Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

D I A N

21 Januari 2011   14:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:19 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesimpulan pertamaku, otak Dian berbobot juga.

"Lantas.. apa yang kamu inginkam mengenai persepsi orang lain tentang kamu?" aku kembali ingin mengetahui pandangannya lebih jauh.

"Pertama, aku ingin semua orang berpikir positif mengenai majalah yang memuat foto-fotoku. Kedua, aku ingin kedewasaan semua orang dalam mengemukakan suatu persepsi atau cara pandang.."

"Terus..?"

"Yaa tentu saja harus ada aturan ketat yang melindungi semua persepsi, karena sampai kapanpun pasti tidak ada satu macam persepsi. Terlepas dari aspek bisnis yang tidak terjangkau olehku, aku ingin majalah dewasa ini hanya dijual di area atau outlet tertentu, dengan pembeli yang memiliki persyaratan tertentu. Usia tertentu misalnya. Segmen tertentu misalnya. Aku tidak ingin majalah ini dijual di pinggir jalan, di pasar, di trotoar atau di public-kan secara sembarangan, sehingga keterlindungan model dalam melakukan ekspresi seni betul-betul dihargai di ruang publik yang eksklusif. Bukan malah dihujat, dilecehkan dan dijerat dengan tuduhan melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak akan pernah mengena.."

"Artinya.. kamu malu jika kamu dijerat oleh.. persepsi porno, misalnya?" tanyaku sambil melempar senyum.

"Idih.. maluu.. dan malu sekali. Bukan karena apa? Karena aku harus berhadapan dengan sebuah persepsi berbeda, sementara aku berada di area yang lain, kan? Persepsi porno bukanlah domainku. Aku tidak mau persepsi itu muncul jika orang melihat potretku. Aku tidak ingin orang yang mempunyai pikiran kotor memandangi fotoku. Ingat! Sekali-kali aku tidak mengizinkan seorang laki-laki orgasme gara-gara melihat fotoku.."

**

Aku mulai kagum dengan Dian. Ia betul-betul profesional dan apresiatif terhadap dunia yang digelutinya. Aku mulai bersimpati kepadanya. Simpati dalam tanda kutip. Tetapi aku harus berpikir dua kali karena beberapa bulan kemudian, dalam suasana dingin malam Minggu, ketika aku semeja dengan Cercan di sebuah kafe di bilangan Kemang, aku mendengar suara halusnya, tetapi di telingaku kedengaran seperti suara bom Bali.

"Kamu harus berhenti menjadi fotografer di majalah itu.." mimik mukanya sedikit serius tetapi aku berusaha menjawabnya dengan santai.

"Ayolah sayang.. Ini pengalaman pertamaku bekerja. Kamu tidak bisa melarangku begitu saja. Aku ingin karierku berjalan secara alamiah. Sekarang aku menjadi tukang foto. Bisa saja besok aku menjadi wartawan.. editor.. atau apa sajalah.."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun