Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Alot Soal Cawapres dan Gambaran Sikap Poros Koalisi

10 Agustus 2023   10:04 Diperbarui: 11 Agustus 2023   03:31 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi memilih cawapres di pemilu 2024. Sumber: kompas.com/Handining

Polemik soal bakal cawapres tak pernah usai. Mulai sejak tiga kandidat kuat berdasar hasil survei di umumkan secara resmi oleh partai pengusung masing-masing, hingga sekarang belum ada satupun yang berhasil menjaring nama pendamping.

Bahkan memasuki masa waktu dua bulan menjelang pendaftaran capres-cawapres, Anies Baswedan sebagai yang pertama kali di umumkan ke publik oleh Nasdem, masih di hinggapi rasa pusing.

Hendak pilih Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono/AHY, kader PKS Ahmad Heryawan atau Mbak Yenny Wahid putri Gus Dur..?. Belakangan, malah ada informasi mengejutkan.

Bahwa ternyata, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh tengah di pertimbangan untuk jadi cawapres Anies. Sosok yang sebelumnya di anggap lebih berminat sebagai king maker, ketimbang ikut rebutan posisi.

Sementara itu, Prabowo Subianto di Gerindra sedang bingung. Antara melepas Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar/Cak Imin, atau tetap mempertahankannya. Dua pilihan ini sama-sama sulit.

Melepas Cak Imin sama artinya membubarkan poros yang sudah terbentuk bersama PKB. Tetap menggandeng Cak Imin, ada keraguan tak bisa menang pilpres. Karena surveinya kurang signifikan.

PDIP didera persoalan serupa. Meski porosnya tak perlu teman partai lain, namun hasil survei elektabilitas sang capres Ganjar Pranowo belakangan tak seperti sebelumnya. Sekarang ini fluktuatif.

Kadang ada di posisi pertama. Tapi lain waktu kalah sama Prabowo Subianto. Posisi yang tak stabil ini pasti butuh dukungan cawapres, agar bisa leading menang pilpres.

Jika penentuan cawapres demikian alot sampai menjelang detik akhir pendaftaran pilpres, ada kemungkinan anggota poros koalisi akan berubah tidak seperti yang ada sekarang.

Meski saya yakin “ketua” porosnya masih dipegang oleh Nasdem, Gerindra dan PDIP. Adapun Golkar, walau tergolong partai besar, sulit membuat poros sendiri setelah kalah start dari Nasdem. Apalagi partai kecil macam PPP, PAN dkk.

Lalu mengapa ketuanya tetap, karena figur bakal capres terkunci di tiga poros tersebut. Anies Baswedan oleh partai Nasdem, Prabowo Subianto Gerindra dan Ganjar Pranowo PDIP.

Saya kira sulit bagi partai lain di luar ketiga poros untuk mengusung tokoh berbeda. Jika dipaksakan konsekwensinya berat. Bisa tak dapat teman atau labuhan, karena capres yang di usung tak diminati oleh partai politik.

Pemilu 2024 yang di antaranya memilih pengganti Pak Jokowi merupakan momentum menunjukkan dan menjaga eksistensi. Pastinya, semua parpol ingin menang.

Namun melihat manuver, kenyataan pada perhelatan pemilu dan pilpres sebelumnya serta latar belakang setiap poros, tujuan meraih kemenangan akan berbeda pada setiap kelompok.

Dan jangan dilupakan. Pak Jokowi sebagai presiden yang pastinya akan lengser karena tuntutan regulasi, yang juga membentuk kelompok, memiliki kepentingan pula terhadap pemilu. Khususnya di ajang pilpres 2024.

Pasca lengser Pak Jokowi ingin hidup tenang. Tidak memiliki beban kinerja yang bisa membuat nama baik tercemar, macam “candi Hambalang” yang di asosiasikan ke mantan presiden SBY.

Baiklah. Sekarang mari kita cermati masing-masing poros. Dimulai dari Nasdem. Awalnya, partai politik milik Surya Paloh ini konsisten bersama Jokowi sejak 2014. Bahkan merupakan pendukung setia Jokowi PDIP.

Tapi menjelang perhelatan pilpres 2024, tiba-tiba di anggap belok di tikungan karena mencapreskan Anies Baswedan. Akibatnya, Jokowi PDIP agak meradang.

Saat masih bersama Jokowi PDIP, Nasdem mendapat fasilitas. Tiga kadernya diangkat sebagai menteri, yang kemudian sekarang tinggal dua karena yang satunya di berhentikan akibat tersandung kasus pidana.

Melihat sikap Jokowi PDIP yang meradang, Nasdem makin terdongkrak adrenalinnya untuk wajib menang pilpres. Sebab kalau sampai kalah, fasilitas yang dinikmati sejak 2014 bisa hilang. Ini sangat tidak di inginkan.

Partai Gerindra. Dua kali mencapreskan Prabowo Subianto pada ajang pilpres. Namun dua kali pula mengalami kekalahan. Pastinya tidak akan mau kalah lagi untuk yang ketiga kalinya.

Maka pada pilpres 2024 Prabowo wajib menang. Meski harus mereformasi secara radikal strategi pemilu 2024. Misal mepet dan komentar positif terhadap Pak Jokowi. Bahkan ada kabar ingin ambil Gibran sebagai cawapres.

Secara figur, menurut saya pilpres 2024 adalah yang terakhir bagi partai Gerindra. Kalau Prabowo lagi-lagi kalah, pada pilpres mendatang Gerindra sulit memunculkan capres sekuat beliau.

Karena dari beberapa kader yang eksis sekarang ini, diragukan mampu memiliki elektabilitas semoncer Prabowo. Tambahan lagi, saat itu umur Prabowo sudah sepuh. Sangat riskan dicapreskan kembali.

Beralih ke PDIP. Pemilu pertama jaman reformasi 1999 silam memang menempatkan PDIP sebagai pemenang. Namun secara prestasi masih kalah dibanding pemilu 2014 dan 2019.

Meski raihan kursi dan persentase suara tak setinggi pemilu 1999, tapi pada 2014 dan 2019 PDIP sukses meraih dua gelar. Yaitu ranking pertama pileg dan menang pertarungan kandidat capres-cawapres.

Ibu Megawati sebagai pemilik dan para elit PDIP tentu tak ingin prestasi “double winner” dalam satu ajang lepas dari genggaman. Ya gengsi donk. Masak mau “turun pangkat”.

Maka baik pileg maupun pilpres 2024, kemenangan harus kembali diraih. Jika sampai kalah salah satu, apalagi yang lepas adalah pilpres, kedepan di prediksi bakal rumit. Jaringan sumber daya yang sudah terbangun akan kocar kacir.

Terakhir tentang Pak Jokowi. Mau tak mau jabatan beliau sebagai presiden pada 2024 akan dilepas. Sementara ide, program dan pembangunan yang di rintis belum sepenuhnya mencapai target.

Pemindahan IKN salah satunya. Proyek spektakuler yang awalnya merupakan cita-cita Bung Karno ini mendapat sorotan tajam. Utamanya dari kelompok oposisi, dimana sekarang ini juga ada Nasdem.

Untuk tujuan tersebut, mau tak mau Jokowi mesti ikut cawe-cawe, sebuah istilah yang sempat beken beberapa waktu lalu. Ya benar. Pada pilpres 2024 Jokowi amat sangat berkepentingan.

Demi mempertahankan legasinya menurut ungkapan Rocky Gerung yang kemudian jadi masalah itu. Kalau Jokowi diam, alamat runtuh semua rintisan dan prestasi Jokowi. Bahkan bisa jadi merembet ke soal nama baik.

Oleh karenanya, tak ada jalan lain. Jokowi ingin penggantinya harus berasal dari kelompok sendiri. Terutama kandidat yang dianggap loyal dan aktif membantu keberhasilan pembangunan.

Dalam konteks itulah, pilihan ada pada Capres Gerindra Prabowo Subianto dan jagoan PDIP Ganjar Pranowo. Sementara Anies Baswedan, ada diluar harapan Jokowi.

Poros yang dibangun oleh Nasdem, Gerindra dan PDIP sama-sama butuh kemenangan. Di kelompok berbeda, ada Jokowi yang ingin penggantinya bisa meneruskan cita-cita beliau.

Untuk mencapai itu semua, nampaknya tak cukup kalau cuma mengandalkan elektabilitas capres. Pengaruh elektabilitas cawapres ternyata besar juga. 

Tapi yang ironis, hingga saat ini posisi cawapres masih terombang-ambing tak ada kepastian.

Maka yang kasihan kemudian adalah figur cawapres yang di kandidatkan oleh ketiga poros. Macam AHY, Ahmad Heryawan, Ning Yenny Wahid, Cak Imin, Sandiaga Uno dan Erick Thohir.

Mereka semua jadi rebutan dan punya daya tawar bergengsi untuk dijadikan alat meraih kemenangan. Tapi belum tentu di tengok atau di ajak rembukan saat sudah menang pilpres dan dilantik jadi wapres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun