Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Andai Aku Presiden RI Episode 60 – “Berjiwa Besar (Part-2 Habis)”

9 Februari 2010   23:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:00 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah kuduga, hati Natalia tak luluh semudah yang kukira. Hatinya bagai baja yang keras. Ia hanya menerima uluran tangan tanda maafku, dan hanya diam tanpa ekspresi. Beruntung dia mau mengulurkan tangannya membalasku. Jika tidak, aku pasti bagai petinju yang terkapar di sudut ring.

Tapi aku bukanlah lelaki yang tak bisa menembus baja, kukira. Minimal, aku adalah pria ulet yang tahan banting. Dengan melihat apa yang terjadi, aku harus mengubah bahasaku. Natalia jelas akan menolak bicara, dan berarti aku membutuhkan bahasa lain untuk berkomunikasi dengannya.

Dan itu adalah bunga. Katakan dengan bunga. Benar-benar bunga. Bukan bunga bank seperti lelucon-lelucon itu.

**

Setelah membuat surat, aku menyuruh Jemangin untuk menyertakannya pada bunga segar yang akan diantar tukang bunga siang ini. Kubaca sekali lagi surat itu.

Dear, Natalia

Apakah kamu punya jiwa yang besar? Jiwa yang lapang?

Jika jawabanmu ya.. mengapa tidak segera kamu jawab permintaan maafku.

Apakah kamu memang tidak peduli kepadaku yang resah dan gundah? Jika jawabanmu ya.. segera pergi dariku. Sebab, apa gunanya bersahabat denganmu jika hatimu sudah tak peduli kepada hatiku.

Apakah kamu tak menyadari bahwa keadaan di muka bumi ini tak selalu sesuai dengan yang kita harapkan? Jika jawabanmu ya.. maka aku tak mau lagi dekat-dekat denganmu.

Dari Aku yang peduli dengan hatimu.

**

Kupikir, amatlah bijak jika Jemangin kusuruh untuk menunggui Natalia membaca surat itu. Mungkin dia akan membalasnya atau membuangnya ke tempat sampah, aku harus tahu.

Dan segera setelah bunga dan suratku terkirim, kulihat malah Jemangin kembali kepadaku dengan membawa bunga itu lagi.

"Mr. President.. Dia mengembalikan bunga Anda. Dan menulis surat juga buat Anda.." kata Jemangin.

Aku kaget mendengar cerita Jemangin.

**

Aku memperhatikan bunga segar itu, dan terselip kertas di dalam amplop. Aku lekas membukanya.

Untukmu!!

Aku peduli denganmu. Tapi aku tak suka kamu mengobral permintaan maaf. Harus ada jeda waktu untuk merenungi semua ini darimu.

Obral permintaan maaf hanya akan membuat kata maaf menjadi hambar dan tak berharga.

Bukankah aku seharusnya sulit melupakan kejadian manyun di sebuah tempat yang aneh, sangat-sangat aneh karena mirip sarang mafia narkoba internasional, dengan memperhatikan deras air hujan dan petir menyambar-nyambar dengan hanya sendiri? Tanpamu yang melupakan janjimu menemaniku?

Kukembalikan bunga ini, dan biarkan aku diam untuk sementara waktu.

Dariku.

Busyeeettt!! Menyebut namaku saja dia juga nggak mau!!!

**

Aku menghela nafas panjang. Berpikir.

"Aku harus mengirim sesuatu yang menarik hatinya, Pak Jemangin.." kataku kepada Pak Jemangin berharap ada usulan.

"Dia menyukai cemilan kacang koro, Mr. President. Beberapa kali dia membawa cemilan itu. Saya pernah mengetahui dia ngemil, Mr. President. Bagaimana kalau kita kirim cemilan kesukaannya itu..?" Jemangin memberi usulan kepadaku.

Aku terdiam sebentar.

"Yah.. usul yang bagus. Bisa dilakukan itu.." gumamku kegirangan.

**

Dan Jemangin telah membawakan beberapa bungkus kemasan kacang koro ke ruangan Natalia. Aku iseng nguping dari luar ruangan.

"Ada apa lagi Pak Jemangin?" kudengar Natalia menyapa Jemangin.

"Mm.. ini non. Ada titipan dari Pak Presiden.. kan non Natalia suka cemilan kacang koro.."

Rupanya, Natalia tak segera menjawab.

"Saya tahu. Pak Jemangin mungkin telah mengadakan semacam persekongkolan dengan satu tujuan tertentu. Saya akan mengambil sedikit saja. Satu bungkus saja. Memang, lidah saya lagi butuh cemilan nich.. tapi katakan kepada Mr. President.. bahwa tak ada yang perlu ditukar dengan kacang persekongkolan ini.." ucap Natalia ketus.

Bedebah!! Di luar ruangan Natalia, aku nampak seperti monyet yang kena ketapel.

**

Jemangin menatap wajahku yang kelu.

"Anda sudah mendengar sendiri apa katanya, Pak Presiden.." gumam Jemangin.

"Iya Pak Jemangin. Baru kali ini hatinya seperti batu. Aku ingin dia merubah mindsetnya.." gerutuku. "Dan untuk ini, aku harus melakukan langkah ekstrim."

**

"Sebentar Pak Jemangin.. Saya perlu bicara empat mata dengan sampean. Very-very secret. Rahasia negara yang tidak boleh bocor.." ucapku kepada Jemangin. Dan aku mengajaknya ke bunkerku.

"Iya Pak Presiden.. ada apa?" Jemangin terlihat very curious.

"Begini, Pak. Nanti malam, taruh tikus kecil di laci meja dan tas laptopnya Non Natalia."

"Tikus kecil???"

"Iya.."

"Yang biasanya tertangkap di perangkap tikus saya itu??"

"Iya.."

Jemangin menatapku.

"Anda serius, Pak Presiden..?"

"Duarius, Pak Jemangin.."

**

"Dan ada satu hal lagi. Jika besok ada jeritan dari ruangan Non Natalia karena dia jijik dengan tikus itu, saya harap Pak Jemangin tak menolongnya. Pak Jemangin pergi saja menjauh. Biar saya yang datang ke ruangan itu." aku menyusun rencana.

"Mm..mm.. iya Pak.. " jawab Pak Jemangin maju mundur.

"Kenapa, Pak Jemangin..? Pak Jemangin ragu melakukan rencana ini??"

"Mm.. tidak Pak Presiden. Saya hanya sulit membayangkannya. Non Natalia amat sangat illfil dengan yang namanya tikus. Saya takut dia pingsan karena tikus itu, Pak Presiden.."

"Ah.. kukira tidak. "

**

Dan malam itu aku bisa tidur nyenyak. Biarlah dia tak mau bicara denganku untuk sementara. Tapi besok.. aku akan memberi sedikit pelajaran. Hehehe..

**

Dan suasana yang kuharapkan memang benar-benar terjadi. Natalia mencak-mencak di ruangannya, menjerit-jerit dan berlari keluar.

"Ada tikus. Kenapa sih ada tikus di siniiii.. Pak Jemangiiiiiinnnn!!!!! Usir tikus-tikus iniiiiiiii!!!!!" teriaknya histeris.

Dan Jemangin jelas malah lari keluar dari istana.

"Mana Pak Jemangin.. Pak Ontoseno.. tolong Pak.. ada tikus di ruangan saya.." Muka Natalia jelas kebiru-biruan karena takut. Dan dia memanggil Pak Ontoseno.

"Saya masih repot. Ada hal penting yang harus saya kerjakan.." dan Ontoseno pun sudah masuk konspirasiku.

**

DENG DENG!!! Aku datang seperti pahlawan. Tepatnya, seperti Bung Tomo di pertempuran 10 Nopember.

"Ada apa sih? Kok ribut-ribut..?" aku pura-pura cengengesan. Dan dia terpaksa harus menjawab pertanyaanku. Terpaksa harus bicara denganku. Dan kulihat matanya jelas meminta pertolongan kepadaku. Ooh.. mata itu.. sungguh indahnya..

"Ada tikus.." ceracaunya. Masih tidak simpatik. Nggak apa-apa, man!!

Aku memperhatikannya sebentar, dan masuk ke ruangan Natalia. Aku menutup pintu ruangannya, dan segera kuambil apa saja yang ada di situ untuk memukul sang tikus, melirik ke arah tikus itu sembunyi, dan BUG! BUG! tanpa ampun tikus itu kelenger kena pukulanku. Aku keluar dari ruangan Natalia sambil membawa tikus-tikus kelenger itu, dan sesuai skenario, Jemangin muncul dan mengambil tikus-tikus itu dariku.

"Sangat tidak manusiawi! Presiden republik ini harus menangkap tikus-tikus genit yang sombong di pagi hari.." kataku sambil ngeloyor pergi. Diam diam, aku memperhatikan Natalia yang sewot, tapi nampak ada keinginan untuk minimal menyapaku. Ah.. bentar lagi dia bakal kayak motor yang di-tune up!!

**

Dan sore itu dia datang kepadaku.

"Terima kasih telah mengusir tikus.."

"Sama-sama.."

"Dan.. lupakan saja yang kemarin.."

Busyet! Lupakan saja! Kok enak..??

"Tidak. Aku tak akan melupakannya."

"Mengapa begitu?"

"Karena kamu tak mengubah pikiranmu."
Natalia terdiam sebentar.

"Yah.. aku sudah memaafkanmu.."

"Bukan itu.."

"Lantas??"

Aku diam, menarik nafasku.

"Sebagai sahabat, tak perlu kita bersikap kaku. Kamu pernah bilang, harus ada take and give. Menurutku, itu tak benar. Taking and Giving hanya akan membuat kita seperti timbangan saja." kataku memulai ceramah.

"Bagiku, ada kata yang lebih tepat dari Taking and Giving. Dialah Sharing. Berbagi. Sebagai sahabat, harusnya kamu berbagi. Tak usah perlu menimbang berapa banyak pengorbananmu, atau berapa banyak yang telah kamu berikan. Karena jika otakmu berkata demikian, pastilah ada harapan untuk pamrih walau sebesar telur gurem."

"Berbagi akan lebih indah. Baik suka maupun duka. Baik ketika kamu manyun di ruangan aneh, atau ketika aku sedih karena merasa bersalah. Mari kita bagi bersama-sama suka dan duka itu. Sharing jauh lebih baik dari taking and giving.."

"Jika aku meminta maaf, tolong bagi keikhlasanmu untuk memaafkanku. Jika hatiku gundah, tolong berikan kegembiraan dan keceriaan kepadaku. Pun juga jika kamu ketakutan, aku akan memberikan keberanianku untukmu.. Aku akan selalu berbagi denganmu.."

**

Natalia tersenyum kepadaku, dan mengulurkan tangannya untuk kuraih. Haruskah aku menciumnya???

[ salam cubiiiiittttt dan jeweeeeerrrr.. ]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun