"Masak sih.. mereka sudah pintar Mr. President.."
"Ya.. kalau tak percaya.. coba dilihat saja, Pak. Saya hanya akan memberikan semacam asistensi terhadap mereka.."
"Ooh.. begitu ya.."
**
Syahdan, acara resepsi yang meriah pun telah digelar. Aku juga diundang. Kulihat, kedua mempelai amatlah aneh. Ekspresi mereka di pelaminan amat datar-datar saja. Dan setelah resepsi usai.. merekapun bersiap menikmati malam pertama mereka.
Dan aku menunggu kejadian esok paginya. Aku mendatangi rumah itu lagi.
"Gawat Pak Presiden. Tadi pagi, menantu saya marah-marah. Putri saya juga marah-marah.." lapor ayah pengantin putri.
"Lho.. mengapa begitu? Apakah kekhawatiran saya bisa terbukti?" aku semakin penasaran.
"Mereka marah-marah dan berteriak-teriak. Katanya.. menjadi pengantin itu nggak enak. Nggak bebas. Malah menurut mereka, mereka telah kehilangan sebagian tempat tidur mereka.. yang biasanya bisa digunakan bebas.. kini mereka harus berbagi.."
"Nah itu.."
"Trus.. saya perhatikan menantu dan putri saya tadi pagi.. mereka juga tidak keramas.. trus.. tidak tampaklah mereka itu sumringah sebagaimana pengantin baru yang baru saja melewati malam pertama.."