Biro arsitek dari Amsterdam ini mempunyai andil besar dalam pembangunan gedung-gedung kolonial dan bersejarah pada jaman Hindia Belanda di Indonesia, khususnya di kota Malang.Â
Pada masa itu kota Malang merupakan kota penting di dataran tinggi yang sejuk, dingin dan nyaman. Merupakan kota tempat para meneer Belanda serta para ningrat Jawa menghabiskan waktu untuk plesir dan beristirahat.
Menara lonceng ini mempunyai nilai keserasian dan keakurasian yang sangat tinggi. Dalam arsitektur bangunan gereja, tinggi dan indahnya menara sangat mendukung arti keluhuran gereja di tengah kota dan masyarakat.Â
Dalam sejarahnya, lonceng gereja lahir sejak abad 400 Masehi dan mempunyai bentuk yang tradisional dengan variasi bunyi yang menghantar orang kepada kekhusukan.Â
Tradisi membunyikan lonceng itu sendiri berasal dari tradisi monastik yang fungsinya untuk memanggil para rahib berdoa. Dalam perkembangannya kebiasaan ini diadopsi oleh para biarawan dan biarawati yang mempunyai jam-jam doa tertentu dalam kebisaan sehari–hari di dalam biara mereka.Â
Buatan AmsterdamÂ
Kapel dan menara lonceng Cor Jesu menggambarkan ciri khas Eduard Cuypers (1859 – 1927) yang memadukan gaya Belanda dengan bangunan tropis. Cuypers merupakan seorang arsitek Belanda yang bekerja di Amsterdam. Tulisan embos di badan lonceng dalam kapel juga membuktikan bahwa lonceng tersebut dibuat di Amsterdam.Â
Karya Cuypers juga dikenal khas pada detail dan ornamen. Menara kapel berciri khas bangunan neo-gothic ini mempunyai atap meruncing yang disebut spire. Sesuai kaidah, menara lonceng selalu dibuat tinggi agar bunyi lonceng terdengar hingga jauh.