Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Kkn Pilihan

Cerpen: Mereka Memanggilku Yono

7 Mei 2024   12:30 Diperbarui: 31 Mei 2024   04:47 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku duduk bersila di dekat Anjungan Tunai Mandiri di sebuah pom bensin. Setelah kurang lebih satu jam perjalanan dari kota, aku dengan keenam temanku sengaja berhenti di tempat ini.

Kutenggak air mineralku yang sudah menipis, di sampingku Damian menyeruput kopi hitam yang dia pesan di warung samping pom bensin. Asap rokoknya berkeliaran dan tiba-tiba hilang tersapu angin kecil.

Aku bukan perokok dan dipaksa untuk berdamai dengan keadaan menjadi perokok pasif. Nyesek juga.

“Tumben kamu gak ngopi?...”, Damian bertanya sambil menyodorkan gelas kopi hitamnya ke arahku.

“Lagi males Dam, perutku agak begah…”, jawabku jujur.

“Perlu ini?”, Damian mengambil sesuatu di saku tas pinggangnya lalu ia berikan padaku.

Baca juga: Cerpen: Lupa

“Wah siip, makasih Dam”, kuterima satu sachet minuman herbal anti angin dari Damian.

Kuminum obat herbal itu sampai habis. Pedas-pedas sejuk. Kami pun lanjut ngobrol sambil menunggu kelima teman kami selesai menunaikan sholat lohor di mushola.

Baca juga: Cerpen: Om Har

Dokumen Pribadi 2010
Dokumen Pribadi 2010

Seumur-umur baru kali ini pergi dan harus nginep lama di desa bareng gerombolan cowok ambyar. Mahasiswa jurusanku hanya menyisakan tujuh gelintir orang dan aku satu-satunya cewek. Dan selama kuliah mereka selalu menganggapku seorang cowok, bukan cewek.

Satu-satunya sahabatku cewek Wulan terpaksa mundur tidak melanjutkan kuliah karena lebih memilih untuk bekerja.

Sebenarnya aku tak merasa risih banget, karena aku memang seorang yang tomboy mulai orok. Sejak sekolah rambutku nyaris tak pernah gondrong. 

Aku juga selalu geli kalau harus mengenakan gaun, rok atau kebaya. Hanya saja pengalaman kali ini agak ngganjel juga di hati.

Semenjak awal perkuliahan aku sudah merasa ilfil untuk melanjutkan kuliah di jurusan Sistem Informasi ini. Dari dua puluh sembilan orang mahasiswa, hanya tiga orang yang cewek termasuk aku.

Tapi ya, karena kekonyolan mereka malah membuat aku kuat. Kuatnya dari telapak kaki sampai ke ubun-ubun. Dan ternyata hanya aku yang mampu bertahan hingga tinggal tujuh manusia konyol yang kini harus menjalani KKN di desa antah barantah.

Nggak konyol, nggak lulus Yon!

***

Mataku pedih, tepatnya masih ngantuk. Aku bersandar di tiang aula sekolah dasar sambil terkantuk-kantuk. Tak jauh dari tempatku Damian, Miko, Didik, Andre, Rizky, dan Poetoe sudah ngorok plus ngiler sejak tiba tadi.

Kuraih segelas teh hangat yang sudah tersiap di meja sambil menggigit pisang goreng tanduk yang aromanya mengundang selera. Ternyata aku lapar banget, dua potong pisang dengan cepat telah kuhabiskan.

“Maaf ya Mbak, hanya pisang goreng. Semoga Mbak suka,” Bu Ifah istri Pak Dadang penjaga sekolah berkata sambil mendekatiku.

“Ehmmm, ini pisang goreng paling enak yang pernah saya makan Bu Ifah,” jawabku tersipu keenakan.

“Wah, pisang goreng di mana-mana sama aja lah Neng… Kalian habiskan ya, saya pulang dulu,” Bu Ifah pamit dengan wajahnya yang sumringah.

Mumpung anak-anak konyol ini masih ngorok kucomot sebiji pisang goreng lagi lalu beranjak keluar bangsal sambil mengitari gedung sekolah yang sepi.

Senja menggelap. Kami beruntung mendapat desa yang sudah dialiri listrik. Lampu-lampu perumahan penduduk desa tampak seperti hamparan bintang dari kejauhan. Besok kami harus siap mengajar anak-anak sekolah dasar di sekolah ini.

Pasti seru dan menyenangkan. Tetapi aku tidak menjamin, cowok-cowok konyol itu pasti akan berulah. Dan selalu mengejutkan, gumamku dalam hati.

***

“Selamat pagi Bapak Kepala Sekolah beserta bapak, ibu guru sekalian, nama saya Yohana biasa dipanggil Yona,”  kuperkenalkan diri di hadapan Kepala Sekolah dan semua pengajar di SDN 1 Maguan ini.

“Panggil Yono saja Bapak, Ibu ehemmmm,” tiba-tiba Miko memecah suasana formal dengan teriakannya yang konyol.

Dokumen Pribadi 2010
Dokumen Pribadi 2010

Kuinjak kaki Rizky yang tepat ada di sisiku, tampak ia menahan sakit tetapi tak melewatkan suasana ini dengan tawanya yang justru paling keras. Pasti mukaku tampak merah seperti kepiting rebus, momen ini adalah kesuksesan cowok-cowok konyol yang berjajar di samping kanan kiriku pagi ini.

Yono, hmmm Cah-Yono… itu nama panggilan buatku selama kuliah. Dan selama ini mereka tak pernah menganggapku sebagai seorang perempuan. Banyak hal konyol yang di luar nalar sudah jadi 1)sego jangan buatku.

Semua tertawa dan seolah mengiyakan, suasana pun berubah menjadi sedikit santai meskipun ada yang nyesek di dadaku. Kupejamkan mata. Inilah yang kutakutkan, dan pasti akan berlanjut hingga tiga puluh enam hari ke depan.

***

Aku sangat menikmati aktivitas baruku mengajar anak-anak SD. Aku dipercaya untuk mengajar di kelas empat yang mayoritas anak-anak perempuan dan mereka sangat lucu dan sopan.

Empat minggu kulalui dengan baik. Semua menyambut kami dengan sangat senang, suasana pedesaan yang kental membangkitkan semangatku untuk terus memberi yang terbaik.

Seminggu setelah kegiatan mengajar, kami melakukan bakti kampus dengan program memperbaiki sarana sekolah yang sudah aus. Selain membetulkan beberapa pintu kelas yang rusak serta atap yang bocor kami juga mengecat ulang diding dan pagar sekolah.

Kami terbagi dalam tiga kelompok dan bekerja berdua-dua. Hanya kelompokku yang bertiga; aku, Rizky, dan Poetoe. Lagi-lagi, aku harus rela manjat-manjat untuk menaiki atap dan mengecat dinding.

Dokumen Pribadi 2010
Dokumen Pribadi 2010

Mereka sama sekali tidak menganggap aku perempuan. Segala pekerjaan kami kerjakan merata tanpa pengecualian, termasuk mengaduk 2)luluh, memalu kusen, menaiki atap dan mengecat seluruhnya hingga selesai.

“Mas Rizky…, kasihan Mbak Yona. Biar bantu saya memasak tiwul ya,” teriak Bu Ifah pada Rizky sambil memandangku dari bawah tangga bambu dengan cemas.

“Biarin aja Buk Ifah, nanti malah tiwulnya 3)sangit karena pasti gosong kalau dimasak Yono,” jawab Rizky sambil tertawa disusul tawa keras Poetoe, Miko dan Pak Dadang.

“Rizkiiiiiiiiiii yaaaa…,” kulempar Rizky dengan kanebo yang kugantung di bahu kananku.

***

Tepat tiga puluh enam hari KKN di desa di kaki Gunung Kawi ini bersama teman-temanku yang gokil. Bergumul dengan kekonyolan mereka yang gak ada adat. Obyek candaan yang tepat dan cocok hanyalah aku.

Ada hal-hal baru saat aku menjalani masa KKN. Mau tidak mau kebiasaan mahkluk konyol yang disebut lelaki ini menjadi sesuatu yang biasa dan untungnya tidak terlalu menular padaku. Yaaah, nular-nular dikit pastilah…

Mereka paling malas ganti baju, bisa jadi seminggu kaos oblongnya cukup satu saja.

“Mbah, bawaanmu dikit amat. Setipis tas laptop gitu bisa muat baju sebulan lebih…,” kulihat Didik temanku yang tengah melipat kaos merah yang kena noda biru muda waktu mengecat pagar kemarin.

“Cukuplah pakai kaos seminggu sekali… tidur gak perlu pakai baju, pakai sarung aja cukup. Kamu aja yang ribet kayak cewek,” jawab Didik yang biasa dipanggil Mbah ini cuek.

Alamak, aku nyengir sambil tepok jidat. Parah… aku cewek yang bener gak dianggap sebagai perempuan. Hmmm, emang ribet… apa iya perempuan seribet itu. 

Kulirik bawaanku yang segunung dengan tas kemping yang muat 50 liter.

“Ya Allah… ternyata aku ribet!”

***

Siang ini cuaca panas sekali. Setelah berpamitan dengan sedikit perpisahan seremonial dengan pihak sekolah dan aparat desa setempat kami bermaksud mengunjungi dusun Ubalan yang dikenal sebagai sumber air yang segar untuk segala aktivitas dengan air.

Dulu, ketika kami KKN di sana, tak seramai sekarang. Masih hanya sebatas sumber air untuk aktivitas penduduk desa sehari-hari. Mandi, mencuci, memandikan ternak dan memancing.

Ada yang unik dan menarik. Masyarakat dusun Ubalan, desa Maguan ini juga secara rutin melaksanakan ritual doa khusus untuk menghormati Eyang Sapu Jagad yang diyakini sangat sakti mandraguna dan berjasa bagi desa ini.

Mitos yang lekat dengan peri kehidupan masyarakat ini membuatku salut dan merasa bangga karena justru membuat masyarakat desa ini memiliki kehidupan yang guyup dan sangat mencintai alam dan lingkungan.

Aku juga merasa senang bahwa kini tempat petilasan Eyang Sapu Jagad ini sudah menjadi obyek wisata air yang indah dan dikunjungi banyak wisatawan dari berbagai daerah.

***

Tidak sampai lima belas menit rombongan kami bertujuh sampai di dusun Ubalan, dekat sekali dengan tempat kami melakukan KKN. Aku yang memang sudah ribet dengan ransel carrier raksasaku sudah pengen saja turun dari motor.

Tak kusia-siakan kesempatan ini setelah kesibukan KKN yang bisa dikatakan full dengan kegiatan administratif.

“Asyiiiiik, gak sabar 4)njegur aku rek!”, ujar Pak Andre teman kami yang paling tua di antara kami sambil berlalu menuju kolam sebelah kanan. Mbah Didik, Rizky, Damian, dan Poetoe berlari-lari menyusul Pak Andre.

“Waduh, kakiku masih sakit bekas jatuh dari tangga kemarin,” Miko tampak sedih karena lukanya masih basah.

“Ya wes sama aku nunggu tas di sini Ko…”, kataku sembari menghibur Miko.

Kuambil beberapa kue, snack, dan susu bantal bekal dari Pak Kepala Sekolah. Aku sendiri pengen nyebur tapi agak malu juga, aku tidak biasa bareng-bareng di kolam seperti itu.

Tampak di sebelah kiri seorang bapak menggosok karpet ditemani beberapa bocah kecil yang bermain-main air.

Dokumen Pribadi 2010
Dokumen Pribadi 2010

“Yoooon, Yonoooo… ke sini o kamu gak renang taaa, seger bangeeeet”, kudengar Rizky berteriak-teriak dari balik kolam sebelah kanan.

“Ke sana o, aku ndk sini aja sambil ngemil, enakan ngemil hehehehe…”, Miko yang doyan makan seneng aja disiapkan 5)sajen melimpah.

Kulepas sandal gunungku, kunaikkan kain celana jeansku hingga persis di bawah lutut. Kususuri jalan setapak menuju kolam sebelah kanan yang terkesan segar dengan gemercik airnya. Terpaan sinar matahari siang itu benar terasa hangat.

“Ya Allah, kampreeeeet kalian yaaaa…” aku berteriak sekencang-kencangnya setelah sampai di tembok masuk area kolam.

Tampak pemandangan konyol yang benar-benar di luar nurul. 

Mereka semua berdiri di bibir kolam sambil atraksi bergantian tanpa busana dengan celana dalam membalut kepala mereka.

Karena risih dan geli spontan kuambil semua celana dan baju mereka yang tergeletak di sudut kolam dan kubawa pergi. 

Kumasukkan ke kresek dan kugantungkan di sebuah pohon dekat pos di mana Miko enak-enak ngemil agak jauh dari tempat mereka mandi di kolam tanpa sehelai benang pun.

“Ko, ayok ngopi di warung depan sana yok, tiba-tiba aku kedinginan…”, sengaja kuajak Miko keluar dari area Ubalan.

Miko yang tidak tahu apa-apa dengan senang mengikuti ajakanku. Kami pun menikmati kopi panas dan memesan mie instan di warung Pak Abdul.

Tak sampai sepuluh menit kudengar dari jauh Rizki dan Poetoe berteriak-teriak keras memanggilku bergantian.

“Yonoooooooo!!!...” (Yy)

Dokumen Pribadi 2010
Dokumen Pribadi 2010

Kisah ini mengenang masa KKN di Desa Maguan, di kaki Gunung Kawi. Sekaligus mengenang sahabat kami yang telah berpulang Bapak Andri Arifianto S.Kom (RIP 29 April 2024)

  • 1)sego jangan, Bahasa Jawa = nasi sayur, bahasa kiasan yang artinya “sudah biasa”
  • 2)luluh, Bahasa Jawa = campuran air, tanah/pasir dengan semen untuk bangunan
  • 3)sangit, Bahasa Jawa = bau gosong
  • 4)njegur, Bahasa Jawa = nyebur
  • 5)sajen, Bahasa Jawa = sesajen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun