuk menggambarkan keadaan infrastruktur dan fasilitas Lembaga Pemasyarakatan saat ini. Ini juga menggunakan pendekatan penelitian terapan untuk mengusulkan solusi praktis dan rekomendasi untuk meningkatkan program rehabilitasi dan mengatasi keterbatasan di fasilitas Lembaga Pemasyarakatan.
Jenis dan Sumber Data Penelitiannya :
Penelitian memanfaatkan hasil temuan penelitian yang serupa di waktu yang sebelumnya. Terkait data data pendukung mengenai jumlah satu dan lain hal juga merupakan diambil dari instansi lain.
Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data :
Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yakni pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan telah dipublikasikan secara luas, selanjutnya data diolah secara sistematis dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan melakukan penafsiran sehingga diperoleh kejelasan dan hubungannya antara satu dengan yang lainnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan :
Berdasarkan hal-hal diatas dan dalam meningkatkan standardisasi bangunan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Klaten kesimpulannya jelaslah sudah bahwa diperlukan banyak pembenahan di berbagai sektor terutama terkait sektor sarana prasara Lapas. Yang pertama terkait dengan kamar/sel, sangat mendesak sifatnya bahwa kamar/ sel untuk WBP harus diseragamkan/ disamakan kualitasnya, lalu untuk lapangan olahraga sebagai saran rekreasi dan ruang ibadah perlu diperhatikan juga. Menurut pendapat saya Beragama pada dasarnya merupakan kecenderungan manusia yang sesuai dengan insting dan fitrahnya untuk mengakui adanya kekuatan yang luar biasa di atas alam yang ada ini. Pada hakikatnya umat manusia itu di dalam hidupnya selalu diliputi oleh dua hal yang sangat dominan yaitu : Harapan dan kecemasan. Di samping itu kekaguman manusia atas segala proses yang terjadi di alam ini, pergantian siang dengan malam, timbulnya panas dan dingin, berpasang-pasangannya makhluk, dan berbeda-bedanya bentuk manusia sekalipun berasal dari ibu bapak yang sama. Dalam penelitian juga disebutkan dengan cara mengadakan indoor yang bisa dilakukan seperti pingpong, bulu tangkis, catur agar bisa mengurangi tingkat stress dari WBP lalu yang kedua membagi jam ibadah WBP disesuaikan dengan ruangan yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Klaten hal ini bertujuan untuk memaksimalkan ruangan yang ada dalam keterbatasan bangunan dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Klaten.
Kelebihan dan Kekurangan serta Saran :
Penelitian membantu dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah, mengatasi masalah sosial, dan meningkatkan kebijakan dan praktik. Ktu adalah kelebihannya. Terkait kekurangannya yakni Penelitian dapat memakan waktu dan sumber daya intensif, membutuhkan investasi yang signifikan dalam hal waktu, pendanaan, dan keahlian. Saran kedepannya bagi penulis dapat melakukan riset terakait data, karena dalam penelitian sangat terasa kurang dalam hal bahan dan data.
JURNAL 2
Reviewer : Zacky Syahpurnama
Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.
Judul : Analisis Hambatan Pelaksanaan Eksekusi Pidana Mati pada Pelaku Tindak Pidana Peredaran Narkotika di Dalam Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUUXIII/2015
Penulis : Kania Khairunisa , Dey Ravena
Jurnal : Jurnal Riset Ilmu Hukum
Volume & Tahun : Vol 1 No 1 - Juni 2021
Link Artikel Jurnal : https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRIH/article/view/59
Pendahuluan / Latar Belakang :
Jurnal yang berjudul “Analisis Hambatan Pelaksanaan Eksekusi Pidana Mati pada Pelaku Tindak Pidana Peredaran Narkotika di Dalam Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUUXIII/2015” ini langsung menuju ke topik bahasan yang akan dibahas oleh penulis, sehingga pembaca semakin mudah untuk memahami jurnal ini.
Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia bagi narapidana yang melakukan kejahatan narkotika di lembaga pemasyarakatan dan faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan hukuman mati dalam kasus distribusi narkotika di lembaga pemasyarakatan oleh narapidana terpidana yang telah dijatuhi hukuman mati. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis normatif dan analisis deskriptif sebagai spesifikasi penelitian. Faktor-faktor yang menyebabkan hambatan dalam pelaksanaan hukuman mati antara lain faktor legislasi, faktor penegakan hukum, faktor fasilitas dan fasilitas, dan faktor masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hambatan dalam pelaksanaan hukuman mati untuk kejahatan narkotika di lembaga pemasyarakatan, terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015. Diawali dengan kasus pengendalian narkotika dari dalam lembaga pemasyarakatan yang dilakukan oleh narapidana LAPAS Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, Medan yaitu Togiman alias Toni alias Toge atau yang dikenal dengan sebutan Toni Toge. Meskipun sudah mengantongi 2 vonis hukuman mati, pelaksanaan eksekusi hukuman mati kepada Toni Toge masih belum ditentukan. Selain kasus Toni Toge juga ada kasus yang serupa yaitu terhadap kasus tindak pidana narkotika Amiruddin alias Amir Aco alias Rahman dimana meskipun sudah divonis hukuman mati, terpidana masih belum dieksekusi. Akan tetapi hal tersebut dibatalkan karena terpidana mendapatkan grasi yang diberikan oleh presiden. Dari sannalah penelitian ini didasarkan bagaiman implementasui eksekusi terpidana mati dalam tatana hukum di indonesia.
Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian :
Konsep permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana sebenarnya hukum di indonesia dilaksanakan dan bagaimana sebaiknya menanggapi sudut pandang hgak asasi manusia terhadap hukuman atau terpidana mati.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi teori pemidanaan, teori faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana yaitu menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum), Faktor penegak hukum, Faktor sarana dan fasilitas, Faktor masyarakat, dan Faktor kebudayaan.
Metode Penelitian :
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yturidis normatif. pendekatan yuridis normatif untuk menganalisis pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia bagi narapidana yang melakukan kejahatan narkotika di lembaga pemasyarakatan dan rintangan dalam pelaksanaan hukuman mati dalam kasus distribusi narkotika di lapas oleh narapidana yang telah dijatuhi hukuman mati. Analisis deskriptif digunakan untuk memeriksa faktor-faktor yang menyebabkan hambatan dalam pelaksanaan hukuman mati. Secara keseluruhan metode kualitatif digunakan dalam rangkaian penelitian hingga mencapai penarikan kesimpulan.
Obyek Penelitian :
Objek penelitian dalam sumber-sumber yang disediakan adalah pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia bagi narapidana yang melakukan kejahatan narkotika di lapas dan rintangan dalam pelaksanaan hukuman mati dalam kasus distribusi narkotika di lapas oleh narapidana yang telah dijatuhi hukuman mati. Hal ini tercermin ketika ambil saja Salah satu contohnya adalah kasus pengendalian narkotika dari dalam lembaga pemasyarakatan yang dilakukan oleh narapidana LAPAS Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, Medan yaitu Togiman alias Toni alias Toge atau yang dikenal dengan sebutan Toni Toge. Meskipun sudah mengantongi 2 vonis hukuman mati, pelaksanaan eksekusi hukuman mati kepada Toni Toge masih belum ditentukan. Selain kasus Toni Toge juga ada kasus yang serupa yaitu terhadap kasus tindak pidana narkotika Amiruddin alias Amir Aco alias Rahman dimana meskipun sudah divonis hukuman mati, terpidana masih belum dieksekusi. Berdasarkan contoh tersebut dapat terlihat meskipun terpidana tindak pidana narkotika telah diberikan hukuman yang paling tertinggi yaitu hukuman mati akan tetapi tidak berpengaruh untuk menghentikan para narapidana tersebut untuk melakukan kembali tindak pidana dari dalam lembaga pemasyarakatan. Pemberian hukuman mati bagi Bandar Narkoba merupakan salah satu bentuk keseriusan negara terhadap penanganan kasus narkotika di negara ini.
Pendekatan Penelitian :
Pendekatan penelitian yakni pendekatan kasus dimana pengendalian narkotika dari dalam lembaga pemasyarakatan yang dilakukan oleh narapidana LAPAS Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, Medan yaitu Togiman alias Toni alias Toge atau yang dikenal dengan sebutan Toni Toge. Dalam situasi tersebut penjatuhan hukuman mati , penelitian berusaha menelaah bagaimana apabila terjadi pemberian grasi dari presiden. Hal ini sejalan dengan (PK) dan pemberian grasi oleh Presiden dapat menjadi alasan terpidana untuk menunda eksekusi hukuman matinya, seperti pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 Tentang Pengujian Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi Terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menghapus berlakunya Pasal 7 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi.
Jenis dan Sumber Data Penelitiannya :
Penelitian memanfaatkan ata untuk penelitian diperoleh melalui studi literatur, menggunakan bahan hukum primer yang didukung oleh materi hukum sekunder.
Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data :
Data diperoleh melalui studi literatur, yang menunjukkan penggunaan materi hukum sekunder untuk mengumpulkan informasi tentang pelaksanaan penegakan hukum dan hambatan dalam pelaksanaan hukuman mati untuk kejahatan narkotika di lembaga pemasyarakatan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan : Studi tersebut menemukan bahwa pelaku pelanggaran perdagangan narkotika yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan dapat diberikan sanksi pidana dan sanksi administratif. Dalam penjatuhan sanksi bagi pelaku tindak pidana khususnya pengedar seperti kasus terpidana Togiman alias Toni alias Toge atau yang lebih dikenal sebagai Tony Toge yang meskipun sedang melaksanakan masa tahanan sebagai menjalani pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang dikarenakan kasus peredaran narkotika sebelumnya, maka kepadanya diberlakukannya Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Berdasarkan pemaparan diatas pelaku tindak pidana peredaran narkotika yang dilakukan di dalam lembaga pemasyarkatan yang terdiri dari narapidana, dan sipir atau petugas Lapas yang dalam hal ini, penegakan hukum yang dilakukan adalah berdasarkan UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dengan sanksi pidana penjara terhadap sipir atau petugas lapas dan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan Dan Rumah Tahanan yaitu berupa penjatuhan sanksi administrative terhadap narapidana. Faktor-faktor yang menyebabkan hambatan dalam pelaksanaan hukuman mati untuk distribusi narkotika di lembaga pemasyarakatan antara lain faktor legislasi, faktor penegakan hukum, faktor fasilitas dan fasilitas, dan faktor masyarakat.Penelitian ini menyoroti pentingnya pemahaman pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia bagi narapidana yang terlibat dalam kejahatan narkotika di Lembaga Pemasyarakatan dan hambatan dalam pelaksanaan hukuman mati untuk distribusi narkotika di lembaga pemasyarakatan. Studi ini menekankan perlunya penegakan hukum yang efektif dan pertimbangan berbagai faktor untuk mengatasi tantangan dalam melaksanakan hukuman mati untuk kejahatan narkotika di lembaga pemasyarakatan.
Kelebihan dan Kekurangan serta Saran :
Kelebihan dalam penelitian ini adalah bahwasnaya topik yang dibawakan dalam tujujan penelitian relevan dengan kebutuhan hukum. Kemudian data yang disajikan juga memberikan cukup literasi dan studi literatur yang merinci. Penelitian ini jugha memberikan analisis yang mendalam secara kajian teori yuridis. Hanya saja dalam penarikan kesimpulan, dirasa penelitian ini masih memerlukan kajian lebih lanjut dan terkesan terburur burur, padahal masih banyak metode yang bisa diujikan pada tiap tiap asumsi yang muncul dalam penelitian. Kedepanya diperlukan penelitian serupa sehingga permaslahan hukum demikian bisa didapatkan hasil kajian akademis nya.
JURNAL 3
Reviewer : Zacky Syahpurnama
Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.
Judul : Analisis Yuridis Hak Asasi Manusia Di Dalam Revitalisasi Pemasyarakatan
Penulis : Chika Panji Ardiansyah
Jurnal : Journal Publicuho
Volume & Tahun : Vol 3 No 1 - Februari 2020
Link Artikel Jurnal : https://www.researchgate.net/publication/340163913_ANALISIS_YURIDIS_HAK_ASASI_MANUSIA_DI_DALAM_REVITALISASI_PEMASYARAKATAN
Pendahuluan / Latar Belakang :
Penelitian berfokus pada analisis hak asasi manusia dalam konteks kebijakan Revitalisasi Implementasi Pemasyarakatan. enelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami secara mendalam tentang treatment yang ada tentang Revitalisasi penyelenggaran Sistem Pemasyarakatan dalam pembinaan narapidana dalam perspektif Ham. Manfaat dalam penelitian ini agar dapat memberikan infromasi kepada pembaca tentang proses Pemasyarakatan dan memberikan sumbangsih dalam kajian Ilmu Pemasyarakatan. Sehigga diharapkan pembaca menjadi teredukasi dengan peran Pemasyarakatan dan selain itu juga dapat menambah kajian-kajian keilmuan di bidang Ilmu Pemasyarakatan. Hal tersebut didasarkan pada kondisi lapas di indonesia yang menunjukan Tingkat kejahatan yang semakin meningkat yang membuat kondisi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan (Rutan) menjadi over capacity (Kondisi kelebihan kapasitas). Dimana data Direktorat Jendral Pemasyarakatan yang di liris dalam laman smslap.ditjenpas.go.id per tanggal 2 Maret 2020 Jumlah narapidana dan tahanan 269.063 orang sedangkan kapasitas hunian 132.273 orang, sehingga terjadi over capacity telah mencapai 103 %. Akibat over capacity di dalam Lapas dan Rutan terjadi kondisi krisis akibat padatnya huniaan. Terlebih lagi Dampak over crowding dalam Lapas dan Rutan sangat besar. Dimana jumlah penghui yang berlebih di Lapas dan Rutan membuat kualitas pemenuhan hak dan pengelolaan yang rendah akibat dari beban kerja petugas yang melebihi kapasitas serta adanya cara-cara kekerasan guna memudahkan pengaturan penghuni.(Latifah, 2019) Dalam aspek anggaran akibat kondisi yang ada terjadi lonjakan anggaran makan penghuni yang signifikan dimana anggaran makan narapidana pada tahun 2018 sebanyak 1,391 triliun pada tahun 2019 menjadi sebnayak 1,79 triliun.(Ryandi, 2019) Hal tersebut juga mendorong meningkatnya kondisi stres narapidana yang berdampak tidak stabilnya psikologi narapidana. Akibat kondisi yang demikian terjadi potensi gangguan keamanan dan ketertiban sangatlah besar.
Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian :
Konsep dan teori permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pemberlakuan revitalisasi pemasyarakatan yang dihadapkan dengan konsep hak asasi manusia yang haruss dipenuhi dalam penyelenggaraaan pemasyarakatan. Peran Pemasyarakatan dalam penegakan hak asasi warga binaan pemasyarakatan (sebutan bagi pelanggar hukum yang menjadi binaan ) dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis dalam bidang Pemasyarakatan salah satunya Lapas. Lapas sebagai pelaksana pidana memiliki peran penting dalam hal perubahan perilaku narapidana. Lapas dituntut untuk dapat mengembalikan pemulihan narapidana, dimana narapidana dapat kembali dan di terima di masyarakat serta tidak mengulangi tindak pidananya. Tantangan dan tuntutan Lapas akibat kompleksitas kehidupan di masyarakat yang berimplikasi pada jumlah penghuni yang kian meningkat yang membuat Lapas menjadi over crowding yang membuat tujuan Pemasyarakatan untuk Reintegrasi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sulit di wujudkan perlu segera diatasi. Ide atau gagasan Revitalisasi Pemasyarakatan di anggap cocok untuk menjawab kondisi yang ada. Melalui Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan sebagai bentuk keseriusan dan babak baru upaya dalam mengatasi kompleksitas permasalahan Pemasyarakatan.
Metode Penelitian :
Metode penelitian yang digunakan yakni Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif dan konseptual untuk menganalisis perlakuan narapidana dari perspektif hak asasi manusia.
Obyek Penelitian :
Objek penelitian dalam sumber-sumber yang disediakan adalah perlakuan terhadap narapidana di bawah kebijakan Revitalisasi Pelaksanaan Pemasyarakatan dari perspektif hak asasi manusia.
Pendekatan Penelitian :
Pendekatan penelitian yakni pendekatan Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan dan dihubungkan dengan konsep ratifikasi deklarasi umum hak asasi manusia yang dijalankan di indonesia. Hal ini akan mengerucutkan penelitian kepada bagaimana perlakuan narapidana dengan konsep yang diberikan oleh revitasilasi pemasyarakatan tersebut.
Jenis dan Sumber Data Penelitiannya :
Penelitian memanfaatkan data sekunder berupa hukum primer yaitu peraturan Perundang - Undangan dan dokumen resmi negara/pemerintah khususnya UU No. 12 Tahun 1995 dan Rancangan Undang - Undang Pemasyarakatan. Selain bahan hukum primer, penelitian memanfaatkan bahan hukum sekunder yaitu buku/jurnal hukum dan pandangan/doktrin ahli hukum mengenai hukum Progresif.
Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data :
Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yakni mengacu kepad ahasil atau datya yang dimiliki unit pelayanan teknis pemasyarakatan. Data yang digunakan merupakan hasil penarikan di lapangan yang dilakukan oleh baik itu institusi ataupun peneiti di waktu sebelumnya. Penelitian juga mengandalkan literatur yang ada, dokumen hukum, dan kebijakan yang terkait dengan implementasi pemasyarakatan dan hak asasi manusia.
Hasil Penelitian dan Pembahasan : Penelitian menemukan bahwa perlakuan terhadap narapidana di bawah kebijakan Revitalisasi Pelaksanaan Pemasyarakatan sejalan dengan perspektif hak asasi manusia. Kebijakan ini menekankan sikap dan perubahan perilaku narapidana melalui tes penempatan dan optimalisasi proses di dalam lembaga pemasyarakatan..Dalam penelitian ini pembatasan permasalahan yang akan di bahas terkait penerpan Hak Asasi Narapidanan dalam Revitalisasi Pemasyarakatan. Revitaliasasi Penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan menerapakan metode pembinaan. Apabila memperhatikan secara keseluruhan proses yang ada di dalam Revitalisasi penyelenggaraan tersebut telah memenuhi aspek-aspek Ham yang di amanatkan di dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sebagaimana konsep Pemasyarakatan tentang pemulihan kesatuan hidup, kehidupan, dan penghidupan narapidana guna mengembalikan narapidana ke masyarakat tetap menjadi tujuan Revitalisasi. Hal ini menunjukkan walapun adanya ide atau gagasan revitalisasi terhadap Pemasyarakatan, konsep pemidaan yang dilakukan kepada narapidana tetap sama yakni tidak memfokuskan pada balas dendam tetapi mengupayakan untuk menginsafkan narapidana untuk tidak mengulang perbuatan yang salah yang merugikan dirinya dan orang lain serta mendorong narapidana taat pada norma sosial masyarakat, agama, dan hukum yang berlaku. Serta tetap memandang narapidana tidak hanya sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek yang sama dengan manusia lainnya yang harus di hormati hak asasinya. Lapas Minimum Security merupakan Lapas dengan perlakuan yang menitik beratkan pemberian reintegrasi dan output pembinaan yang mengarahkan pada hasil produksi barang atau jasa berskala industri. Oleh karena itu narapidana diberikan kelonggaran dalam pengamanan dan diberikan kepercayaan serta tanggung jawab akibat perubahan sikap dan perilaku. Hal ini dilakukan untuk memotivasi narapidana meningkatkan kemandirian dan produktivitas narapidana. Perwujudan Lapas Minimum Security ialah Lapas terbuka. Dimana dalam konsep yang diterapkan Lapas terbuka dengan Community Based Corrections yakni metode pembinaan dengan melibatkan unsur masyarakat serta dengan memberikan pengamanan yang lebih minimum bahkan tanpa jeruji besi layaknya Lapas yang seperti pada umumya yang bertujuan reintegration (penyatuan kembali) dengan masyarakat.(Hamja, 2015) Sehinga dengan konsep yang ada Lapas terbuka memiliki tujuan melakuykan treatment berjenjang terhadap upaya perubahan perilaku narapidana.
Dalam hal segi keamanan, tentunya ada pembedaan pembatasan gerak narapidana yang ditempatkan di lapas super maksimum dan di lapas minimum. Dalam hal pembatasan narapidana yang berada dalam tahap ini tidak diberikan hak reintegrasi seperti remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat. Pembatasan pada klasifikasi narapidana yang ditempatkan pada Lapas Super Maximum Security di tinjau dalam persepektif Ham, pada dasarnya pemenjaran merupakan pembatasan gerak bagi individu untuk secara leluasa bergerak bebas di masyarakat sebagaimana dalam konsepsi Pemasyarakatan. Di dalam tahap tersebut terdapat pembatasan-pembatasan gerak one men one cell hingga mengarah pada proses reintegrasi sosial narapidana. Apabila menganalisis kebijakan tersebut di dalam konsep Ham pembatasan yang dilakukan untuk tujuan tertentu di perbolehkan. Hal ini mengacu pada Ham yang terogolong non-derogable right (Ham yang tidak bisa dikurangi pemenuhannya) dan derogable rights (Hak yang bisa di kurangi pemenuhannya) (Matompo, 2014). Dalam konteks perlakuan terhadap narapidana pada tahap Super Maximum Security hal tersebut merupakan derogable rights (Hak-hak yang dapat di kurangi pemenuhannya) dimana narapidana yang di klasifikasikan merupakan narapidana yang memiliki resiko tinggi dimana syarat narapidana yang masuk merupakan narapidana membahayakan keamanan negara dan atau membahayakan keselamatan masyarakat. Hal tersebut berimplikasi pada keadaan kondusifitas suatu negara, apabila narapidana tersebut tidak di tangani secara serius maka di khawatirkan akan mengganggu ketertiban di masyarakat yang menimbulkan keresahan dan menganggu kedaulatan negara. Pembatasan tersebut di perkuat dengan Pasal 28J ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan setiap orang harus tunduk dan patuh terhadap pembatasan yang di tetapkan sebagai bentuk pengakuan dan menjamin hak orang lain dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat sebgaimana yang di amanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945. Dalam pembatasan hak yang tidak di perbolehkan adalah yang bertentangan dengan nonderogable right, sebagaimana di nyatakan dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yaitu hak hidup, hak tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak tidak diperbudak, hak diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Selain pembatasan hak tersebut narapidana tetap diberikan hak-haknya sesuai dengan hak narapidana dan tidak mengabaikan sistem pembinaan sebagai nilai-nilai Ham. Diharapkan dengan strategi yang ada pada revitalisasi juga dapat memotivasi masyarakat untuk dapat memahami tujuan dan filosofi Pemasyarakatan dan berperan dalam upaya pemulihan narapidana kembali ke lingkungannya. Karena di dalam revitalisasi juga menekankan keterlibatan masyarakat pada proses perbaikan narapidana.
Kelebihan dan Kekurangan serta Saran :
Penelitian memberikan pendekatan yang sistematis dan terstruktur untuk mengumpulkan dan menganalisis data, memungkinkan untuk menghasilkan temuan yang andal dan valid. Ini berkontribusi pada perluasan pengetahuan dan pemahaman di berbagai bidang, membantu mengatasi kesenjangan dalam literatur dan teori yang ada. Penelitian dapat mengarah pada aplikasi dan solusi praktis, menginformasikan pengambilan kebijakan, pengambilan keputusan, dan meningkatkan praktik di berbagai domain. Penelitian dapat memakan waktu dan sumber daya intensif, membutuhkan investasi yang signifikan dalam hal waktu, pendanaan, dan keahlian. Ada potensi bias dan subjektivitas dalam desain penelitian, pengumpulan data, dan interpretasi, yang dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas temuan. Pertimbangan etis dan potensi bahaya bagi peserta perlu ditangani dan dikurangi dengan hati-hati dalam studi penelitian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H