"Kenapa jadi guru harus serumit ini dalam hidup di sekolah?"
"Mengapa terlihat banyak guru yang tak peduli pada sekolahnya?"
"Ironis, tak sedikit guru yang bergaya hidup borjuis. Mengapa?"
"Haruskah jadi guru harus seperti sosok dewa yang serba tahu?"
Goresan pena Ku terus mengukir kertas HVS. Terus memacu pikir dan hatiku tiada henti bertanya. Ya, kehidupan guru yang terkadap ironis dan jauh dari tujuan mendidik. Tak sedikit pula, diantara mereka berkelompok dan mengkerdilkan orang lain. Padahal dengan bersikap seperti itu, justru mereka lebih bodoh dari yang diumpatkannya.
Kini, teringat saat Aku mencoba berdiskusi ala ngopi dengan beberapa teman guru. Diantara mereka ada yang berbicara sangat sombong. Masih ada diantara mereka yang mencoba pamerkan kekayaan. Tapi ada pula sosok guru yang idealis dan justru dianggap "penyakit" oleh sebagai teman-temannya di sekolah.
"Mungkinkah sosok guru yang seharusnya digugu (jadi panutan) dan ditiru (jadi contoh), sudah sirna dibenak meraka?" tanya Ku dalam hati.
Pertanyaan-pertanyaan berbeda lainnya, sepertinya terus mengalir di kepala Ku. Menggiring nurani agar mampu menjadi guru sejati. Ya, sebuah keinginan agar mampu menjadi suri tauladan bagi para murid di sekolah.
Bagi Ku, guru bukanlah profesi dan pekerjaan yang ringan. Anak-anak didik akan berhasil bila didukung guru yang tangguh, teguh, tegar dan peduli. Bila ada guru yang masih skeptis, merasa paling benar, dan gila hormat, sebaiknya tanggalkan segera profesi itu. Pahami kondisi anak didik dengan pikiran dan hati. Lalu tunjukkan jalan terbaik bagi meraka untuk meraih masa depan.
Dulu, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Sekarang, guru adalah sosok pekerja yang menjalani profesinya dengan banyak imbal jasa. Namun, justru disitulah terlihat kian runtuh dan rendahnya pemikiran dan mental guru.
Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan, sejatinya telah memberi wejangan yang kuat akan profesi guru maupun prinsip kepemimpinan. Hanya saja, guru kini hanya mampu membaca, mengingat dan menebarkan kata-kata wejangan Ki Hajar Dewantara. Para guru lebih giat dan ambisius untuk mengejar tanda dan imbal jasa atas apa yang dilakukannya.