Warga kampung Beji meyakini bahwa hal ini terjadi karena si Rusiyem kecil telah nakal memakan sesajen berupa olahan sayap ayam yang diletakkan di arca "Mbah Mbeji Sari". Â
    Semenjak kejadian itu, Rusiyem kecil merasa kapok dan selalu meminta maaf pada "Mbah Mbeji Sari" setiap kali melewati arca Ganesha ini. Ia menunduk sembari mengucapkan permohonan maaf.
Arca Ganesha Dipindahkan
    Tahun 1960 area situs ini ditimbun atau diurug hingga tanpa bekas. Yang tersisa hanya arca "Mbah Mbeji Sari" yang diletakkan di sebelah gang buntu Kampung Mbeji.
    Pada saat itu belum ada penanganan serius dalam menjaga kawasan atau situs peninggalan purbakala dan atas pertimbangan kebutuhan warga akan tempat tinggal dibangunlah hunian di atas situs telaga ini. Salah satu bangunan di atas situs telaga ini adalah Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Jl. Hamid Rusdi (kampung Mbeji Gang Buntu) nomor 171, RT. 01 / RW. 12.
    Gereja ini berdiri sejak tahun 1977 dan di dalam kampung Beji gang Buntu terdapat 6 bangunan rumah warga. Kampung ini berdekatan dengan area pemakaman Ngujil dan tidak terlalu jauh dari pasar tradisional Bunulrejo yang kelak direvitalisasi menjadi pasar berbasis wisata.
    Tahun 1978, arca Ganesha ini dipindahkan ke kantor Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Malang oleh Kepala Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Djoko Rihadi dengan alasan keamanan dan pengamanan.
    Tahun 1991, arca Ganesha beserta arca-arca yang lain yang dilindungi oleh negara dipindahkan ke Taman Rekreasi Senaputra Malang (sekarang menjelma menjadi cafe).
    Tahun 1997 arca ini dipindahkan dan dititipkan pada rumah makan Cahyaningrat dan akhirnya di tahun 2003 semua arca ini dipindahkan di Balai Penyelamatan Benda Cagar Budaya "Mpu Purwa" Jl. Soekarno Hatta 210, Mojolangu Kota Malang hingga sekarang.
    Sampai dengan saat ini kampung kecil di sekitar daerah situs ini bernama kampung Mbeji Gang Buntu. Mitos "Mbah Mbeji Sari" ini pun sangat dikenang masyarakat sekitarnya. Kata "Beji" sendiri mempunyai arti petirtaan atau telaga (Zoetmulder, 2004), dan Sari berarti bunga. Hal inilah yang menunjukkan bahwa erat sekali hubungan kampung Beji dengan isi dari prasasti Kanuruhan.
Bukti Keberadaan Desa Bunulrejo di Era Kerajaan Medang
    Berdasarkan rangkaian kisah yang tersurat pada inskripsi prasasti Kanuruhan yang telah penulis jabarkan dapat ditarik benang merah bahwa  artefak linggopala atau arca batu Ganesha yang kemudian dijuluki Mbah Mbeji Sari merupakan bukti keberadaan desa Bunulrejo pada masa Kerajaan Medang.
    Desa yang dulunya bernama Kajatan yang dalam perkembangannya berganti nama menjadi desa Bunulrejo mengacu pada pengelola desa yang mempunyai hak otonom penuh yaitu seorang pemuda bernama Bulul.Â