Kalau begitu adanya, maka tuan-tuan memang betul-betul telanjang..
Dengan sempurna
Bersama kudanil, babi dan kerbau
Bersama tuli, buta dan bisu.
**
Dengan puisi yang kutempel itu, maka sudah cukup bagiku untuk sedikit berbagi rasa dengan Dian. Dian memang telah kupotret untuk tampil hanya dengan bikininya. Tetapi wanita itu kelihatan indah dan mengundang decak kagum. Perempuan itu juga merasa malu dan mempunyai harga diri. Pribadinya dihiasi kejujuran dan jiwa seni yang mempesona.
Bagaimana dengan foto-foto di samping foto Dian? Aku merasa geram hati dan muak tiada habis. Semua orang yang waras takkan memuji penampilan mereka yang parlente dan mewah. Semua orang yang mempunyai hati nurani pastilah menginginkan orang-orang itu digiring dan diadili seadil-adilnya. Mereka tidak punya malu ataupun harga diri. Wajah mereka hanyalah topeng-topeng yang terbuat dari adonan semen, pasir dan kerikil. Bebal dan tebal.
Aku belum puas. Dengan iseng, aku olah file-file foto orang-orang bermoral bejat itu dan segera ku-cropping muka-muka mereka, kusambungkan dengan badan-badan telanjang vulgar yang banyak beredar di internet. Segera kuupload foto-foto rekayasa itu di blog pribadiku. Rasain lu!!! Lega sudah hati ini..
**
Tapi.. apa yang terjadi? Tak kusangka, seminggu kemudian beberapa orang berpakaian preman masuk ke dalam apartemenku dengan mata melotot. Mereka mengaku dari bagian cyber crime markas besar kepolisian. Mereka segera menangkapku dan mengatakan bahwa aku telah melakukan kejahatan serius. Pasal penghinaan dan perbuatan tidak menyenangkan telah menghadangku. Aku harus rela diseret untuk dimintai keterangan dan segera dijadikan tersangka.
Bersamaan dengan itu, telepon apartemenku berdering. Aku memohon izin untuk mengangkat telepon itu dulu sebelum terpaksa ikut dengan mereka. Kudengar suara yang cukup akrab. Suara Cercan.