Selain menuliskan waranugraha, prasasti ini menyebutkan ketetapan sima (perdikan) tentang sumpah kutukan (sapatha) bagi para pengganggu dan perusak bangunan anugerah dari Rakai Kanuruhan Dhyah Mungpang ini.
Sumpah kutukan tersebut disebut pancamahapataka atau lima dosa besar yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
- satu, membunuh seorang Brahmana
- dua, melakukan lamwukanya (membunuh atau memperkerjakan perempuan muda)
- tiga, durhaka kepada guru
- empat, membunuh janin
- lima, berteman dengan keempat pelaku di atas (Stutterheim, 1927).
Seperti isi sebuah surat keputusan, pengesahan sima (perdikan) tersebut ditutup oleh pimpinan atau ketua para abdi (pengiring atau pembantu) bernama Sang Padma.
Nama prasasti ini “Prasasti Kanuruhan” sesuai nama pejabat yang mengeluarkannya (Sedyawati, 1985), namun prasasti ini dikenal juga dengan “Prasasti Bulul” dan atau “Prasasti Rampal”.
Arca Dewa Hindu
Seperti yang telah penulis uraikan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, kondisi arca Ganesha yang satu ini tampak tidak utuh. Terlihat setengah bagian dada ke atas dan belalainya hilang, dua tangan bagian belakang terlihat patah dan tiga telapaknya pun juga hilang. Diduga potongan kepala arca ini sengaja dihancurkan dan dimasukkan ke dalam petirtan atau telaga.
Pada masa kolonial Belanda, artefak arca batu atau linggopala atau linggoprasasti Ganesha yang berukuran panjang 101,5 cm, lebar 74 cm, dengan tinggi 109,5 cm ini ditemukan di dukuh atau kampung "Beji" desa Bunulrejo.
Arca Ganesha ini mempunyai posisi duduk seperti bayi di atas bantalan motif bunga teratai ganda atau yang disebut dalam bahasa Sansekerta padmasana; padma (bunga teratai) dan asana (alas duduk).
Sikap duduk bersila atau disebut uttkutikasana, dengan posisi kaki bersila dan dua telapak kakinya bertemu.
Berdasarkan cerita warisan leluhur bapak Mohammad Dasir atau mbah Dasir sang pemilik tanah pada waktu itu, sejak diketemukan arca Ganesha ini sudah dalam kondisi yang tidak sempurna.
Sesuai yang terpahat dalam prasasti, arca yang terbuat dari batu andesit ini merupakan pengabadian waranugraha yang diberikan oleh Rakai Kanuruhan Dyah Mungpang kepada Bulul.
Kerajaan Medang (Mataram baru) mempunyai Raja Mpu Sindok yang beragama Hindu. Dalam agama Hindu, arca Ganesha merupakan arca dewa Hindu yang digambarkan berkepala gajah bertangan empat atau caturbhuja yang membawa laksana.