Mohon tunggu...
Yuyun Ukhriana
Yuyun Ukhriana Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi Universitas Indonesia

matilah sebagai penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hikayat Hebatnya Kharismatis Soekarno: Kebijaksanaan Sampai Melesetnya Penerapan NASAKOM

31 Oktober 2023   08:18 Diperbarui: 31 Oktober 2023   08:56 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ngomongin Hikayat, pasti ngomongin Cerita. artikel ini ditulis agar pembaca terasa "didongengin" meskipun materi yang disampaikan baru sama sekali ataupun tabu. selamat membaca!

pada zamannya, Soekarno punya julukan singa podium yang dilatarbelakangi dari kemampuannya mengakomodasi massa dan mengintervensi rakyat. sampai pada titik jepang tidak bisa mengendalikan keinginan rakyat dan meminta bantuan Soekarno untuk menenangkannya.

apa yang melatarbelakangi aura kharismatis Soekarno? dari kebijaksanaan bersikap sampai ujian besar melesetnya Nasakom tidak menghilangkan kharismanya.

sebelum lebih jauh mengenai kharisma, mari berkenalan dengan sosok Soekarno dan perjalanan warna-warni ideologinya di masa muda.

Kelahiran dan Warna Dasar

Soekarno lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Timur. Dari keturunan seorang priyayi rendah Jawa (bapaknya bekerja sebagai guru) dan Ibunya keturunan Bali dengan kelas Brahmana.

Saat pendidikan sekolah dasar, Soekarno kecil terdidik dengan nilai dan tradisi Jawa karena tinggal bersama kakek nya.

Nilai-nilai dari karakter tertentu (pewayangan yang sering diceritakan kakeknya) ternyata mempengaruhi watak dan kepribadian Soekarno

Nilai-nilai Jawa yang dihadirkan dalam cerita wayang mengajarkan teori-teori konkrit seperti kesempurnaan, kesatuan, kesatriaan, kebenaran sampai keadilan.

Inilah warna dasar pada Soekarno : nilai dan filsafat Jawa yang diturunkan dari kakeknya.

selain dari kakeknya, Soekarno suka 'nongkrong' bareng Sugiman salah seorang tetangganya yang gemar menceritakan tokoh-tokoh wayang. pada salah satu sumber sejarah, Soekarno kecil mengagumi karakter bima yang gagah berani. 

melekatnya nilai-nilai Jawa pada diri Soekarno dapat kita lihat dari peninggalan patung dirgantara di Pancoran, yang diperjuangkan pembuatannya sebagai simbol perkasanya Indonesia. patung itu representasi dari sosok gatot kaca, tokoh wayang yang memiliki keberanian dan kekuatan sehingga bisa berdiri pada kakinya sendiri.

Masa Remaja dan Pengenalan Ideologi

pada saat sekolah menengah di HBS (Hoogere Burger School) Soekarno menerima nilai-nilai, pemikiran, pandangan dan politik barat.  guru-gurunya orang belanda mengajarkan nasionalisme dan marxisme. 

pada masa yang sama Soekarno yang tinggal (ngekos) di Rumah  Tjokroaminoto belajar banyak ideologi dan nilai baru mulai dari pemikiran politik islam dan praktik politik. Soekarno mengamati betul bagaimana tradisi jawa berpadu dalam sarekat Islam yang dipimpin Tjokroaminoto.

kepemimpinan Soekarno diasah pada organisasi Studie-Club Bandung. organisasi ini memiliki banyak cabang diwilayah lain. namun, hanya Studie-Club Bandung lah yang bercorak radikal dan non-kooperatif terhadap kolonial. 

budaya pada studie-club, pengetahuan paham sosialis marxis dan pergaulannya dengan tokoh radikal sosialis lah (Tjipto mangunkusumo) yang membawa sikap non kooperatif Soekarno di masa depan.

satu fakta dari Soekarno muda yaitu Non -Kooperatif akut yaitu sosok yang menolak bekerja pada Dinas Pekerjaan Umum maupun menempuh karir pada almamaternya. Soekarno lebih memilih dalam perjuangan politik dan misi kemerdekaan indonesia meskipun jalurnya sengsara.

Semangat Nasionalisme

keterpurukan nusantara pada saat itu membawa tekad Soekarno untuk berjuang bagi kemerdekaan, Soekarno menempuh jalan non-kooperatif (menolak kerja sama). pada saat yang sama ia menjadi pendorong bagi perluasan pendidikan politik dan pemersatu masyarakat melalui organisasi yang dikelolanya.

organisasi-organisasi yang dipegang Soekarno secara tidak langsung menunjukan sikap Non-Kooperatif dan mengobarkan semangat nasionalisme

Kharismatis

max weber mengenalkan ciri-ciri dari kepemimpinan kharismatis yaitu "manusia ideal dan jenius, yang mampu menerobos berbagai kebekuan sosial" lebih jauh, titik kharismatik pada artikel ini merujuk pada Gerth dan Mills yang menggaris bawahi karismatis pada mekanisme dan birokrasi. artinya yang terpenting dan utama adalah kelanggengan pengaruh kepemimpinan kharismatik itu pada masyarakat luas"

Soekarno membuktikan bahwa pada kesempatan demi kesempatan berpidato mampu membakar semangat masyarakat untuk merdeka dan non-kooperatif. hebatnya, Soekarno dan misinya mampu merombak, membangun dan menata kembali institusi ideal menurutnya. 

ini jelas tugas yang berat karena institusionalisasi adalah proses pembakuan berbagai nilai dan norma. nusantara saat itu, ada pada titik pergantian budaya menyeluruh. kita bisa menyebutnya revolusi kebudayaan. Soekarno lah sosok pemersatu pribumi, hal ini karena indonesia dulu belum punya arah pasca pemerintahan kerajaan.

Kebijaksanaan Dalam Multi Ideologi

peran Soekarno dan kebijaksanaannya sebagai pemimpin yang tidak dapat disngkal lagi adalah upaya mempersatukan berbagai aliran dan golongan pribumi. 

pada perjalanannya, Soekarno melihat bahwa gerakan-gerakan perlawanan tidak banyak menghasilkan perubahan justru sebaliknya sangat mudah dihancurkan. diantaranya : 

Budi Utomo - sifat yang moderat, didominasi priyayi dan bersifat kedaerahan tak banyak mengubah adanya kolonialisme. 

Sarekat Islam - Soekarno melihat bahwa sentuhan SI terlalu lemah karena lingkupnya hanya masyarakat islam.

 Indische Partij dan PKI - yang memiliki corak radikal, sosialis-marxis, dibubarkan.

inilah cikal bakal Soekarno merumuskan kekuatan dan pemersatu nusantara : Nasakom (Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme)

keinginan Soekarno saat itu jelas. menghimpun kekuatan multi ideologi untuk melawan penjajahan.

sikapnya dalam menampung berbagai aliran adalah bentuk kebijaksanaan bersikap 

Bencana NASAKOM dan Kharismatis Yang tak Pudar

NASAKOM yang dibentuk Soekarno sebagai alat mengusir belanda faktanya  diterapkan ketika demokrasi terpimpin dimulai. 

hal ini merubah fungsi NASAKOM dari kekuatan melawan penjajahan menjadi alat memelihara keseimbangan negara.

meletsetnya penerapan NASAKOM  menjadi bencana baru. pasalnya, masing-masing ideologi (Islamisme dan Komunisme) ingin menjadi kekuatan politik terbesar dan merdeka atas ideologinya sendiri.

lebih jauh dari itu, perlawanan Islam terhadap PKI menjadi bukti bahwa NASAKOM tidak bisa menjadi kekuatan politik yang efektif.

saat-saat krisis internal 1948 (Pemberontakan PKI) Soekarno tetap menunjukan kearifan dan kharismatisnya. sebagai seorang Nasionalis.

Soekarno pada saat itu memberikan seruan pada pendukung Muso 

Pilih Republik dan Soekarno/Hatta, atau pilih Muso dan PKI

lewat seruan itu, rakyat menarik dukungannya dan segera ABRI dikerahkan untuk menggagalkan Pemberontakan Muso.

di lain kasus yang berkaitan dengan Nasionalisme nya,

Pada pemberontakan PKI 30 September 1965  Soekarno memilih tidak membubarkan PKI (awal mula dilengserkan).  hal ini dikarenakan komitmen Soekarno untuk menghimpun semua unsur sebagai bentuk persatuan

sikap ini dilatarbelakangi kearifan dan kepercayaan Soekarno bahwa semua ideologi (dalam lintas waktu : diharapkan perubahan) tetap bisa memperjuangkan demokrasi dengan saling berdampingan.

meskipun pada akhirnya ideologi NASAKOM membawa petaka bagi negara baru ini.

Soekarno tetap memiliki solusi nasionalisme dengan cara lain yaitu rumusannya ketika masa muda(1920 dan 1930-an) : Pancasila 

kearifan dan kebijaksanaan Soekarno dalam membangun negara tergambar dalam rumusan Pancasila-nya. 

Soekarno berusaha memfasilitasi semua ideologi dengan rumusan pancasila yang sekarang menjadi simbol persatuan negara.

Jelas bahwa Pancasila merupakan Sintesis Ideologi : demokrasi dan nasionalisme barat tradisionalisme, islam, Marxisme.

dipakainya Pancasila sampai sekarang menjadi dasar negara adalah bentuk kharismatis perumusnya, bagaimana konstitusi tetap stabil dalam waktu yang lama, persatuan tercapai, dan tidak ada pembeda antar nilai-nilai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun