Mohon tunggu...
Yuswanto Raider
Yuswanto Raider Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru dan penulis lepas yang lahir di Surabaya pada 14 Februari 1974. Sejak tahun 2005 saya tinggal di Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto

Hobi saya merawat tanaman, traveling, outdoor learning, dan advokasi kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diujung Penaku

7 Januari 2024   23:26 Diperbarui: 8 Januari 2024   00:05 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MERDEKABELAJAR: Diantara guru sebagai pendidik anak bangsa, tentu ada penyesalan bila lengah atas tanggungjawab sosialnya. (Sumber Foto/Ilustrasi : Yuswanto Raider)

"Kenapa jadi guru harus serumit ini dalam hidup di sekolah?"

"Mengapa terlihat banyak guru yang tak peduli pada sekolahnya?"

"Ironis, tak sedikit guru yang bergaya hidup borjuis. Mengapa?"

"Haruskah jadi guru harus seperti sosok dewa yang serba tahu?"

Goresan pena Ku terus mengukir kertas HVS. Terus memacu pikir dan hatiku tiada henti bertanya. Ya, kehidupan guru yang terkadap ironis dan jauh dari tujuan mendidik. Tak sedikit pula, diantara mereka berkelompok dan mengkerdilkan orang lain. Padahal dengan bersikap seperti itu, justru mereka lebih bodoh dari yang diumpatkannya.

Kini, teringat saat Aku mencoba berdiskusi ala ngopi dengan beberapa teman guru. Diantara mereka ada yang berbicara sangat sombong. Masih ada diantara mereka yang mencoba pamerkan kekayaan. Tapi ada pula sosok guru yang idealis dan justru dianggap "penyakit" oleh sebagai teman-temannya di sekolah.

"Mungkinkah sosok guru yang seharusnya digugu (jadi panutan) dan ditiru (jadi contoh), sudah sirna dibenak meraka?" tanya Ku dalam hati.

Pertanyaan-pertanyaan berbeda lainnya, sepertinya terus mengalir di kepala Ku. Menggiring nurani agar mampu menjadi guru sejati. Ya, sebuah keinginan agar mampu menjadi suri tauladan bagi para murid di sekolah.

Bagi Ku, guru bukanlah profesi dan pekerjaan yang ringan. Anak-anak didik akan berhasil bila didukung guru yang tangguh, teguh, tegar dan peduli. Bila ada guru yang masih skeptis, merasa paling benar, dan gila hormat, sebaiknya tanggalkan segera profesi itu. Pahami kondisi anak didik dengan pikiran dan hati. Lalu tunjukkan jalan terbaik bagi meraka untuk meraih masa depan.

Dulu, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Sekarang, guru adalah sosok pekerja yang menjalani profesinya dengan banyak imbal jasa. Namun, justru disitulah terlihat kian runtuh dan rendahnya pemikiran dan mental guru.

Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan, sejatinya telah memberi wejangan yang kuat akan profesi guru maupun prinsip kepemimpinan. Hanya saja, guru kini hanya mampu membaca, mengingat dan menebarkan kata-kata wejangan Ki Hajar Dewantara. Para guru lebih giat dan ambisius untuk mengejar tanda dan imbal jasa atas apa yang dilakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun