Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengintip Keberadaan Lonceng Kapel Cor Jesu Malang Sejak Tahun 1925

27 November 2022   20:45 Diperbarui: 12 Februari 2023   12:08 2278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapel Cor Jesu di Komplek Bangunan Cor Jesu (7 Februari 2020) | dok. pribadi

Tepat pukul 12.00 siang, sayup-sayup terdengar  lonceng yang berdentang dan bergaung di tengah-tengah kota Malang. Suara lonceng yang berdentang  syahdu itu mengangkasa dari sebuah menara kapel kuno yang berlokasi di dalam komplek gedung Kampus Ursulin Cor Jesu yang kokoh menjulang di jalan Jaksa Agung Suprapto 55.

Suaranya terdengar samar-samar di tengah kebisingan kendaraan yang lalu lalang di kota yang mulai didera kemacetan ini. Gedung kapel ini tidak terlihat dari jalan raya, tetapi gaung dentang loncengnya masih terdengar mencapai radius 3 kilometer. Konon suara dentang lonceng kapel ini bisa terdengar hingga radius 5 hingga 7 kilometer.

Sayangnya pada akhir tahun 2020, lonceng ini mengalami kerusakan. Ia tak lagi berdentang. Dalam kurun waktu hampir dua tahun dentangnya tak menghiasi kota Malang.

Suasana dalam Kapel Cor Jesu (20 Februari 2022) | dok. pribadi
Suasana dalam Kapel Cor Jesu (20 Februari 2022) | dok. pribadi

Sebelum lonceng ini dinyatakan sudah tidak laik lagi untuk digaungkan, tepat di waktu yang sama pukul 12.00, seluruh komunitas Kampus Ursulin Cor Jesu baik yang ada dalam biara maupun yang di unit-unit sekolah dalam komplek Cor Jesu menghentikan segala aktivitas dan pekerjaannya. 

Bagi umat beragama Katolik, spontan mengambil sikap hening untuk berdoa Malaikat Tuhan atau dikenal dengan doa Angelus.

Tak hanya itu, beberapa kali penulis mengamati beberapa orang di kampung maupun di instansi-instansi sekitarnya juga terlihat menghentikan segala aktivitas harian mereka untuk istirahat dan makan siang setelah mendengar lonceng Kapel Cor Jesu berdentang.

Keberadaan Lonceng sejak 1925

Lonceng ini terdapat di menara kapel dengan arsitektur bangunan gereja neo-Gothic, gaya arsitektur yang muncul di Eropa pada abad pertengahan. 

Kapel Cor Jesu berdiri pada tahun 1925 dan bangunannya dirancang oleh Biro Arsitek Belanda dengan tiga arsiteknya Eduard Cuypers, Marius J. Hulswit dan A.A. Fermont. Hal ini dapat dibuktikan dengan prasasti di tembok depan kapel Cor Jesu yang memuat nama biro dan nama ketiga arsitek tersebut. 

Prasasti bertulis Biro Arsitek Hulswit, Fermont, Ed Cuypers di dinding depan Kapel Cor Jesu (7 Februari 2020) | dok. pribadi
Prasasti bertulis Biro Arsitek Hulswit, Fermont, Ed Cuypers di dinding depan Kapel Cor Jesu (7 Februari 2020) | dok. pribadi

Biro arsitek dari Amsterdam ini mempunyai andil besar dalam pembangunan gedung-gedung kolonial dan bersejarah pada jaman Hindia Belanda di Indonesia, khususnya di kota Malang. 

Pada masa itu kota Malang merupakan kota penting di dataran tinggi yang sejuk, dingin dan nyaman. Merupakan kota tempat para meneer Belanda serta para ningrat Jawa menghabiskan waktu untuk plesir dan beristirahat.

Menara lonceng kapel Cor Jesu tampak dari depan halaman TKK Cor Jesu (9 Februari 2020) | dok. pribadi
Menara lonceng kapel Cor Jesu tampak dari depan halaman TKK Cor Jesu (9 Februari 2020) | dok. pribadi

Menara lonceng ini mempunyai nilai keserasian dan keakurasian yang sangat tinggi. Dalam arsitektur bangunan gereja, tinggi dan indahnya menara sangat mendukung arti keluhuran gereja di tengah kota dan masyarakat. 

Dalam sejarahnya, lonceng gereja lahir sejak abad 400 Masehi dan mempunyai bentuk yang tradisional dengan variasi bunyi yang menghantar orang kepada kekhusukan. 

Tradisi membunyikan lonceng itu sendiri berasal dari tradisi monastik yang fungsinya untuk memanggil para rahib berdoa. Dalam perkembangannya kebiasaan ini diadopsi oleh para biarawan dan biarawati yang mempunyai jam-jam doa tertentu dalam kebisaan sehari–hari di dalam biara mereka. 

Buatan Amsterdam 

Lonceng Kapel Cor Jesu buatan Amsterdam – tempat arsitek Belanda Eduard Cuypers bekerja | Foto : Bapak Titus
Lonceng Kapel Cor Jesu buatan Amsterdam – tempat arsitek Belanda Eduard Cuypers bekerja | Foto : Bapak Titus

Kapel dan menara lonceng Cor Jesu menggambarkan ciri khas Eduard Cuypers (1859 – 1927) yang memadukan gaya Belanda dengan bangunan tropis. Cuypers merupakan seorang arsitek Belanda yang bekerja di Amsterdam. Tulisan embos di badan lonceng dalam kapel juga membuktikan bahwa lonceng tersebut dibuat di Amsterdam. 

Karya Cuypers juga dikenal khas pada detail dan ornamen. Menara kapel berciri khas bangunan neo-gothic ini mempunyai atap meruncing yang disebut spire. Sesuai kaidah, menara lonceng selalu dibuat tinggi agar bunyi lonceng terdengar hingga jauh.

Lonceng Kapel Cor Jesu ini dibunyikan dengan cara ditarik dengan kawat besi berulir dari dalam gedung kapel di balkon lantai dua. Rutinitas membunyikan lonceng ini dilakukan oleh karyawati dari biara Ursulin Sancta Trinitas. 

Lonceng Kapel Cor Jesu saat dibersihkan dengan pemandangan komplek biara Ursulin Sancta Trinitas di sebelah utara | Foto : Bapak Titus 
Lonceng Kapel Cor Jesu saat dibersihkan dengan pemandangan komplek biara Ursulin Sancta Trinitas di sebelah utara | Foto : Bapak Titus 

Bangunan biara Santa Trinitas terletak di sisi kanan dan terhubung dengan kapel. Perawatan lonceng ini dilakukan rutin dua kali dalam  satu tahun yaitu sebelum Paskah (antara Februari – April) dan sebelum Natal (November-Desember). 

Tangga menuju lantai dua, tempat menarik lonceng | dok. pribadi
Tangga menuju lantai dua, tempat menarik lonceng | dok. pribadi

Akses menuju ke menara atas tempat lonceng berada adalah melalui tangga manual ke arah dalam atap gedung. Dari atas menara terlihat dengan jelas kemegahan dan keserasian bentuk bangunan komplek Cor Jesu yang masih memelihara orisinalitasnya. 

Lokasi Kapel Cor Jesu 

Kapel Cor Jesu berlokasi dalam komplek besar bangunan Cor Jesu di kawasan Celaket yang merupakan kawasan vital dan strategis sejak sebelum status kota Malang sebagai Geemente atau Kotamadya (1914). 

Pada saat itu Cor Jesu dikenal dengan nama Zusterschool yang merupakan sebuah ikon atau pusat pendidikan di kota Malang. Keberadaan lonceng ini juga sangat vital dalam menunjang kegiatan religius bagi semua komunitas di dalam komplek Cor Jesu dan sekitarnya. 

Komplek Gedung Kampus Ursulin Cor Jesu (SMA) | dok. pribadi 
Komplek Gedung Kampus Ursulin Cor Jesu (SMA) | dok. pribadi 

Hingga sebelum lonceng ini mengalami kerusakan seperti telah disampaikan sebelumnya; ketika tepat lonceng berdentang pukul 12.00 semua menghentikan aktivitas belajar mengajar dan segala kegiatan lainnya. Mereka mengambil sikap hening dan mendaraskan doa Angelus, doa yang sudah ada sejak abad ke-13. 

Mengenal Asal Usul Doa Angelus

Asal mula doa Angelus dimulai dari abad ke-13 yaitu pada saat Santo Bonaventura dalam sidang umum Ordo Fransiskan menetapkan bahwa setiap senja lonceng dibunyikan agar para biarawan Fransiskan dan awam membiasakan diri menyampaikan salam kepada Yesus, yang adalah Allah yang menjadi manusia melalui rahim Maria. 

Setiap malam hari lonceng yang sama dibunyikan lagi untuk mengingatkan para biarawan dan awam akan kasih Allah yang nyata dalam Yesus dan kepengantaraan Maria dalam karya keselamatan Allah.

Kebiasaan berdoa dari para biarawan dan awam tersebut terus dilakukan dan berkembang hingga abad ke-14. Pada awal abad ini, lonceng “Ave Maria” (artinya saatnya menaikkan Doa Angelus) ini bahkan sudah dilakukan juga pada pagi hari. 

Pada abad ke-14 di Prancis dibiasakan juga untuk membunyikan lonceng “Ave Maria” ini pada siang hari. Waktu siang ini awalnya dilakukan hari Jumat saja, lama-kelamaan dilakukan setiap hari hingga menjadi kebiasaan di negara manapun di dunia termasuk Indonesia.

Bagi umat Katolik doa Angelus mempunyai makna tersendiri. Doa Angelus didoakan pada jam 6 pagi adalah untuk menghormati kebangkitan Yesus, didoakan pada jam 12 siang untuk menghormati sengsara Yesus dan didoakan jam 6 petang untuk menghormati misteri inkarnasi (Allah menjadi manusia: Yesus). 

Dengan sendirinya ketika lonceng gereja dikumandangkan pada jam-jam tersebut, seluruh umat Katolik serentak menghentikan semua aktivitas untuk berdoa Angelus. 

Ibu Lucia seorang karyawati bertugas membunyikan lonceng dari balkon lantai 2 Kapel Cor Jesu – Pk. 12.00 WIB (10 Februari 2020) |  dok. pribadi
Ibu Lucia seorang karyawati bertugas membunyikan lonceng dari balkon lantai 2 Kapel Cor Jesu – Pk. 12.00 WIB (10 Februari 2020) |  dok. pribadi
Pola Dentang Lonceng 

Pola bunyi lonceng menunjukkan gambaran tentang cara berdoa Angelus atau doa Malaikat Tuhan yang didoakan sepanjang tahun dan diganti dengan doa Regina Caeli atau doa Ratu Surga selama masa Paskah, yaitu pola 3-3-3-9/12 dengan penjabaran sebagai berikut:

Teng 3x (dentangan pertama)
Umat berdoa : Maria diberi khabar oleh Malaikat Tuhan, bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus. Salam Maria…

Teng 3 x (3 dentangan kedua)
Umat berdoa : Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu. Salam Maria…

Teng 3x (3 dentangan ketiga)
Umat berdoa : Sabda sudah menjadi daging, dan tinggal di antara kita. Salam Maria…

Teng 9x / 12x (9 atau 12 dentangan)
Umat berdoa : Doakanlah kami ya Santa Bunda Allah, supaya kami dapat menikmati janji Kristus.

Marilah berdoa,
Ya Allah karena khabar malaikat kami mengetahui bahwa Yesus Kristus PuteraMu telah menjadi manusia. Curahkanlah rahmatMu dalam hati kami, supaya karena sengsara dan salibNya kami dibawa pada kebangkitan yang mulia. Sebab Dialah Tuhan, pengantara kami. Amin

Bunyi Lonceng juga sebagai Tanda Bencana dan Kematian

Lonceng ini juga dibunyikan untuk memberikan tanda saat ada anggota keluarga atau warga yang meninggal dunia dan jika terjadi hal-hal yang mengancam seperti kebakaran atau ada serangan dari pihak musuh. 

Hingga akhir tahun 2020, fungsi lonceng tidak mengalami perubahan signifikan meskipun jaman bergerak dan terus berkembang. Keberadaannya pun masih sangat berpengaruh pada kebiasaan warga di sekitarnya, menjadi tanda waktu dan tanda untuk memulai atau mengakhiri sebuah aktivitas.

Sepuluh tahun terakhir dentang suara lonceng kapel Cor Jesu mulai berkurang daya jangkauan dengarnya. Gedung-gedung tinggi mulai bermunculan di sekitarnya sehingga gaungnya tak lagi mampu menjangkau hingga radius 5 - 7 kilometer seperti puluhan tahun silam. Terlepas dari pada itu, keberadaannya masih tetap bertahan di tengah perkembangan teknologi dari zaman ke zaman.

Jangkauan Bunyi Lonceng 

Dentang lonceng kapel Cor Jesu dapat terjangkau oleh Kawasan Celaket meliputi kampung di sekitarnya, sebelah selatan jalan Jaksa Agung Suprapto gang 1 dan 2 hingga jalan raya Kaliurang. 

Tampak puncak menara Kapel Cor Jesu dari jalan BS. Riadi X, warga dapat mendengar suara lonceng ketika berdentang pagi (Pk. 06.00) | dok. pribadi 
Tampak puncak menara Kapel Cor Jesu dari jalan BS. Riadi X, warga dapat mendengar suara lonceng ketika berdentang pagi (Pk. 06.00) | dok. pribadi 

Jangkauan area barat meliputi Jembatan Pelor yang menghubungkan Celaket dengan Oro-oro Dowo (sekarang jalan B. S. Riyadi) dan jangkauan suara lonceng area utara meliputi pasar Oro-oro Dowo, kampung-kampung Oro-oro Dowo sampai kembali ke timur arah poros jalan raya Jaksa Agung Suprapto. 

Gaungnya terdengar lamat-lamat digiring angin di siang hari dan beradu dengan suara kendaraan bermotor yang bising di jalanan yang padat.

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa keberadaan lonceng kapel atau gereja mempunyai fungsi yang sama dengan kumandang suara azan dan suara bedug masjid yaitu sebagai sarana untuk mengingatkan waktu sholat atau beribadah. 

Dentang lonceng gereja merupakan simbol religiusitas kultural yang mengingatkan umat Katolik untuk berelasi dengan yang Maha tinggi dalam kesadaran waktu suci untuk melaksanakan ibadah.

Kapel Cor Jesu dalam Komplek Bangunan Cagar Budaya

Gedung Cor Jesu era Kolonial | Foto : www.djawatempodoeloe.multiply.com
Gedung Cor Jesu era Kolonial | Foto : www.djawatempodoeloe.multiply.com

Berada dalam satu komplek dengan bangunan Cor Jesu yang merupakan bangunan heritage atau cagar budaya kota Malang, keberadaan kapel ini akan selalu terjaga orisinalitasnya. 

Bangunan peninggalan kolonial ini dilindungi oleh Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2018 tentang Cagar Budaya Kota Malang. Dengan mengantongi sertifikat dengan SK Nomor 185.45/348/35.73.112/2018 tertanggal 12 Desember 2018, maka pihak Cor Jesu tidak diperbolehkan merenovasi bangunan secara sembarangan. Eksistensinya akan semakin kuat meskipun zaman semakin modern dan maju.

Tetap Menunggu Lonceng Berdentang Kembali

Suasana Misa di dalam Kapel Cor Jesu (05 Agustus 2022) | dok. pribadi
Suasana Misa di dalam Kapel Cor Jesu (05 Agustus 2022) | dok. pribadi
Hampir dua tahun suara dentang lonceng tidak terdengar, namun aktivitas doa Angelus tetap berjalan. Setiap unit mulai Biara, Asrama, TK, SD, SMP, SMA, SMK tetap membunyikan lonceng dalam unit masing-masing sebagai tanda untuk berdoa.

Setelah lonceng dinyatakan tidak laik digunakan meskipun sudah diupayakan perbaikan, maka lonceng ini akan menjadi benda sejarah yang abadi. Keberadaannya selama kurun waktu 96 tahun sangat berpengaruh bagi semua orang di sekitarnya. Suara dentangnya akan selalu dirindukan di tengah riuhnya kebisingan kota. 

Semoga suatu saat suara lonceng baru kapel Cor Jesu akan berkumandang dan menghiasi hiruk pikuk kota Malang. Amin. (Yy)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun