Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

D I A N

21 Januari 2011   14:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:19 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Please, darling.. aku melarangmu bukan tanpa alasan.."

Aku terdiam sejenak.

"Oke. Apa alasanmu?" tanyaku amat serius.

Cercan menarik nafas panjang.

"Kamu tidak akan berkembang di majalah itu. Kamu mempunyai potensi lain yang jauh lebih hebat untuk dikembangkan. Aku yakin itu.." jawab Cercan.

Kurasa Cercan tidak memberikan argumentasi yang sebenarnya. Ia menyembunyikan sesuatu. Aku menatap mata dengan alis lentiknya itu, dan kulihat sebuah ketidakjujuran.

"Betulkah itu alasanmu?" selidikku.

"Oke. Oke. Jika kamu memang ingin tahu. Terus terang saja.. aku.. aku.. tidak ingin kamu memelototi wanita-wanita cantik dengan pakaian setengah telanjang, kemudian kamu akrab dengan mereka, kemudian kamu mengoleksi foto-foto mereka hingga memenuhi seluruh dinding apartemenmu! Kamu bahkan sama sekali tidak memajang satu pun fotoku. Apa-apaan ini? Jujur.. aku iri dan cemburu. Apa wajah dan tubuhku tidak pantas berada di sana??"

**

Hmm.. jawaban sebenarnya dan aku agak tersinggung. Memangnya aku tidak profesional? Pendapat konservatif. Kecemburuan. Wajar. Tidak aneh. Yang jelas, beberapa hari kemudian aku harus menurutinya untuk keluar dari Artshoot dan menjadi wartawan di salah satu media milik babenya karena tidak tahan dengan pertengkaran-pertengkaran dan adu argumen yang berkali-kali terjadi. Bahkan, dalam pertengkaran terakhir kemarin, aku sempat melihat tetesan air matanya. Sesuatu yang amat langka secara Cercan memang tipe cewek bengal.

But.. aku sangat mencintai Cercan walaupun akhir-akhir ini Dian mengusikku. Dian telah memantik api. Foto terbaiknya yang kujepret beberapa waktu yang lalu ku-repro dengan ukuran sangat besar dan kupasang di dinding apartemenku. Dengn setting gemericik air terjun di sebuah kawasan wisata di Bogor, siluet tubuhnya bagaikan kepiting sungai yang berusaha naik ke sebuah batu koral tempat lumut menyemut. Sungguh indah. Dibawah potretnya, kutulis sebuah puisi dengan kata-kata sindiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun